"Ara?"
"Iya ma?" aku berusaha tersenyum walaupun gugup.
"Lampunya kok dimatiin? Terus kamu ngapain gelap-gelapan di sini?"
"Anu... Itu... Ara udah selesai nyuci jadi mau balik ke kamar. makanya lampunya aku matiin! Hehe" jawabku sambil nyengir.
"Yaudah kamu balik ke kamar!" ucap Mama dan aku hanya mengangguk.
"MAMA!" teriakku ketika Mama melangkah menghampiriku. Bisa gawat kalau sampai ketahuan. Pak Revan kan masih di sini.
"Kamu kenapa sih teriak? Bikin Mama jantungan aja!" tanya Mama ketus seraya mengelus dada.
"Mama mau ngapain?" jantungku berpacu saat Mama masih menatapku penuh selidik.
"Mama mau buatin kopi!" jawabnya. "Nak Revan belum balik dari kamar mandi ya? Apa jangan-jangan masakan Mama bikin dia sakit perut? Makanya lama di kamar mandi!" ujarnya cemas.
'Sebenarnya anak Mama siapa sih? Perhatian banget sama Pak Revan!'
"Ara aja yang buatin kopi!" usulku agar Mama segera pergi.
"Buat nak Revan juga!" ujarnya. Aku kembali mengangguk.
"Yaudah Mama pergi. Biar aku bisa fokus bikin kopinya!" pliss Mama pergi secepatnya dong! Ngapain lagi sih?
"Aneh kamu! Mama jadi curiga kamu nyembunyiin sesuatu!"
Aku gelagapan. Jantungku berdebar makin kencang, telapak tanganku juga terasa dingin.
"Ng-ngak ada kok! Ngak boleh curiga-curigaan gitu! Mending Mama temenin Papa gih! Biar Ara juga cepet selesai bikin kopinya!" hasutku berharap Mama percaya.
Mama mengangguk. "Yaudah Mama pergi!" Mama lantas pergi ke arah ruang tamu.
Aku menghembuskan nafas lega. Setelah itu Pak Revan berdiri dari tempat persembunyiannya.
Tak menghiraukan Pak Revan, aku segera mengambil bubuk kopi dan memasukkannya ke dalam gelas.
"Bapak mau minum apa?" tanyaku, merasa Pak Revan masih berdiri di belakangku.
"Samain aja!" jawabnya.
Aku menginyakan dan mulai memasukkan gula.
"Terus kenapa Bapak masih di sini? Pergi sana! Jangan buat Mama makin curiga!" ucapku ketika Pak Revan masih tidak bergeming dan memerhatikan gerak-gerikku.
"Gimana kalau kita lanjutin yang tadi terus kita ketahuan Mama sama Papa kamu? Mungkin kita bakal segera dinikahkan?" dia menjentikkan jari. "Ide yang bagus bukan? Bagaimana kalau kita coba?"
Aku mendelik kesal padanya, "jangan mikir aneh-aneh deh Pak!"
'Emang dia pikir nikah itu gampang?'
"Bapak jangan di sini! Pergi hush hush!" usirku.
"Saya nungguin kamu. Biar kita sama-sama ke depan!" ujarnya lagi membuatku naik pitam.
"Biar apa? Biar Mama curiga? terus nyangka kita ngelakuin itu? Lalu kita dinikahkan seperti yang Bapak bilang tadi? Iya?" tanyaku dengan suara sedikit meninggi.
"Kita memang malakukan itu kan? Dan saya siap bertanggung jawab!" dia tersenyum lebar.
"Nggak ada yang harus dipertanggungjawabkan! Ciuman nggak bakalan bikin saya hamil!"
"Saya bisa buat kamu hamil segera! Kalau perlu di sini!"
"Bapak mau ngapain? Jangan macem-macem! Aku teriak biar Papa denger!" ancamku saat Pak Revan melangkah mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...