Ceklekkk...
Pintu terbuka menampilkan seorang dokter yang baru saja keluar diikuti suster dibelakangnya, perlahan meteka melangkah mendekati dokter tersebut.
"Dok bagaimana keadaan Moris?" tanya ibunya yang sejak tadi mulai sampai belum henti-hentinya menangis.
"Maaf tapi pasien telah meninggal saat menuju kemari," ucap Dokter tersebut dan langsung pergi dari sana meninggalkan luka.
"Ngak ini gak mungkin," ucap Morgan, dia berlari menerobos pintu ICU.
Brakk...
"Mor prank lo udah selesai kan udah deh bangun Moris bangun sekarang gak," ucap Morgan menahan tangisnya melihat teman yang selama ini dia ganggu telah pergi, dia belum percaya bahkan tak mau percaya.
"Udah deh Mor prank lo gagal nih ada ortu lo bangun gak sekarang atau mau gw hajar sekalian... akh.." sambung Andre dia tak tahan melihat semua ini didepannya.
"Udah Ndre, Mor... Moris udah tenang disana kita gak bisa buat apa-apa," sela Andre sejujurnya dia ingin menangis tapi semuanya dia tahan karna ingin menguatkan kedua sahabatnya itu, sementara ibunya tak kuasa menahan beban hingga dia pingsan.
"Gak dia cuman tidur Den...Mor bagun atau gue pecat lo dari Brandelga...Mor," ucap Andre mengguncang-guncangkan tubuh moris.
Mata itu yang dulunya senantiasa membuat keusilan kini tertutup rapat, wajah yang pucat pasi, tak ada lagi aura kehidupan terpancar dari Moris. Erangan dan tangisan yang memenuhi ruangan tersebut semakin kencang mereka tidak bisa percaya pada kenyataan itu.
Orang tua Moris bukan dari golongan atas mereka keluarga sederhana tapi mereka tetap bahagia dengan kehidupannya, walaupun keadaan ekonominya seperti itu Andre dan lainnya masih bisa berteman karna teman tak bisa digantikan oleh harta manapun.
Dikala senja mengusai langit, tepat disebuah tempat peristirahatan terakhir saat nyawa sudah tak melekat di badan. Disinilah mereka semua di pemakaman Moris tangisan itu masih setia mendampingi perjalanannya.
Kamis, 06 Februari 2020
Semua kenangan itu terkubur dalam tanah diikuti senja yang menghiasi langit, satu persatu semua orang mulai meninggalkan tempat tersebut hanya tersisa orang tua Moris, para sahabatnya beserta teman-teman Queen.
"Nak sudah ikhlaskan kepergian Moris dia sudah tenang di sana," ucap sendu ibu Moris, dia tetap tegar didepan mereka namun, sesungguhnya hatinya terluka.
"Kalau begitu kami pamit dulu nak Assalamualaikum," sambung Ayah Moris, mereka pun berlalu pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Waalaikum salam," jawab mereka serempak.
Mereka semua hanya diam membisu tak ada yang mengeluarkan suaranya kesedihan mereka ditahan dalam hatinya masing masing untuk menguatkan satu sama lainnya.
Menatap sebuah gundukan tanah yang masih basah, yang ditaburi bunga-bunga. Kisahnya telah berkhir kini hanya ada kesunyian semuanya kalut dalam kesedihannya masing masing.
"Ndre, Mor, Den dan kalian semua kita harus kuat, kalo kita sedih keyak gini Moris pasti sedih disana kita mulai dari awal buat dia senang karna punya sahabat seperti kalian," ucap Queen semuanya mendongakkan kepalanya menatap Queen.
"Iya bener inget semua usaha Moris untuk nyatuin kita jangan buat perjuangannya sia-sia," sambung Aiden. Sementara Luna dan Kaila hanya diam mematung yang paling terpukul adalah Morgan dia yang biasanya mengolok-olok Moris sekarang hanya diam.
Bayangan-bayangan kenangan itu berputar dalam kepala mereka masing masing, membuat mereka tersadah semuanya belum terlambat.
"Oke kita buat Moris tersenyum disana," Andre tersenyum masam semuanya berdiri mengelilingi gundukan tanah itu.
"Kita mulai dari awal," ucap Morgan satu persatu tangan mereka diletakkan diatas makam Moris membuat janji yang tak boleh diingkari.
Senyuman perih dari wajah mereka menandakan ada ketidakrelaan, semuanya saling menggenggam tangan satu sama lain menguatkan hati dan raga mereka.
Keesokan harinya
Semuanya berjalan seperti biasanya ada tawa, candaan dah kegirangan mereka berkomoimen untuk tetap menghidupkan persahabatan mereka dan membuat kenangan Moris hidup di hati masing masing. Queen dan Andre duduk berhadapan serta, Kaila dan Aiden, begitupun Luna dan Morgan mereka sedang berada di kantin.
"Oh iya gimana kalo nanti kita nonton kuy" Ajak Luna disela makannya.
"Hmm boleh tuh gue juga dah lama gak nonton" Sambung Kaila dan kembali melanjutkan makannya.
"Gue ik..."
"Gue sama Queen ada urusan nanti kemungkinan agak telat dikit" sebelum ucapan Queen selesai, Andre melah memotongnya dan membuat keputusannya sendiri.
"Hah tapi kan gue..."
"Hah apa?" lagi -lagi ucapan Queen terpotong karna mendapat tatapan tajam dari Andre.
"Ekhemm.. dunia serasa milik berdus yang lain ngontrak ye kan beb,"ucap Morgan dengan mengedipkan matanya ke arah Luna.
"Dih apaan tuh mata minta dicongkel hah," judes Luna matanya membulat.
"Sadis amat deh nanti Aa gak sayang lagi," goda Morgan lagi.
"Dih najiss," Umpat Luna.
"Gak boleh gitu Lun entar naksir lu baru rasa," sambung Kailayang mendapat pelototan dari sahabatnya itu.
"Hehe pisss," ucap Kaila dengan mengacungkan tangannya membentuk huruf V.
"Udah deh cepetan nanti keburu bel gue masih laper nih," celetuk Queen dengan menyambung makannya.
"Kalo laper gak usah masuk kelas aja deh," jawab Andre dengan mengelus punggung Queen.
"Ngapa tuh tangan mau dipotong hah," sewot Queen yang melihat perlakuannya, yang lainnya hanya bisa tertawa melihat sang leader takut pada sang pawangnya dalam sejarah manapun Andre tak pernah patuh pada siapapun.
Kali ini tidak saat dia menemuka sosok Queen hidupnya berubah drastis, penuh dengan canda tawa dan rasa takut kehilangan tapi apakan jalan hubungan mereka akan lancar ataukan akan ada masalah lagi yang menghadang kebahagiaan mereka.
.................
Gimana-gimana gayss mau lanju gak nih jangan lupa Vote dan komennya ya author tunggu dan jangn lupa follow akun author.By... by...
Happy Mother day's
22, Desember 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Queen ( END )
RandomKenangan bagaikan mimpi buruk, dilupakan dan diingat. Bayangan tentang rindu mengambang di atas kepala baik buruknya takdir hanya tuhan yang tau. Rasa itu ada ,namun tak terlihat oleh mata bukan karna rasa sakit menjadikan halangan. Aretta punya ba...