Ini sudah kuduga sebelumnya, aku dan Arga merenggang semenjak kejadian dia menyatakan perasaannya padaku. Dapat kurasakan sikapnya yang berubah. Dia memang berada di dekatku tapi terasa sangat jauh.
"Tania, Arga, ke kantin bareng yuk!" ajakku menghampiri mereka.
"O-"
"Nggak bisa, gue tadi dipanggil Pak Bondan katanya ekskul futsal kumpul dulu," ucap Arga beralasan. Lalu ia melenggang pergi begitu saja tanpa menoleh sedikitpun padaku. Tanpa melihat rautku yang menelan kekecewaan.
Aku tau penolakanku membuat Arga sakit hati. Tapi apakah persahabatan kami selama hampir tiga tahun ini harus berakhir hanya karena itu. Dia berpura-pura bersikap biasa saja tapi aku sadar betul kalau dia menghindariku.
Tania mengelus bahuku menenangkan. "Jangan sedih! Arga mungkin masih butuh waktu untuk sendiri!"
Aku mengangguk tersenyum menunjukkan kalau aku baik-baik saja.
"Mau ke kantin bareng nggak?" tanya Tania.
"Yuk! Gue juga udah laper!" jawabku.
* * *
Bel sudah berbunyi dan Bu Maya sudah keluar dari kelas setelah berpamitan.
Temen-temen sekelas berhamburan. berdesak-desakan untuk melewati pintu kelas.
Ku lirik Arga yang sekarang sedang menyampirkan tas di bahunya, ia langsung bergegas tanpa menyapaku maupun Tania tidak seperti biasanya.
Melihat Arga yang kian menjauh Tania tidak tinggal diam, ia memasukkan bukunya ke dalam tas bersiap menyusul Arga.
"Ra gue ngejar Arga dulu, mau pulang bareng dia," pamitnya lalu berlari cepat mengejar Arga.
"ARGAAAAAAA! TUNGGUIN! ANTERIN GUE!" teriaknya membuat semua orang yang berada di koridor menoleh dan menunjukkan wajah kesal karena sahabatku itu membuat keributan.
Aku juga segera berjalan ke arah gerbang hendak pulang.
Baru saja aku melewati gerbang seseorang yang tidak ku kenal mencegatku.
"Nona Arabella?" Pria berbadan besar dan kekar yang tidak kuketahui siapa menyapaku.
"Iya!" jawabku singkat.
"Mari ikut saya nona! Tuan Revan sudah menunggu Anda," ujarnya.
"Mau ngapain Pak? Saya ngggak mau!" tolakku.
"Anda harus ikut Nona. Bisa-bisa Tuan marah jika saya tidak berhasil membawa Anda!" jelas Pria itu wajahnya memelas.
Melihat wajahnya yang penuh harap membuatku akhirnya setuju. Kasian juga dia kalau di marahi Pak Revan. Mending dimarahi kalau dipecat gimana?
Aku mengangguk menyetujui. Lalu Pria berbadan besar dan kekar itu membukakan pintu mobilnya untukku.
"Ada urusan apa ya Pak Revan menyuruh Bapak membawaku?" tanyaku setelah aku masuk dan duduk dengan nyaman di dalam mobil.
Pria itu ikut duduk di depan kemudi lalu menyalakan mesin mobil. "Saya juga kurang tau Nona," jawabnya lalu menjalankan mobil.
Sekitar setengah jam kami menempuh perjalan, dan kini kami sudah sampai di perusahan milik Pak Revan.
Pria suruhan Pak Revan menyuruhku untuk mengikutinya. Dan tentu saja aku mengekor membiarkan ia menuntun jalan.
Melewati meja Resepsionis dapat kulihat wanita penjaga Resepsionis yang dulu mengusirku saat memaksa masuk kini sedang menatapku dengan pandangan sinis. Kalau saja dia tau kalau Pak Revan yang menyuruh orang membawaku kesini apa dia bakalan masih berani menatapku seperti itu? Tentu saja tidak! Pak Revan adalah pemilik perusahan ini tentu saja dia bebas membawa siapapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...