24

42.3K 2.2K 65
                                    

Pak Revan memangkirkan mobilnya sembarangan. Lalu keluar dari dalam mobil, memutari mobilnya, kemudian membukakan pintu untukku.

Pak Revan menarik lenganku cukup kuat dan menyeretku.
Aku kepayahan mengikuti langkah lebar pak Revan, beberapa kali aku hampir tersandung.

Di koridor sekolah agak sepi, tetapi ada beberapa orang yang datang pagi-pagi memerhatikan kami dan cukup membuatku malu.

Pak Revan mengambil kunci dari saku celana bahannya, membuka ruangan yang setauku tidak pernah dibuka dan digunakan oleh pihak sekolah. Pikirku ruangan itu selalu dikunci karena ada hantu yang menempatinya.

Pak Revan menyeretku memasuki ruangan tersebut. Aku menatapnya tidak percaya ketika ia menutup pintu dan menguncinya.

Pak Revan berbalik ke arahku membuatku refleks memundurkan langkah takut. Tiba-tiba ia meyentak tanganku hingga tubuhku limbung menabrak dada bidangnya. Dengan cepat ia menarik tengkukku mendekat kemudian menyatukan bibir kami. Gerakan pak Revan memaksa dan meyakitiku. Kemudian ia mebopongku dengan bibirnya yang masih melumat bibirku. Aku memejamkan mata bahkan ketika ia mendudukanku di atas meja sementara dia berdiri di antara kakiku yang terbuka. Ia menumpukan kedua tangannya di kedua sisi tubuhku, kiri dan kanan.

Aku memberanikan diri membuka mata dan mendongak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku memberanikan diri membuka mata dan mendongak.
Melihat wajah pak Revan yang sedang menahan amarah membuatku takut. Walaupun dia orangnya pemarah dan dingin, tetapi baru kali ini aku melihat wajahnya yang terlihat sangat meyeramkan. Nafasnya kini lebih pendek dan cepat. Matanya menyipit mengawasiku.

Tidak ada siapa-siapa di ruangan ini, hanya aku dan pak Revan. Aku menelan ludah, menunggu pak Revan bersuara.

"Sudah cukup!" gumamnya pelan.

Aku masih diam, menunggu pak melanjutkan kata-katanya.

"Sudah cukup kamu kamu menghindar dan bersembunyi dari saya!" matanya terus menatapku seolah sedang mempelajariku dalam diam.

Aku memutus kontak mata, dan mataku berputar-putar memindai ruangan yang sunyi, apapun asal tidak menatap matanya.

"Saya selalu memikirkan kamu tiap saat. Mencoba segala cara supaya dapat bertemu dan berbicara denganmu. Tetapi kamu malah menghindar dan terus menghindar!" ucap pak Revan.

"Apa kamu tau seberapa frustasi saya? Saya terlalu menginginkanmu hingga saya nyaris gila!" lanjutnya dengan wajah muram.

Aku ingin bersuara, tetapi kata-kataku lenyap ketika melihat ekspresi marahnya.

Tubuhku bergetar saat ia kembali menempelkan bibirnya di atas bibirku. Gerakannya tetap kasar, mempermainkan bibirku sesukanya. Lidahnya menerobos masuk begitu saja meski tanpa izin. Bibirnya menghisap bibir atas dan bawahku kuat, lidahnya juga bergerak-gerak di dalam mulutku mengajak lidahku untuk mengikuti gerakan lidahnya yang lihai.

Aku memukul dada pak Revan kehabisan nafas. Ia melepaskan tautan bibir kami sebentar membiarkanku sedikit bernafas kemudian menarikku lagi mendekat dan menyatukan bibir kami lagi.

Ia menjauhkan bibirnya, deru nafas kami terdengar bersahut-sahutan.

"Siapa cowok itu Ara?" tanya pak Revan.

Aku diam menunduk tak tahan menatap matanya yang memandangiku terus-terusan.

"Siapa dia Ara?" tanyanya mengguncang bahuku tubuhku bergoyang layaknya boneka.

"Di-dia..." lidahku kelu tak dapat melanjutkan kata-kataku.

"Dia bukan pacarmu kan? Kau hanya mengatakan itu agar kamu bisa menghindariku!" ucapnya gusar.

Melihatku yang terkejut, pak Revan menyeringai. "Ara, kamu tidak bisa membohongi saya! Setiap saat saya selalu memerhatikan kamu, mengawasi setiap gerak-gerik kamu. Jadi saya tau kalau kamu sedang berbohong atau berkata jujur!"

Wajahnya kembali mendekat dan berbisik, "kenapa diam hm? Sepertinya saya harus memberi pelajaran pada gadis yang sudah membuat saya tergila-tergila"

Tubuhku menegang di saat bibir pak Revan mengecupi leherku.

"Ahh!" sensasinya semakin aneh ketika pak Revan menghisapnya kuat sehingga meninggalkan bekas merah ke unguan di leherku.

Pak Revan mengelus punggungku, menariknya agar tubuhku menempel di dada bidangnya. Lalu tangannya menuruni pinggangku dan meremasnya. Perlahan turun ke pahaku yang masih tertutup rok.

"Pa-pak!" protesku merintih.

Wajahku semakin memerah, menghianati upayaku untuk menyembunyikan reaksi tubuhku atas sentuhan pak Revan. Tangannya merayap dari balik rok-ku, menyingkapnya sedikit dengan telapak tangannya yang mengelus pahaku.

Perlahan aku tau sesuatu yang mengeras menempel di pahaku. Membuat dadaku berdetak kencang dan panik.

Kurasakan tubuh pak Revan yang sedang mengukungku menegang. Ia menumpukan kepalanya di bahuku menyembunyikan wajahnya. Hembusan nafasnya membelai kulit leherku.

"Pak?" panggilku kebingungan, walaupun nafasku tersekat dan tubuhku menggigil aku tetap memaksakan bersuara.

Dia tidak menjawab dan masih menyembunyikan wajahnya.

Aku diam menunggunya. Setelah hening cukup lama dan pak Revan sudah merasa tenang dia mengangkat wajahnya, matanya menatapku sedih.

"Maaf" gumamnya nyaris tidak terdengar.

"Maaf" ulangnya. "Seharusnya saya tidak berbuat seperti ini padamu"

Dia tersenyum miris," Sepertinya saya memang sudah tidak waras. Setiap berdekatan denganmu saya sulit mengendalikan diri. Berusaha menarik perhatian kamu dengan cara seperti ini hingga membuatmu membenci saya."

"saya selalu merasa khawatir saat kamu dekat dengan dua bajingan kecil itu! Saya tidak suka! Saya cemburu karena dua bajingan kecil itu dapat membuatmu tersenyum sedangkan saat bersama saya kamu selalu menunjukkan ekspresi tidak suka!"

"Saya juga menginginkan kamu tersenyum padaku. Berharap kamu menerima saya. Tapi saya terlalu takut untuk menunjukkan perasaan saya!"

Aku hanya diam tak tau harus menanggapi seperti apa. Ini begitu mengejutkan dan membuatku bingung layaknya orang bodoh.

Pak Revan menangkup kedua pipiku dan mendekatkan wajahku dan wajahnya hingga hidung kami bersentuhan. Matanya menatapku lurus dan ekspresinya terlihat serius.

Aku kembali menelan ludah untuk yang kedua kalinya karena gugup.

"Ara, saya mencintai kamu!"

* * *

Tbc..

Hay hay hay! Maaf kalau part ini pendek😅. Tapi semoga kalian suka dan tetep baca cerita aku😊

Jangan lupa vote dan komen ya. Jangan pelit-pelit kasih vote, gratis kok cuma teken bintangnya doang.

Author sedih kalau yang vote cuma dikit😭😭😭.













Mr.Teacher Pervert [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang