Aku menemukan mobil asing yang sama sekali belum pernah aku lihat sebelumnya terparkir dia halaman rumahku. Aku mendekati mobil itu memastikan kalau pemiliknya adalah Pak Revan.
Aku mengetuk kaca mobil, tak lama kemudian pemilik mobil membuka pintu keluar dari mobil miliknya. Ia adalah Pak Revan.
Seketika aku terperangah kala melihat penampilan Pak Revan yang begitu tampan dan gagah mengenakan jas berwarna hitam dipadukan dengan kemeja warna putih.
Aku masih terus saja memerhatikan wajahnya yang tampak serius melihat ponselnya mulai dari saat membuka pintu mobil ia sama sekali tidak menoleh ke arahku karena perhatiannya teralihkan oleh sesuatu yang di tampilkan layar ponselnya.
Ia mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku celana bahan miliknya.
"Udah si-" Pak Revan tak melanjutkan ucapannya saat ia melihatku. Wajahnya datar, bibirnya menipis, dan tatapan matanya menyorot mengintimidasi.
Terus-terusan ditatap olehnya membuatku risih. Mataku langsung saja memindai penampilanku dari bawah sampai ke atas. Memang pakaian yang ku kenakan malam ini sedikit terbuka, gaun pendek di atas lutut dengan bagian belakang yang panjang menjuntai indah, jangan lupakan bagian bahu dan leherku yang terekspos walaupun sudah ku tutupi dengan rambut yang ku gerai.
"Cepat masuk!" titahnya tegas.
Walaupun kebingungan dengan perubahan ekspresinya tetap saja aku menurut.
"Kita akan ke butik lebih dulu!"
Aku menghentikan gerakan tanganku yang sedang memasang sealtbelt saat mendengar pernyataan Pak Revan.
"Ngapain ke sana Pak?" tanyaku.
"Beli gaun baru buat kamu!" tuturnya, rahangnya mengeras entah apa yang membuatnya kesal.
"Gaun?" beoku masih kebingungan.
"Ara, gaun yang kamu pakai sangat terbuka! Kita harus membeli gaun yang bisa menutupi paha dan bahumu itu!"
Mulutku menganga lebar, pasalnya aku sudah begitu terlambat untuk sampai ke acara ulang tahun pernikahan Tante Nita.
"Nggak bisa Pak kita udah telat!"
Ia menoleh, rautnya terlihat jauh dari kata senang.
"Kamu ingin ke pesta dengan pakaian seperti itu?"
"Emangnya kenapa? Bapak sendiri yang beliin nih gaun! lagipula saya yakin pasti banyak cewek yang lebih terbuka daripada saya!" paparku.
"Ara..." ia menggeram. "Di sana banyak lelaki hidung belang! Kalau kamu memakai pakaian ini bisa-bisa kamu menjadi santapan mereka!"
Aku mengerutkan dahi, "tapi saya tidak pernah melihat pria hidung belang yang lebih brengsek dan mesum daripada Bapak! menyikapi kelakuan Bapak selama ini saya masih bisa bertahan apalagi mereka!" ucapku tak mau kalah.
"Saya tidak seperti mereka!"
"Iya berbeda, karena bapak lebih mesum!"
"Araaaaa plisss! Jangan samakan saya dengan mereka. Dan saya bersikap seperti yang kamu bilang itu hanya padamu tidak dengan wanita lain!"
Aku terhenyak mendengar kata-katanya yang dia ucapkan dengan ekspresi serius.
"Ihhhh Bapak selalu mikir gituan ya kalo sama saya!" pekikku histeris. Pasti terlihat sangat lebay. "Huh tentu saja! Tindakan Bapak selama ini adalah jawabannya! Mulai besok saya harus jaga jarak sama Bapak!"
"Dan sekarang saya sedang memikirkan itu! Bagaimanapun saya pria dewasa dan saya normal! Jadi lebih baik kita ganti gaunmu itu de-"
"Bapak nggak normal! Bapak pedopil! Buktinya sering mesumin cewek muda seperti saya!" potongku cepat.
Ia menghela nafas, "ok, kalau menurutmu saya pedopil itu tidak masalah!"
