Mohon vote dan komennya ya! Guys! Biar aku semangat nulisnya. Semoga suka ya sama ceritanya. Makasih juga udah mau mampir ke cerita aku. Jadi....
~Happy reading~
Kelas yang semula riuh mendadak hening dikarena kemunculan sang pencabut nyawa yang sedang berdiri di ambang pintu kelas. Bahkan Boby buru-buru menyimpan makanannya di dalam laci akibat tatapan tajam yang menghunus ke arahnya.
Pasti kalian bertanya-tanya siapa jelmaan malaikan pencabut nyawa itu?! Yups! dia adalah pak Revan yang sedang berdiri angkuh di ambang pintu kelas dengan wajah datar nan dingin tak tersentuh.Dengan langkah tegap, pak Revan berjalan masuk ke kelas kemudian berdiri di depan meja guru sambil meletakkan tumpukan kertas di atasnya.
"Selamat pagi semua!" Pak Revan bersuara yang kemudian dijawab oleh semua siswa dengan serentak.
"Sesuai janji kita minggu kemarin, hari ini kita ulangan. Silahkan kumpulkan semua tas kalian di depan!" Perintahnya tak terbantahkan. Emang semua perintah Pak Revan sulit dibantah. Pria itu memiliki sikap mendominasi yang kental.
Suasana hening kembali riuh akibat suara siswa yang protes mendengar ucapan pak Revan. Memang minggu yang lalu pak Revan sudah mengumumkan bahwa hari ini akan ada ulangan, hanya saja masih banyak siswa yang sama sekali tidak belajar tetapi takut dengan nilainya akan anjlok. Sama seperti hal-nya denganku. Aku menghembuskan nafas berusaha meyakinkan diri bahwa aku pasti bisa, walaupun aku sama sekali tidak yakin.
Dengan langkah berat aku berjalan kedepan sambil menenteng tas kemudian meletakkannya di atas lantai depan kelas begitupun dengan siswa lainnya. Pak Revan memang tegas dan disiplin, bagi yang terdapat mencontek atau memiliki catatan kecil saja, siap-siap kalian tidak ikut ujian dan dianggap alpa. Sadis memang!
Pak Revan memanggil Pandi sang ketua kelas dan menyuruhnya untuk membagikan tumpukan kertas di atas meja yang langsung dilaksanakan olehnya.
Setelah lembar soal telah dibagi, semua siswa fokus mengerjakan soal sementara aku hanya menggaruk kepalaku karena tak tau harus menulis apa dilembar jawaban. Bahkan lembar jawabanku masih putih dan suci.
Ingin rasanya aku meminta jawaban kepada Tania, tapi ku urungkan saat melihat tatapan penuh peringatan itu dilayangkan Pak Revan kearahku. Aku mendesah pasrah dengan nilaiku kedepannya.
Di saat menulis jawaban, mataku sesekali melirik ke depan dimana Pak Revan tetap saja masih menatapku, membuatku merasa terintimidasi olehnya.
Satu setengah jam telah berlalu, akhirnya ujian telah usai dan semua siswa juga telah mengumpulkan lembar jawaban.
Aku menghembuskan nafas lega setelah kegiatan menguras otak ini berakhir, dan aku berdoa semoga nilai ku tidak buruk-buruk amat.
"Ok semua, cukup sekian pertemuan kita hari ini. Minggu depan akan Bapak bagikan nilai ulangannya!" ucap Pak Revan kemudian meninggalkan kelas.
"Lo kenapa sih narik nafas mulu? Kena penyakit asma?" tanya Tania disaat aku terus saja menarik nafas.
"Kalo gue nggak nafas ya mati dong!" jawabku sambil berdecak kesal. "Gue lega Pak Revan sudah pergi dan gue juga cemas nilai gue anjlok. Tadi malam gue sama sekali nggak belajar."
"Kenapa lo nggak minta jawaban aja sama gue? Biasanya lo juga nyontek jawaban gue!" ucapnya. Mendengar itu aku hanya nyengir. Kenapa ya dulu aku mengambil jurusan IPA?
"Gimana gue mau minta sama lo, kalo pak Revan natap gue mulu, bikin gue salting dan nggak fokus tau nggak!" sungutku.
"Jadi lo salting diliatin pak Revan! Cie cie! Jangan-jangan lo naksir pak Revan lagi?" terlihat senyum mengejek itu tersungging di bibir Tania, membuat aku yang mulanya kesal jadi bertambah kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...