Suasana hening menyelimuti, aku dan pak Revan sama sekali tidak memulai pembicaraan. Aku yang sedang marah atas insiden pak Revan yang seenak udelnya nyosor bak duda genit. Dan adegan pak Revan yang memaksa untuk mengantar pulang dengan menyeretku memasuki mobilnya, membuatku semakin ingin mencakar wajahnya.
Aku sesekali meliriknya dari sudut mataku dengan wajahku yang terus tertekuk masam. Berduaan dengan pak Revan rasanya sangat canggung sepuluh menit saja, bagiku terasa satu abad.
"Masih belum ada niat untuk berbicara dengan saya?" suara pak Revan terdengar memecahakan keheningan.
Aku tidak menjawab dan malah membuang muka menghadap jendela, seketika menatap jalanan lebih menyenangkan dibandingkan menatap wajah pak Revan yang menyebalkan. Apa dia bilang? Berbicara dengannya? Siapa juga yang ingin berbicara dengannya?
"Masih marah?" suara pak Revan kembali terdengar.
Aku memutar kedua bola mata jengah dengan sikap pak Revan yang seolah-olah tak bersalah. "Menurut bapak?" tanyaku sarkas.
"Jangan panggil saya bapak! Saya bukan bapakmu!"
Mataku yang sedari tadi memandangi jalanan langsung beralih menatapnya." Bapak kan emang guru saya! Sudah seharusnya saya manggil bapak!"
"Ini tidak disekolah Ara!" pak Revan menatapku sekilas sebelum kembali memerhatikan jalan. "Jadi jangan memanggil saya bapak kecuali disekolah!" titahnya terlihat menyebalkan dimataku.
"terserah!" jawabku karena tak ingin berdebat terlalu lama dengan pak Revan.
Hening kembali, menjadikan suasana begitu awkward. Aku mengambil ponsel membuka instagram terus menscrool sampai kebawah karena tidak ada yang menarik menurutku.Tidak apa! Ini lebih baik untuk membunuh rasa bosan daripada aku harus diam seperti patung.
"Pak!"panggilku dengan mataku yang terus melihat layar ponsel.
"Jangan panggil saya bapak!" ucapnya dengan nada kesal. Tapi aku tidak peduli, dan akan tetap memanggilnya dengan panggilan seperti itu.
"Pak!" panggilku sekali lagi
"Hmm!" gumam pak Revan sebagai balasan atas panggilanku. Mungkin dia malas memaksaku lagi untuk tidak memanggilnya bapak. Syukurlah!
"Tante Nita baik, dia juga orang yang ramah!"nggak seperti anaknya yang nyebelin dan suka maksa! Tentu saja itu ku ucapkan dalam hati.
Melihat pak Revan yang bungkam, aku kembali melanjutkan,"saya awalnya deg deg-an waktu mengetahui tante yang bukain pintu. Saya jadi gugup saat bicara sama beliau." Aku terkekeh, mengalihkan wajahku dari ponsel lalu menatap pak Revan yang juga sesekali melirik ke arahku.
"Ternyata beliau orang menyenangkan dan dia juga sangat lucu, membuat saya nyaman dengan beliau. Pak,Saya sepertinya menyukai ibu anda!" bukan menyukai seperti yang kalian maksud, aku menyukai beliau sebagai orang tua yang baik dan pengertian."Kalau semisal kamu memiliki ibu mertua seperti ibu saya, kau menyukainya?" tanya pak Revan, entah apa maksud pertanyaannya itu.
Tentu saja aku mau. Kapan lagi punya ibu mertua yang nggak banyak nuntut, nggak seperti ibu mertua di sinetron yang sering ibu tonton.
"Kalau saya punya ibu mertua seperti tante Nita, tentu saya senang. Beliau orang yang unik dan baik!" kalau anaknya diktator, suka marah-marah nggak jelas, plus mesum kayak om-om genit kurang belaian! Tambahku dalam hati.
"Kalau begitu menikah saja dengan saya!" jawabnya santai seolah pernikahan adalah hal yang biasa saja.
Mana mau aku nikah sama cowok dingin dan pemarah seperti pak Revan. Bisa-bisa tiap hari aku malah kena omelannya. Pak Revan kan mulutnya julid.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Fiksi RemajaArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...