Ekstra part 3

47.1K 1.3K 23
                                    

Aku duduk di meja makan sembari memerhatikan Bunda dan istriku yang sibuk menyiapkan sarapan.

"Evan, kenapa mukanya kecut gitu?" Bunda bertanya.

"Bunda Mah ngambil istri aku nggak dibalikin lagi! Aku semalama tidur sendirian!" keluhku masih tak terima.

"Lah cuman gara-gara itu? Selama ini juga tidur sendirian nggak ngeluh kamu," sahut Bunda seraya menarik kursi di depanku.

"Sekarang beda Bunda! Waktu itu masih bujang, sekarang kan dah punya istri!" jawabku.

"Bunda cuma minjam istri kamu semalam aja udah marah gini sama Bunda, pelit kamu!" katanya. "Masih ada malam berikutnya buat berantakin kasur, nggak usah lebay kamu!" lanjutnya santai.

"Mas, mau aku buatin kopi? Kamu suka minum kopi kan kalau sarapan?" Ara bertanya padaku sembari melepas apron-nya.

Ketika ia hendak berbalik aku bersuara, "sayang mau kemana?"

"Mau buatin kopi," jawabnya.

"Nggak usah sayang, sini temani aku sarapan."

Ara berjalan mendekat, lalu menarik kursi di sampingku. Kami sarapan dengan tenang.

Usai sarapan aku berdiri. "Nanti siang datang ke kantor ya, kita makan siang bareng. Aku nanti suruh Nuan jemput kamu," ucapku.

Ara menoleh dengan mulutnya yang masih mengunyah. "Mau aku siapin makanan?" tanyanya setelah menelan makanannya.

"Nggak usah, kita makan di resto aja" ujarku. Ia mengangguk mengerti.

"Sayang aku pergi dulu," pamitku lalu menunduk mencium pipinya. Sebenarnya aku ingin menciumnya di bibir tapi Bunda terus memerhatikan kami.

Ia meraih tanganku lalu menciumnya. "Nih tangannya aku tandain pake bekas minyak di bibirku," serunya nyengir kuda padaku.

Aku terkekeh merasa gemas kemudian mencubit hidungnya membuatnya merengek minta dilepaskan.

"Hati-hati mas." ucapnya

Aku melangkah ke arah Bunda lalu menyalim tangan beliau. Kemudian berangkat kerja.

* * *

Saat sibuk di depan laptop, pintu terbuka memperlihatkan Nuan yang sedang mengantar istriku.

Kulihat mereka berbincang sebentar. Ara mengucapkan terima kasih sembari tersenyum, Nuan juga balas senyum tak kalah lebarnya. Ku perhatikan sedari tadi mereka berbincang, Nuan tak henti-hentinya tersenyum membuatku kesal. Entah apa maksud senyumannya itu?

Setelah Nuan pergi, Ara masuk tak lupa menutup pintu kembali. Ia perlahan mendekat menghampiriku. Tapi aku malah pura-pura sibuk padahal mataku sesekali meliriknya.

Ia memeluk leherku dari belakang memberi satu kecupan di pipiku.

"Sayang, lain kali nggak boleh senyum-senyum Nuan," cetusku tiba-tiba.

Ara meletakkan dagunya di bahuku. "Kenapa?" tanyanya.

"Aku nggak suka," jawabku.

"Masa ngucapin terima kasih muka aku harus jutek? Kamu aneh deh!" Ara semakin mengeratkan pelukannya di leherku membuatku merasa tercekik.

"tetep nggak boleh, Nuan natap kamu terus, aku nggak suka!"

Ia melepaskan pelukanya lalu pindah ke dapanku. "Iya, nggak akan lagi. Kamu cemburuan amat!"

Aku berdiri, menariknya mendekat, menorong pelan hingga pinggangnya menyentuh meja kerjaku. Aku meletakkan tanganku di kedua sisinya, memenjarakannya.

"Aku kaget kamu narik-narik kayak gini!" kesalnya.

Mr.Teacher Pervert [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang