Pandi muncul setelah beberapa saat tadi pergi ke kantor guru. Di tangannya ia membawa lembaran kertas.
"Ini lembar jawaban bakalan gue bagi!" tutur Pandi lalu memanggil satu persatu nama siswa untuk mengambil lembar jawaban mereka untuk melihat nilai ujian.
Semua sudah dibagi, semua nama sudah dipanggil kecuali aku. Aku menghampiri Pandi yang hendak duduk di mejanya.
"Pandi!" panggilku. "Kok nama gue nggak di panggil?"
Ia menoleh seraya tertawa kecil. "Hampir gue lupa!" cengirnya. "Pak Revan nyuruh gue buat bilang ke lo kalau lo harus temui dia di kantor!"
"Sekarang?" tanyaku.
"Iya!"
Aku terdiam sebentar lalu mengangguk. Setelah itu aku langsung keluar kelas.
Perjalanan menuju Kantor, aku berpapasan dengan Arga. Ia baru saja balik dari kantin dengan membawa dua botol minuman di tangannya.
Aku menghentikan langkah, tersenyum padanya. "Hai Arga!" sapaku ramah.
Ia bungkam lalu berjalan melewatiku.
Aku menoleh padanya dengan pandangan sedih. Bertanya dalam hati sampai kapan Arga akan terus mengacuhkanku.
Tak mau memikirkannya terus aku melanjutkan langkah.
Menuruni tangga nampak Pak Revan berdiri di bawah sana. Aku mempercepat gerakan kakiku menghampirinya.
"Bapak manggil saya? Ada apa Pak?" tanyaku basa-basi, tentu saja aku tau kalau maksud dia menyuruhku menemuinya adalah untuk mengikuti Remedi.
"Ikut saya!" titahnya.
Aku berjalan cepat sedikit berlari di belakangnya. Kasulitan mengikuti langkah lebar kaki panjangnya.
Akhirnya kami berhenti di depan ruangan kosong. Ruangan dimana dulu Pak Revan menyatakan perasaannya padaku.
Ia membuka pintu lantas menyuruhku untuk masuk.
Di dalam ruangan yang sunyi aku diam berdiri mengamati Pak Revan yang mengambil sebuah kertas di dalam laci.
Ia mendekat, memegang kedua bahuku, menyetir tubuhku untuk duduk. Ia juga meletakkan kertas dan pulpen di atas meja, di hadapanku.
"Kerjakan soalnya!" perintahnya.
"Pak!" aku memanggilnya. "Yang Remedi cuma saya?"
"Iya!" jawabnya singkat.
Aku mengambil kertas soal membaca pertanyaan dan deretan angka yang tertera.
Aku mengambil pulpen dan mulai mengerjakan soal. Tenang saja, beberapa sudah ku pahami karena aku meminta Tania mengajariku.
Katika sedang sibuk mengerjakan soal. Pak Revan berdir di belakangku. Kedua tangannya bertumpu di atas meja mengukungku. Kepalanya menunduk.
"Salah satu soal satu ciuman! Kamu yang cium saya!" ucapnya berbisik di belakang telingaku.
Tubuhku menegang Mendengar suara rendahnya. aku menoleh ke arahnya dengan wajah ngeri. Detik berikutnya aku langsung membereskan kertas dan pulpen lalu berdiri.
"Saya kerjakan di kelas aja Pak!" seruku hendak berlari. Tapi bahuku malah di tahan Pak Revan. Ia menarikku dan mendorong bahuku agar aku kembali duduk. Tangannya menekan bahuku agar tetap diam di tempat.
"Kerjakan di sini!"
"Tapi Bapak jangan macam-macam!" berangku.
Ia terkekeh dengan kepalanya menunduk hingga suara kekehannya membuat sekujur tubuhku merinding. "Peraturan saya harus kamu turuti. Sekarang kerjakan soalnya. Kalau tidak kamu tidak bisa keluar sampai kamu selesai mengerjakannya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...