Aku menghempaskan bokongku di atas kursi meja makan. Mataku menyorot tajam ke arah pak Revan yang santai sarapan dan sesekali melempar candaan yang sukses membuat papa tertawa.
Papa selalu melarang kami berbicara saat makan, katanya nggak sopan. Sekarang malah Papa yang melanggar dengan berbicara dan tertawa mendengar ocehan pak Revan. Dasar papa nggak konsisten.
Akhir-akhir ini, sarapan pagi kami selalu diganggu pak Revan. Setiap pagi pak Revan datang ke rumah dengan alasan menjemputku dan Mama terlalu baik hati untuk mengajak pak Revan sarapan bersama. Dan kadang, sore hari pak Revan di undang papa datang ke rumah hingga malam dan berakhir pak Revan yang akan ikut makan malam bersama kami. Setiap kedatangan pak Revan pasti di habiskan mengobrol, menemani papa bermain catur, dan kadang bermain olahraga favorit Papa yaitu tennis. Benar-benar guru yang begitu perhatian bukan? sampai membuatku jengah.
Aku mengambil piring lalu mengisinya dengan nasi goreng buatan mama yang hasilnya tidak pernah mengecewakan, enak.
"Sekali lagi terima kasih nak Revan sudah mau repot-repot jemput Ara setiap pagi. Dia pagi-pagi rusuh, sering telat. Jadi tante nggak khawatir lagi." ujar mama tiba-tiba.
Aku menghentikan tanganku yang memegang sendok hendak memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutku demi melihat reaksi pak Revan. Terlihat dia tersenyum lebar ke arah mama kemudian matanya melirikku. "Saya senang melakukannya, jadi tidak perlu sungkan seperti itu tante."
"Ara orangnya ceroboh, berisik nggak bisa diam, galak lagi!" ucap mama kemudian tertawa yang di ikuti papa. Mereka berdua menertawaiku.
"Mama apaansih bahas gituan?" tanyaku dengan wajah tertekuk masam.
"Saya bisa memaklumi. Saya juga tidak masalah dengan sikapnya itu tante. Di usianya yang masih remaja memang suka membangkang dan nakal" pak Revan menekankan kata 'nakal' Seraya menatapku.
Tak peduli dengan maksud kata-katanya itu, aku malah lanjut makan.
Lagi-lagi tanganku berhenti untuk menyuapkan nasi ke mulutku kala kaki pak Revan dengan sengaja menendang-nendang sepatuku pelan.
Aku menatapnya kesal, tetapi orang dihadapanku ini malah menunjukkan seringai liciknya.
"Ra, makan! Kelamaan entar nak Revan nungguin kamu!" titah Mama tanpa bisa ku tolak. Nggak mungkin kan, kalau aku mengatakan kalau di bawah meja kaki pak Revan menendang sepatuku?
Aku terperanjat kaget saat pak Revan memajukan kakinya yang panjang. Betisnya malah mengelus kakiku dengan gerakan maju mundur.
Aku kembali menunjukkan wajah berang. Pak Revan memandangiku dengan seringai masih terpantri di wajahnya yang tabok-able.
Duuhhh pengen nampar
* * *
"Tania, yuk ke kantin!" seruku
Tanpa menunggu jawaban, aku menarik tangan Tania menuju kantin."Arga! Lo nggak ikutan?" tanyaku pada Arga yang masih berbicara dengan Rudy. Entah apa yang sedang mereka bahas.
"Duluan aja!" sahutnya.
Mengangguk, aku kembali menarik Tania.
Sesampainya di kantin yang sudah ramai di isi oleh orang-orang kelaparan, aku menyuruh Tania untuk duduk di salah satu kursi meja kantin yang berada di pojok karena kebetulan cuma tempat itu yang kosong.
"Mukanya kenapa murung gitu?" tanyaku saat melihat wajah Tania yang seperti baru di putusin.
"Senyuuummm dong Tania! Yang lebar senyumannya!" pintaku seraya menarik-narik pipi Tania membentuk senyuman.
Melihatnya yang tetap diam aku mulai bertanya,"ada apa Tania? ada masalah hidup apa loh murung banget ampe muka kusut gitu?"
"Gue nggak papa" jawabnya lesu.
"Kalau ada masalah curhat ama gue! Gue siap menertawakan nasib lo!" ucapku kemudian tertawa.
"Ihhhh tega banget sih!" Tania cemberut membuat tawaku semakin keras.
"Jangan sedih! Gue udah laper banget melihat kesedihan lo itu! Lo mau pesen apa? Arga entar yang bayarin!" ujarku.
"Ada apa nih nyebut-nyebut nama gue?" tiba-tiba Arga muncul di belakang kami.
"mumpung Tania lagi sedih, Arga yang bakalan traktir kita!" ucapku semangat.
"Apa urusannya sama gue? Nggak nggak! Nggak ada traktir-traktiran!"
"Yeeeeeeuu Arga pelit! Pantesan jomlo!"
"Arga pesen gih! Yang biasa ya! Kami nunggu di sini!" suruhku.
Arga mendengus, tetapi tetap melakukannya membuatku cekikikan.
Tak lama kemudian Arga datang
dengan membawa pesanan kami. Aku bersorak gembira kala Arga meletakkan somay beserta es teh di atas meja."Makan! Mukanya nggak usah sok galau gitu! Entar lo mati siapa yang susah?" omel Arga ketika melihat Tania hanya mengaduk-ngaduk somay-nya.
"Kalau nggak mau buat gue aja. Perut gue masih sanggup nampung!" kelakarku, padahal punyaku saja belum habis.
"Rakus banget lo! Pantesan jomlo!" hina Arga.
Aku berekspresi cemberut mendengar hinaan Arga. Melanjutkan acara makanku.
"Gue boleh gabung?"
Kami bertiga menoleh, mendapati Satria sedang berdiri dengan tangan memegang mangkuk berisi bakso dan dan le mineral yang ada manis-manisnya.
"Nih kantin rame, gue nggak kebagian tempat!" lanjutnya.
"bilang aja lo nggak punya temen. Sombong sih makanya di kucilkan. Yaudah lo gabung sini!" ucap Arga.
"Heh! Temen gue banyak kali! Kalau pun nggak ada, itu pasti karna mereka iri ama ketampanan dan kepopuleran gue!" balas Satria kesal.
"Mulai kumat nih narsisnya!" sahutku.
"Gue kan emang ganteng!" kata Satria.
"Iyain! Entar nangis!" ucap Arga mengejek.
Mendengar ejekan itu, kami tertawa kecuali Satria yang mendengus kesal.
* * *
Tbc
Part kali ini gaje ya? Wkwkwkwkwkwk
Jangan lupa voment
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...