Aku membuka mata perlahan, pandanganku kabur saat melihat sekeliling ruangan. Aku mengerjap dan seketika bangkit duduk ketika mengetahui kalau ruangan ini bukan kamarku.
Ruangan ini pernah ku datangi sebelumnya. Ini kamar Pak Revan.
Mengetahui itu aku langsung mengintip pakaianku dari balik selimut. Aku bernafas lega karena pakaian masih lengkap melekat di tubuhku.
Suara pintu yang berderit terdengar. Aku menoleh dan dibuat jantungan kala melihat Pak Revan keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang melilit pinggangnya.
"IIIIHHH BAPAK MESUM!" teriakku.
Jantung berdegup kencang memukul-mukul dadaku dan pipiku memanas mendapati Pak Revan terdiam menatapku dengan penampilan nyaris telanjang, ditambah air yang menetes dari rambutnya yang basah mengalir di leher lalu turun ke perut kotak-kotak yang keras.
"Kenapa masih menatap saya dengan mata yang seolah ingin memakan saya?" tanyanya menyeringai.
Tersadar, aku berbalik membelakangi Pak Revan menutup kedua mataku malu.
Beberapa detik kemudian kedua tangan Pak Revan yang dingin menyentuh bahuku yang terbuka seraya menunduk. "Cepatlah mandi atau-" mulutnya mendekat ke telingaku, "-mau saya mandiin?" bisiknya.
Menutup telinga, aku menoleh dengan pandangan horor ke arahnya. Tanpa menunggu lebih lama lagi aku berlari ke kamar mandi dan menguncinya lantaran takut Pak Revan masuk.
Aku menetralkan nafasku sembari menatap wajah panikku di cermin.
aku menurunkan resleting gaun yang berada di punggung dan dress yang ku pakai sebelumnya kini jatuh di atas lantai.
Melihat pantulan tubuhku di depan cermin, mataku melebar, tanganku gemetaran menyentuh bercak-bercak merah yang memenuhi dadaku. Satu, dua, tiga, tujuh, tidak! Sembilan! Sembilan tanda merah keunguan itu mengiasi dadaku.
Memakai kembali dressku. Aku melangkah lebar bak kesetanan membuka pintu kamar mandi secepat kilat, aku berlari ke arah Pak Revan yang masih belum mengenakan pakaian.
"Kau-!" telunjukku mengacung di hadapannya napasku naik turun.
Ia menatapku heran, menungguku mengatakan sesuatu.
"Apa yang Bapak lakukan padaku semalam? Da-daku ada a-da" gagapku. "Ki-kita tidak melakukan itu kan? Aku ti-tidak akan ha-hamil kan?" ucapku seperti orang linglung.
Aku melompat-lompat dan menghentakkan kakiku. Tetapi sama sekali tidak merasakan sakit di selangkanganku. "A-ku ma-masih perawan kan? Itu aku nggak ngerasa sakit sama sekali!" terangku dengan masih saja melompat.
Pak Revan meraih bahuku dan menguncang tubuhku layaknya boneka, "kamu tidak akan hamil! Kita tidak melakukannya!"
Tubuhku lemas, aku mengelus dadaku lega. "Ja-jadi kita tidak melakukannya?" tanyaku memastikan.
"Tidak! Kita tidak melakukannya!" jawabnya.
"Syukurlah!" gumanmu setelah merasa tenang.
Kembali teringat tanda di dadaku, aku kembali menatapnya berang. "Tapi Bapak buat tanda di dadaku! Bapak Brengsek! Mesum! Cabul! Buaya!" pekikku memukul-mukul dadanya yang bidang dengan kedua lenganku.
"Ara hentikan!" Pak Revan menangkup kedua pergelangan tanganku.
Aku menghempaskan tangannya, "seharusnya aku berhati-hati kalau dekat dengan Bapak! Seharusnya aku menjauh dari Bapak setelah aku pertama kali melihat Bapak dan Bu Friska di gudang!" ujarku emosi.
Pak Revan hanya diam tak membantah ucapanku.
"Setelah melakukan itu dengan Bu Friska, kini Bapak mau melakukan itu padaku kan? Jangan macam-macam! saya bisa membunuh anda jika anda melakukan itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...