Kakiku terasa pegal karena sedari tadi aku hanya berdiri, mulai di saat aku mengikuti pak Revan menuju sebuah ruangan yang bertuliskan 'RUANG KONSELING' bahkan aku sama sekali tidak ditawari untuk duduk sedangkan dia cuma berdiri membelakangiku membuatku hanya dapat melihat punggungnya yang tegap.
"Ara.....!"
Aku terkesiap mendengar suara bariton sexy itu memanggil namaku.
Pak Revan membalikkan tubuhnya menghadapku dengan senyuman yang terpantri di wajahnya.
Kayaknya Pak Revan salah makan. Karena tak biasanya pak Revan yang memiliki wajahnya sangar bak pembunuh bayaran ini terus saja tersenyum. Benar-benar terasa sangat aneh.
"Ara...! Saya rasa kamu kelihatan sedang menghindari saya. Apa ada sesuatu masalah?" suara Pak Revan terdengar membuka pembicaraan di suasana hening yang mencekam ini.
Nafasku tercekat mendengar penuturan pak Revan yang juga sedang menatapku penuh selidik.
"Tidak ada masalah Pak. Dan saya juga tidak berusaha menghindari Bapak !" jawabku berusaha menutupi wajahku terlihat cemas. Terutama takut bahwa Pak Revan menyadari aku yang berada di gudang sekolah.
"Benarkah....? Mungkin itu cuma perasaan saya," ucapnya membuat ku bernafas lega.
"Tapi saya melihat seseorang di gudang, dan orang itu sangat mirip denganmu Ara!" lanjutnya yang membuatku kembali merasakan keringat dingin.
Pak Revan melangkah mendekat menghampiriku yang sedang berdiri diam dan kaku.
"Haha.... Itu tidak mungkin pak, saya kan dihukum untuk membersihkan toilet. Bapak sendiri yang menghukum saya!" jawabku berusaha meyakinkannya.
"Saya sudah mencoba mencari kamu di semua toilet sekolah dan saya sama sekali tidak menemukanmu dimana pun" ucapnya seiring langkah Pak Revan yang semakin dekat. Dia baru berhenti saat sudah berdiri dihadapanku dengan jarak yang begitu dekat.
Aku mendongakkan kepala untuk melihat wajahnya yang juga sedang menatapku dengan senyum sinis di bibirnya.
"Jadi bagaimana menurutmu? Apa itu juga cuma imajinasi saya atau..... " Pak Revan menggantung ucapannya kemudian menundukkan kepala hingga bibirnya berada tepat disamping telingaku. Dadaku berdegup kencang menunggu apa yang akan dikatakannya. "... Kau memang berada disana Ara?"
Wajahku sudah pasti terlihat pucat ditambah deru nafas hangat pak Revan yang sedang berbisik menerpa kulit telingaku yang sensitif membuat tubuhku meremang.
"Kamu tidak perlu menyangkalnya lagi Ara. Aku tau bahwa itu kamu!" ucap pak Revan setelah ia mengangkat wajahnya dariku.
Nafasku tercekat dan lidahku terasa kelu untuk sekedar menyanggah ucapannya, karena yang dikatakan pak Revan benar adanya.
"Baik pak! Saya mengaku kalau saya berada di gudang sekolah dan saya melihat bapak dan bu Friska sedang... Sedang... Akhh!"
Teriakku frustasi karena tidak bisa mengungkapnya dengan kata kata-kata. "Pokoknya saya melihat dengan secara tidak sengaja!" ujarku akhirnya."Ternyata benar... " suaranya terdengar mengejek disertai dengan senyum sinis yang membuatku kesal. "Apa kau tidak punya sopan santun? Sehingga dengan beraninya kau mengintip orang lain?"
Dia yang berbuat hal yang tidak senonoh tetapi dia malah menyalahkanku yang mengintipnya? Kalau saja aku tidak berada di gudang aku juga tidak akan sudi mengintipnya yang sedang bermesum-ria.
"Pak, saya sudah mengatakan kalau saya tidak sengaja! Kenapa bapak menganggap bahwa saya tidak memiliki sopan santun?" tanyaku dengan perasaan kesal.
"Kalau kau tidak sengaja tidak melihat, kenapa kau tidak pergi saja? Kenapa malah diam saja? bukankah kau menikmatinya?" betapa brengseknya guru killer dari yang terkiler sang raja killer dengan wajahnya yang terkesan dingin itu! ingin sekali rasanya mencakar wajahnya yang sialnya tampan.
"Bapak yang ngak punya etika! Bapak sendiri yang melakukan hal yang tidak senonoh itu di gudang sekolah tapi malah menyalahkan saya. Bapak kan bisa melakukannya di tempat lain, bukannya di gudang sekolah! " ucapku dengan dada yang naik turun akibat tersulut emosi
"Selepas itu di gudang sekolah atau tempat lain itu hak saya bukan urusan kamu Ara! Jadi kamu tidak perlu menasehati saya!"
