Beberapa menit bersiap siap, aku memasukkan beberapa buku kedalam tas dan hendak turun.
Dengan langkah cepat aku menuju meja makan dimana semuanya sedang sibuk sarapan.
"Pagi semuaaa!" sapaku dengan riang. Mama dan kak Naya sama-sama membalas sapaanku, sementara Papa hanya diam tanpa menoleh sedikitpun ke arahku. Sepertinya papa masih marah.
Aku menarik kursi dan duduk di sebelah kak Naya. Mengambil dua lembar roti dan mulai mengolesinya dengan selai cokelat kesukaanku.
Kak Naya meneguk minumannya dengan tergesa, membuatku yang sedang memerhatikannya khawatir kalau dia akan tersedak.
"Naya pergi dulu ya! Ada kelas pagi, takut telat!" tukasnya. Menyalami Mama dan Papa kemudian berlari keluar.
Setelah Kak Naya sudah tak terlihat, aku kembali melanjutkan sarapan dengan memasukkan potongan roti kedalam mulutku.
Beberapa detik kemudian, kak Naya kembali dengan wajah datar.
"Ra! Ada yang nungguin lo di luar!" ujarnya. Aku menghentikan kegiatan mengunyah dan mendongak menatapnya.
"Siapa?" tanyaku. Seingatku tidak pernah janjian dengan siapapun untuk menjemputku. Atau mungkin Arga? Karena dia yang biasanya suka datang kerumah tiba-tiba untuk menjemputku dengan mendadak tanpa memberitahukan terlebih dahulu padaku.
"Mana gue tau!" jawab kak Naya mengangkat kedua bahunya acuh.
"Bukannya Arga?" aku kembali bertanya untuk memastikan yang datang itu Arga atau orang lain.
"Kayaknya nggak deh! Ini pake mobil yang waktu lo bilang itu supir grab!" ucapnya. Aku membelalakkan mata, baru kemarin saja Pak Revan disidang sama papa. Dan sekarang sudah datang lagi dengan mencari gara-gara.
Aku meneguk susu dan menandaskannya, kemudian berdiri serta menyalim Mama dan Papa. Buru-buru aku melangkah ke depan.
dari teras rumah, aku dapat melihat Pak Revan berdiri dan bersandar di badan mobilnya seraya berpose ganteng. Hebat sekali dia, berdiri aja sudah seperti model yang lagi berpose di depan kamera.
Aku berjalan semakin mendekat dan kulihat Pak Revan cengengesan disaat aku menghampirinya.
"Pak Revan ngapain kesini?" tanyaku saat jarak kami sudah dekat.
"Mau jemput! Kamu kesekolah sama saya!" jawabnya seraya memasukkan tangannya ke dalam saku celana.
Aku melongo mendengar jawaban Pak Revan.
"Bapak apa-apaan sih? Mending bapak berangkat duluan aja! Apa kata orang nanti kalo liat saya bareng Bapak!" ucapku menghentikan kegilaan pak Revan. Kenapa sih pak Revan jadi nggak waras gini?
"Saya nggak peduli apa kata orang-orang Ara! Toh saya nggak minta makan sama mereka. Dan satu lagi, jangan panggil saya bapak kalau di luar lingkungan sekolah!" mulai lagi deh sikap otoriter-nya itu.
Aku memutar bola mata seraya berkacak pinggang, sudah seperti emak-emak yang nggak dikasih uang bulanan."Saya nggak mau berangkat sama bapak! Saya mau berangkat sendiri aja!"
Pak Revan menatapku tajam dengan rahang yang mengeras.
"Jangan membantah Ara! Saya nggak suka dibantah!" ucapnya kesal. Apa segitu pengennya dia berangkat bareng sama aku?"Bapak suka maksa!" sahutku memberenggut kesal.
"Ara, kenapa belum berangkat?" suara Papa membuatku berjingkat kaget. Sejak kapan papa berada di belakangku?
"Pa! Pak Revan suka maksa aku! Marahin tuh Pa biar kapok!" aduku pada Papa. Biarkan saja Pak Revan diusir papa secara tak terhormat dari rumahku. Dan seratus persen ku yakin Papa akan berpihak padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...