"Gak perlu beli gaun baru, yang ini gak masalah! Toh nanti juga sama Bapak! Nggak bakalan ada yang ganguin kan kalo bareng Bapak?"
Ia terdiam mendengarnya, bibirnya berkedut seolah menahan sesuatu. Entahlah! Mungkin nahan boker.
"Mending sekarang kita berangkat! Kita udah telat!" lanjutku.
Bukannya menginjak pedal gas, orang di sampingku ini masih terdiam menatapku.
Tanpa diduga, tangan Pak Revan malah menarik bahuku untuk menghapnya. Lalu sesuatu yang panas dan kenyal mendarat di bibirku. Pak Revan menciumku.
Ia mencengkram bahuku, bibirnya terus-terusan bergerak liar, menyedot bibir bawah dan atas bergantian sedikit kuat seolah menyalurkan kegelisahannya melalui ciuman panasnya.
"Ok, kamu boleh pake gaun ini. Tapi janji kamu tidak akan jauh-jauh dari saya!" bisiknya, deru nafasnya menerpa pipiku.
Usai mengucapkan itu, bibirnya mendekat. Memagut kembali bibirku. Gigit-gigitan kecil ia berikan pada kulit bibirku.
Ia menarik pinggangku, mendudukkan diriku di atas pangkuannya dengan bibir yang masih bertautan. Telapak tangannya yang awalnya mencengkram pinggangku kini meraba-raba punggung serta bibirnya yang kini turun mengecupi leher dan bahuku yang terekspos membuatku geli dan kewalahan menerima serangannya yang bertubi-tubi. Jantungku berdetak tidak karuan.
"Pak stop! Akh!" aku berjingkat kaget kala menerima gigitan lembut Pak Revan di daun telingaku. Perbuatannya ini membuatku tidak bisa berpikir jernih. Perutku terasa geli seolah ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutku.
"U-udah Pak! Kita sekarang sudah telat!" ucapku mengingatkan.
"Itu acara orang tua saya, terlambat tidak masalah!" ia berbisik. Lidahnya menjilati telinga kananku kemudian turun ke leher meninggalkan bekas liur yang mengikuti gerakan lidahnya. Ia menggigit bahuku yang terbuka tapi tidak membuat tanda, membuat bulu kuduk meremang dan mulutku mengeluarkan suara aneh.
Telapak tangannya yang besar dan hangat kini bergengger di kedua pahaku yang terpampang karena gaunku yang tersingkap saat duduk di pangkuan Pak Revan. Entah apa yang ku pikirkan sehingga tidak dapat menolak dan tubuhku terasa lemas untuk sekedar mendorongnya.
Pak Revan mencengkram pahaku kuat membuatku meringis, lalu ia mengelusnya dengan gerakan memutar sembari ia kembali menautkan bibirnya dengan bibirku.
"Pak ahh! Plisss u-udahan! berhenti!" rengekku.
Ia mengerang di leherku, lalu mendongak. Tampak sangat jelas matanya yang berkabut gairah dan ada dalam dirinya yang meminta di puaskan.
Aku bersikap acuh, pura-pura tak mengerti akan arti tatapannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, langsung saja aku turun dari pangkuan Pak Revan dan kembali ke tempatku semula.
"Aaaaa~ lipstik aku berantakan!" dumelku kesal setelah melihat penampilanku di cermin. Bibir belepotan dan membengkak.
Aku mendelik ke arah Pak Revan, memberinya tatapan menuduh.
Ia terkekeh, memberi sebuah kecupan di pipiku. "Maaf," ucapnya.
Pak Revan menangkup wajahku, dan ibu jarinya kini mengelus bibirku yang basah.
"Saya lebih suka melihat bibir ini merah dan membengkak akibat ulah saya." ia tersenyum lalu kembali mendaratkan kecupan di sudut bibirku.
Aku memalingkan wajahku tak memperlihatkan pipiku yang kini merona karena mendengar ucapannya.
* * *
Tbc.... 🤗
Gimana sama part ini?
Kalau suka jangan lupa teken bintangnya dan berikan komentar😁😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...