Berjalan mondar mandir sambil menggigit kuku ibu jari, aku sekarang sedang berpikir apakah aku harus memanggil seorang satpam atau tidak untuk membukakan pintu gerbang besi setinggi dua meter itu. Aku juga sudah memastikan apakah ini benar alamatnya, dan si supir taxi mengatakan bahwa alamatnya benar sebelum dia meninggalkanku berdiri sendirian di depan gerbang rumah besar yang terlihat mewah.
Aku heran, kenapa seorang yang bekerja sebagai seorang guru memiliki hunian bak seorang CEO?
Mataku celingak-celinguk melihat sekitar untuk mencari seseorang yang bisa aku minta pertolongan.
Menyerah, aku berbalik dan menyandarkan punggung di pintu gerbang menunggu seseorang agar segera menyadari kehadiranku.
Lama menunggu, akhirnya aku berniat untuk pulang tak peduli dengan obat pak Revan yang masih ada di dalam tas.
Baru dua langkah aku melangkah, terdengar suara dari arah belakang. Aku memutar tubuh seratus delapan puluh derajat dan menemukan seorang bapak yang usianya sekitar empat puluhan.
"Mau cari siapa dek?," tanya bapak itu.
"Pak mau nanya, ini benar rumahnya Pak Revan?" tanyaku yang dibalas anggukan kepala dari sang bapak.
"Iya dek, mau ngapain kesini?"
Aku segera mengeluarkan tas kresek berisi obat dari dalam tasku, kemudian menunjukkannya kepada si bapak."Ini pak, saya mau ngatar obat Pak Revan," jawabku.
"Oh, mari dek masuk aja. Tadi bapak abis dari toilet makanya lama" ucapnya menjelaskan seraya membukakan pintu gerbang.
"Makasih pak!" ucapku lalu melangkah memasuki halaman rumah yang luas menuju pintu utama.
Sesampainya, aku mengangkat tangan hendak menekan bel. Tapi aku menghentikan gerakanku, ragu, lalu mundur selangkah kebelakang.
Menghembuskan nafas panjang, aku meyakinkan diri untuk segera menekan bel. Suara bel berbunyi, tak lama kemudian muncul seorang wanita paruh baya yang masih keliatan cantik dan awet muda dari balik pintu.
"Ada apa ya?" tanyanya, dan ku yakin wanita di depanku ini adalah ibunya Pak Revan. Pantas saja Pak Revan tampan ternyata dari gen ibunya.
Aku mendadak gugup kemudian tersenyum. Entah kenapa aku malah tersenyum lebar, seperti mau ketemu camer saja! It's okay !Senyum itu ibadah!
"Mau mengantar obat Pak Revan bu," jawabku dengan suara pelan.
Kulihat ibu itu tersenyum aneh, entah apa maksudnya."Mari masuk!" ujarnya.
Aku melangkah memasuki rumah dengan mataku yang memerhatikan sekitar.
"Antarkan saja obatnya ke kamar Revan nak! Kamarnya ada di atas dengan pintu warna coklat!" titah ibunya Pak Revan.
Aku mengernyit, bingung kenapa aku yang harus mengantarnya langsung ke kamar Pak Revan. Padahal niatku setelah memberikan obat ini langsung pulang tanpa harus bertemu dengannya.
Tapi melihat ibunya Pak Revan yang sedang sibuk didepan kompor, membuatku tak tega untuk menolak.
Berjalan menaiki tangga,al akhirnya aku sampai tepat didepan pintu warna cokelat yang dikatakan ibunya Pak Revan bahwa ini adalah kamar Pak Revan. Aku mengetuk pintu dengan perlahan, terdengar suara grasak-grusuk dari dalam. Dan tak lama kemudian Pak Revan muncul membukakan pintu dengan wajah yang terlihat baik-baik saja. Bukannya dia sedang sakit? Kenapa dia malah terlihat segar bugar?
"Hmmm... Pak, ini obatnya," ucapku seraya menyodorkan pelastik berisi obat dengan kaku.
Dia hanya memandangi obat ditanganku tanpa ada niatan untuk mengambilnya. "Masuk!" titahnya singkat dan padat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Ficção AdolescenteArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...