Kami saling memandang satu sama lain melalui cermin. Raut Pak Revan berubah seperti ekspresi Pak Revan waktu itu. Nakal dan menggoda. Bibirnya mengembang tipis, menunjukkan senyum miring penuh rencana.
"Bapak bisa menjauh? Saya nggak bisa nafas kalau kejepit kayak gini!" aku berontak walaupun sia-sia.
Pak Revan menahan kedua tanganku memelintirnya kebelakang membuatku semakin terjebak perangkapnya.
Sebelah telapak tangan Pak Revan meraba punggungku bergerak turun ke pinggang. Belaian tangannya lembut dan menggelitik. Hingga tiba di pantatku, ia meremasnya sembari bibirnya menciumi tengkukku.
Bibirnya pindah ke bahuku, melumatnya dan tak lupa gigitan kecil dia juga berikan.
Kini ia memelukku dari belakang, dengan kedua lenganku yang juga dipeluknya membuatku merasa seperti dililit ular, sembari hidungnya mengendus dan menghirup dalam-dalam aroma rambutku.
"Ara, saya sudah sangat tersiksa melihatmu memakai gaun-gaun itu," ia menggigit pelan daun telingaku, tangannya mulai naik menuju dada.
"Bagaimana jika pria lain juga merasakan hal yang sama saat melihatmu hmm?" bisiknya sementara aku hanya diam tak tai harus bereaksi seperti apa.
Ia meyentuh dadaku serampangan. Ia mendorong bra milikku ke atas memperlihatkan payudaraku yang menegang. tangannya menangkup sebelah payudaraku dan meremasnya. ibu jari dan telunjuknya memilin putingku, suara-suara desahan sesekali keluar dari mulutku.
Tak berselang lama, ia menurunkan tangannya menuju selangkangan. Jari-jemarinya mengelus kewatinaanku dari balik celana dalam. Semakin lama di bawah sana semakin lembab.
Pak Revan menarik daguku. Menyuruhku untuk menatap wajahku dari pantulan cermin.
Seketika aku terkejut. Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah itu aku? Wajahku di cermin terlihat begitu asing. Terlihat seperti tersiksa dan mataku terlihat sayu. Aku belum pernah melihat ekspresi mesum itu di wajahku.
"Lihat Ara, saya tidak akan pernah membiarkanmu memperlihatkan ekspresi ini pada siapapun!" tuturnya kemudian membalik tubuhku menghadapnya.
Ia membelai tengkukku, menatap intens wajahku. Lalu ia meraih tanganku membawanya masuk ke dalam bajunya, menuntunku untuk menyentuh dan membelainya. Ia memejamkan mata menikmati usapanku.
Untuk pertama kalinya tanganku meraba perutnya yang keras diikuti alunan dada yang berdentam keras. Ia terus saja menahan tanganku, menyetirnya menyentuh tubuhnya terus turun ke bawah. Tepat di atas resleting celananya ia membuka mata menatapku.
Menahan rasa gemas, Pak Revan menumbruk bibirku tanpa aba-aba. Ia memperdalam ciuman dengan melesakkan lidahnya. Aku memberi akses dengan membuka sedikit mulutku.
Berhenti sejenak, ia mengelus bibir bawahku yang basah dan bengkak dengan ibu jarinya. Bibirnya menimbulkan senyum miring. "Bibir ini membuat saya kehilangan akal sehat."
"Pak udah!" aku menahan dada bidangnya agar berhenti. "Sebaiknya kita cari dress lagi, takutnya kita telat kalau kelamaan di sini," ucapku.
"Telat sebentar tidak masalah Ara!" Pak Revan kembali menyatukan bibir kami dan melumatnya. Telapak tangannya yang besar mencengkram tengkukku. ciuman semakin panas dan bergairah seolah tiada esok hari.
Dengan bibir yang masih menempel, Pak Revan menuntunku dengan terus maju hingga aku ikutan mundur karena dia terus melesak tubuhku. Hingga betisku menyentuh sofa, ia mendorongku jatuh terduduk di atas sofa.
Aku mendongak melihat tubuhnya yang menjulang tinggi, wajahnya yang terlihat mengeras dengan bola mata yang menggelap.
Ia bersimpuh di hadapanku, bibirnya mengembang memperlihatkan senyum licik nan menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...