Ujarnya tenang seolah yang dikatakannya itu sama sekali tidak salah, seolah akulah yang salah karena sudah ketahuan mengintip mereka sedang..... Akhh!! aku tidak ingin mengucapkan hal menjijikkan itu."Tapi tidak di gudang sekolah juga pak! Gudang itu tempat umum! siapa saja bisa masuk kesana! Bapak mikir ngak sih?" aku sama sekali tidak peduli bahwa lawan bicara ku ini adalah pak Revan sang lucifer. Apa pentingnya juga buatku mendebatkan masalah yang tidak jelas seperti ini? Dan anehnya aku malah berakhir
Tersulut emosi yang begitu menggebu-gebu. Salah sendiri! Jawaban yang dilontarkannya membuatku ingin memaki."Jadi kamu menyalahkan saya?" tanyanya dengan raut wajah aneh.
"Iya! Ini salah bapak! Pak, anda itu benar-benar brengsek!!" aku langsung membekap mulutku menyadari kalau aku telah mengatakan sesuatu yang salah. Terlihat jelas pak Revan menatapku tajam dan rahangnya yang mengeras. Pasti pak Revan marah.
Jantungku rasanya mau copot, berdebar tak karuan dikarenakan tatapan yang mengintimidasi dari pak Revan yang seolah ingin menerkam, menggulitiku hidup-hidup.
"Ara...!" suara bariton itu kambali memanggil namaku kali ini tidak terdengar sexy melainkan aku merasa terancam.
Di detik selanjutnya pak Revan tiba-tiba memegang kedua bahuku serta mendorong tubuhku tembok hingga punggungku menyentuh permukaan tembok yang dingin.
"Pak! Ini apa-apaan sih?" tanyaku marah sambil berusaha mendorong dada bidangnya.
Wajah pak Revan tetap terlihat datar disaat aku terus saja mendorong dan memukul dadanya sekuat tenaga. Bahkan tubuhnya sama sekali tidak bergerak sedikitpun.
"Ssssstt... Diam Ara!" perintahnya kemudian mengangkat kedua tanganku ke atas kepala dengan kedua tangannya.
"Bapak mau ngapain? Jangan macam-macam kalo ngak saya bakalan teriak!" ancamku,tetapi pak Revan malah terkekeh dengan sebelah tangannya yang menahan kadua pergelangan tangan ku dan satu tangannya yang lain mencengkram rahangku mendongakkan kepalaku agar menatap wajahnya. Nafasku memburu keadaanku sekarang ini benar-benar sudah terperangkap.
"Saya akan tunjukkan padamu brengsek itu seperti apa!" gumamnya dengan tersenyum iblis.
Pak Revan menunduk sehingga wajahnya begitu dekat bahkan nafasnya menerpa kulit pipiku. Menampar pipiku dengan lembut.
"Pak lepasin saya, bapak tidak bisa seperti ini!" teriakku memperingatinya, serta aku yang terus saja menarik tanganku, mencoba melepaskan tangannya yang terus menahan pergelangan tanganku . Tetapi dia malah memiringkan wajahnya dan mendorongnya semakin dekat.
"Pak! Lepasin! Pak! Paaakk!" teriakku ketakutan kala bibirnya mendekati bibirku, bahkan sekarang bibirnya sudah berada beberapa senti dari bibirku . Kakiku terasa lemas dan tubuhku rasanya bergetar aku menutup metaku rapat-rapat tidak ingin menyaksikan ini. Tidak! ini tidak boleh terjadi!
Satu detik, dua detik, sampai lima detik belum terjadi apa-apa. Aku membuka mata dengan perlahan mencari tau apa yang sedang tarjadi.
Di saat aku membuka mata yang pertama kali kulihat adalah wajah pak Revan yang sedang tersenyum konyol.
Wajahku terasa panas, pasti pipiku sekarang memerah akibat menahan malu.
Pak Revan melepaskanku, menjauhkan tubuhnya dariku. Lalu kudengar suara tawanya menggema seolah sedang mengejekku.
Aku hanya megerucutkan bibirku sebal. Ternyata dia hanya mempermainkanku. Benar-benar menyebalkan, padahal aku tadi sudah ketakutan minta ampun.
Setelah meredakan tawanya, kurasakan tangannya menyentuh kepalaku dan mengusapnya.
"Saya hanya bercanda dan lihat reaksimu, sangat mengejutkan!" dia kembali tertawa keras sementara aku mengalihkan pandangan berusaha untuk tidak melihat wajahnya yang menyebalkan itu.Nyebelin
Brengsek
Gak punya akhlak
Gue benci pak Revan!!!
* * *
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
أدب المراهقينArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...