"Bapak kenapa bisa ada disini?" tanyaku dengan wajah cengo.
Mau apa lagi sih? Gak ketemu di sekolah malah dia tiba-tiba ada disini, dirumahku.
"Saya kesini ingin mengajakmu pergi," jawabnya santai seolah tidak ada beban.
"Nggak mau!" ucapku lantang.
"Kenapa?" tanyanya dengan wajah datar.
"Pokoknya nggak mau! Bapak mending pulang aja deh!"
"Kamu ngusir saya?" tanyanya sewot dan tatapannya tajam seolah ingin memakanku.
"Bukan gitu pak! Maksud saya ini udah sore sebentar lagi malam, mama saya pasti nggak akan kasih izin," ucapku memberi alasan agar orang dihadapanku ini segera pergi. Lagipula yang ku ucapkan benar adanya, mama sama papa nggak pernah mengizinkan aku dan kak Naya keluar malam kecuali ada hal mendadak yang mengharuskan kami keluar malam-malam.
"Tenang saja, saya sudah meminta izin pada ibumu untuk mengajak putrinya pergi," dia tersenyum seraya menyilangkan kaki dan bersandar di punggung sofa dengan tangan bersedekap.
"Anggaplah ini balasan karena saya sudah mengacaukan acara makan gratisan kamu kemarin," lanjutnya dengan menekan kata gratis membuatku malu saja.
"Saya sudah tidak menginginkannya lagi!" jawabku.
"Tapi saya memaksa" sahutnya tersenyum miring.
"Harus banget gitu saya nurutin kata-kata bapak?" tanyaku mengeram kesal.
"Tentu saja," jawabnya membuatku ingin mencakar wajahnya yang sedang tersenyum manis.
"Dasar pemaksa!" ucapku sedikit teriak. Kamudian aku melangkah meninggalkan pak Revan yang masih terus saja menatapku dengan menyeringai. Entah kenapa dia sering sekali menunjukkan seringaian-nya itu? Membuatku merasa was-was di dekatnya.
"Pemaksa adalah nama tengah saya!" balasnya. Aku memutar bola mata jengah lantas melanjutkan langkahku menuju dapur.
"Ma!" aku mencibikkan bibir seraya mengambil buah apel dari keranjang buah di atas meja makan kemudian memakannya.
"Oh udah pulang?" mama hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus melanjutkan pekerjaaannya, yaitu membuat sambal.
"Ma kenapa sih pak Revan kesini?" aku tetap bertanya walaupun pak Revan sudah mengatakannya tadi.
"Oh! Katanya mau ngajak kamu jalan. Cieee anak mama yang cantik ini udah besar ya sekarang!" ucap mama menggodaku.
Memutar bola mata jengah, mama memang seperti itu suka menggoda dan mengejekku.
"Terus kenapa mama kasih izin?" tanyaku. Heran saja biasanya mereka protektif benget, ini itu nggak dibolehin. Apa yang dilakukan pak Revan hingga mama ku tiba-tiba seperti ini? Membiarkan anak perempuan-nya keluar malam-malam dengan seorang pria pula. Pak Revan memang guruku tetapi tetap saja dia seorang pria. Pria yang mesum. Ihhhhh!
"Dia minta izin baik-baik kok sama mama. Dia juga bilang bakalan jagain kamu. Jadi mama nggak khawatir kasih izin" jawab mama seraya memindahkan sambal ke atas piring.
Mama nggak tau saja sikap pak Revan ke aku! Kalo mama tau pak Revan pernah nyium, reaksi mama seperti apa ya?
"Ma bilangin sama pak Revan dong ma kalau aku nggak mau! Bilang aja lagi nggak enak badan!" pintaku dengan wajah memelas. Biasanya mama akan luluh kalau aku menunjukkan ekspresi memelasku.
"Kamu ini jangan gitu! Nak Revan udah nungguin kamu loh dari tadi. Masa mama bilang kalo kamu nggak mau, padahal tadi mama udah kasih izin!" ucap mama seraya menunjukkan wajah galaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...