51

55.8K 1.8K 67
                                    

Aku menatap matanya yang tajam, perlahan aku mundur merasa ngeri.

Ia ikut merangkak di atas ranjang, seketika aku menghindar hendak turun, tapi Pak Revan menarik kakiku hingga tubuhku jatuh dan terbaring di depannya.

"Pak lepasin! Biarkan saya pergi!" jeritku memberontak. Menggerak-gerakkan kakiku sembarangan berharap ia melepaskan cekalannya.

Ia kembali merangkak semakin memperdek jarak. Ia berada di antara kakiku seraya membungkuk dengan tangannya yang bertumbu di samping kepalaku dan tangan satunya lagi menahan daguku.

"Pak saya mohon lepasin," mataku berkaca-kaca menatap bola matanya.

"Kamu ingin pergi tanpa peduli akan perasaan saya. Saya tidak akan melepaskanmu," bisiknya tepat di depan wajahku.

"Lebih baik saya yang pergi. Saya nyerah," cicitku tak sanggup menahan tangis.

"Semudah itu? Semudah itu kamu mempermainkan perasaan saya?"

Aku menggeleng. Bukan aku yang memepermainkan perasaannya tapi dia yang mempermainkan perasaanku. Di saat aku sudah mulai membuka hati ternyata dia akan tetap bersama Miranda.

"Bukannya Bapak yang-"

Pak Revan malah membungkam mulutku dengan bibirnya. lidahnya terus melesak masuk tanpa memperdulikan aku yang berusaha mengatakan sesuatu.

Ia menarik wajahnya, kini tangannya pindah ke atas kemejaku.

"Pak jangan!" aku menahan tangannya yang hendak membuka kancing seragamku.

Awalnya ia cukup sabar untuk membukanya satu-persatu, tapi melihatku yang semakin berontak ia segera kegilaan akal dengan menarik, mengoyak kemejaku hingga kancingnya lepas dan bertaburan.

Kemejaku rusak dan terbuka lebar memperlihatkan tanktop hitam yang menutup tubuhku bagian atas. Pak Revan segera menyingkirkan penghalang itu dengan menyibak tanktopku hingga ke atas dada, menampilkan buah dadaku yang masih terbungkus bra.

Telapak tangannya mendarat di pucuk payudaraku lalu meremasnya. Kepalanya mendekat menciumi pelipisku hingga ke dagu sembari memberikan gigitan pelan.

Tangannya masuk ke dalam bra-ku menyentuh langsung di kulit payudaraku. Aku mencengkram pergelangan tangannya karena ia cukup kuat meremasnya, jelas itu sakit.

Ia melepaskan payudaraku lalu beralih ke bawah diantara kakiku. Ia menyibak kain yang menutupi kemaluanku, jarinya membelai dengan pelan kemudian memasukkan jarinya perlahan.

"Akh!" tubuhku bergetar ketika Pak Revan memaju-mundurkan jarinya membuat bagian sana menjadi sangat basah.

Ia memandangiku yang gelisah. Dengan satu kali hentakan ia berhasil menarik celana dalamku lepas dari kakiku.

Ku lihat ia melepas gesper miliknya lalu membukanya sembarangan. Ia menegakkan tubuhnya, membuka resleting celananya seraya memposisikan benda miliknya tepat di depan pintu kewanitaanku.

"JANGAN! ka-kalau Bapak berhenti sekarang, aku tidak akan mengatakannya pada siapapun. A-aku akan melupakan kejadian ini. Lepaskan Pak!" aku berucap dengan air mata yang menggenang di sudut mataku.

"Saya akan melepaskanmu jika kamu tetap bersamaku. Jangan pernah lagi meengatakan ingin pergi dan melupakan saya begitu saja!"

Aku menggeleng. Bagaimana bisa aku tetap bersamanya jika dia sudah memiliki perempuan lain. Aku dianggap apa?

"Jadi cuma ini satu-satunya cara agar kamu jadi milik saya?" ucapnya memasukkan miliknya ke dalam milikku.

"Aaakhh!" aku merasa aneh, ujung benda itu baru saja masuk sedikit. Rasanya agak perih dan menganjal, aku ingin segera mengeluarkan benda itu.

Mr.Teacher Pervert [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang