(15) Pengumuman Kemah

414 48 1
                                    

Matahari sudah muncul dua jengkal saat Sergio menunggu Revan yang tidak kunjung datang. Di chat atau di telpon tidak ada jawaban sama sekali. Aldi yang sedari tadi sibuk main mata dengan siswi yang lewat, Brian yang menatap tajam Jeslin yang akan mendekati Sergio dan Sergio yang menutup mata dengan tangan yang disilangkan di depan dada. Tidak mau menatap gadis-gadis yang lewat di depan nya, perempuan caper dan menggoda Sergio yang sama sekali tidak terpengaruh.

"Revan mencoba bunuh diri apa gimana sih nggak dateng-dateng" gerutu Brian yang mulai bosan berada di parkiran. Ingin merasakan dinginnya Ac kelas sambil bermain game menikmati wifi yang di fasilitasi oleh sekolah agar siswanya betah-betah di kelas.

"Dia pengen meninggoy dengan keadaan aesthetic beneran?" Tanya Aldi

"Lo beneran punya kain tie dye nya?" Tanya Brian balik

"Ya enggak lah"

"Kalau Revan mati beneran gimana Al? Anak orang. Bego lo nawarin kain kafan tie dye, kalo Revan tertarik gimana? Percobaan pembunuhan lo" ucap Brian dengan mata menyipit

"Ya udah melayat aja. Gitu aja repot" sahut Sergio tanpa membuka matanya, ia mulai jengah mendengar ucapan tidak masuk akal dari dua temannya yang memulai perimajinasian nya

"Terwak___"

"Pasti nungguin ya nungguin" potong Revan yang baru datang dengan cengengesan. Aldi menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal, ucapannya yang belum usai sudah dipotong dengan datangnya Revan.

"Lo nggak jadi bunuh diri Van?" Tanya Brian

"Ya menurut lo aja" jawab Revan kesal

"Kain kafan tie dye nya gimana?" Tanya Aldi yang semalam sudah mempromosikan kain tersebut di grup

"Petinya mau yang ukiran bunga atau mumi?" Tanya Brian

"Lo pake aja sendiri" ketus Revan kemudian beranjak pergi dan diikuti oleh Sergio lalu Aldi dan Brian menyusulnya.

Sergio melangkahkan kakinya sesuai dengan langkah kaki Revan, sikunya tidak sembuh total meskipun semalam Brian sudah memberikan resep salep yang paling manjur menurut cowok itu. Hanya mengurangi sedikit nyeri, bukan keseluruhan.

Mata hitam milik Sergio menatap Latisha yang sedang sibuk bercengkrama dengan Tabita, seperti menggosipkan sesuatu. Dan saat Sergio datang, Tabita berpamitan untuk kembali ke bangkunya.

Latisha cukup bersemangat hari ini, karena besok Minggu dan itu waktunya untuk beristirahat total di rumah. Tabita baru saja pergi, karena Luna - teman sebangkunya sudah datang bersamaan dengan datangnya Sergio. Latisha menatap lurus kedepan, Sergio duduk lalu mengeluarkan buku dari ranselnya. Tapi mata Latisha memfokuskan ke arah siku Sergio yang membiru. Bisa ditebak jika itu berasal dari jatuhnya Sergio kemarin karena siku Sergio menumpu kepala Latisha agar tidak terbentur paving.

"Sergio" panggil Latisha dengan suara paling pelan. Hanya mampu menembus pendengaran Sergio dan Aldi yang berada di sebelah cowok itu.

Yang menoleh justru Aldi, sedangkan Sergio hanya bergumam. Seolah mereka tidak akrab sama sekali, bukankah terlalu cepat untuk Sergio melupakan momen mereka makan di restoran Jepang semalam. Sampai-sampai tidak mau menoleh untuk melihat Latisha yang berada di belakangnya.

"Siku lo kenapa?" Tanya Latisha dengan wajah menyondong ke depan

"Jatuh nyelametin lo kemarin. Nggak kena syndromes amnesia kan?" Tanya Aldi

Latisha memutar bola matanya, yang ditanya siapa, yang menjawab siapa. Aldi memang tipikal ketus dengan mulut yang pedas. Benar-benar sepaket komplit selera cabe level 100.

My Flat BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang