42

36.8K 1.5K 10
                                    

"Miranda?" gumam Pak Revan.

Detik berikutnya si Sekretaris datang dengan berjalan tergopoh. Wajahnya pucat takut Pak Revan marah.

"Maaf Pak! Saya sudah melarangnya tapi dia tetap memaksa masuk!" ucapnya cemas.

Aku berdiri dari pangkuan Pak Revan dan Ia juga ikut berdiri di sampingku. Kami berdua masih menatap wanita di hadapan kami dengan pandangan yang berbeda.

Pak Revan tampak terkejut sementara aku bertanya-tanya Miranda siapanya Pak Revan? Ada hubungan apa mereka?

Wanita itu tersenyum lebar lalu berbegas mengahampiri Pak Revan dan memeluknya erat.

Aku hanya memandang mereka dengan wajah datar. Dadaku terasa sesak melihat wanita itu yang tanpa sungkan dan begitu nyaman dalam pelukan Pak Revan. Seolah mereka kenal dekat dan memiliki hubungan di masa lalu.

"Miranda lepas!" Pak Revan menarik lengan wanita bernama Miranda itu agar melepas pelukannya di leher Pak Revan.

"Nggak mau!" wanita itu kembali memeluk Pak Revan.

Kulirik wajah Pak Revan yang tampak kesal.

"Miranda! Saya bilang lepas!" tegas Pak Revan dan kini mendorong wanita itu agak keras membuatnya menjauh.

"Revan kau bersikap kasar padaku!" teriak wanita itu. Aku bahkan terkejut mendengar suara nyaring dari mulutnya.

Pak Revan tidak terpengaruh dengan teriakan wanita bernama Miranda itu. Ia hanya diam seraya memasukkan kedua tangannya dalam saku celananya.

"Revan makasih kamu mau menerima kontrak kerja sama dengan Daddy. Dia bahagia dan sangat berterimakasih kau mau menyuntikkan dana ke perusahannya," Miranda kembali mendekat dan menyentuh lengan Pak Revan. Dia tak canggung sama sekali padahal aku berdiri di depan mereka.

Pak Revan menarik tangannya, lalu merangkul pinggangku posesif dihadapannya. "Saya melakukan itu karena Ayah saya yang menyuruh saya menerima tawaran Daddymu!" jawaban Pak Revan membuat Miranda tak puas dan kesal. Mata wanita malah menatapku sinis.

"Ok, bertambah lagi wanita yang membenciku! Sungguh pencapaian yang sangat luar biasa Ara!" batinku nelangsa.

"Dia siapa? Jangan bilang dia pacarmu?" hardik Miranda tak terima.

"Bukan urusanmu! Sekarang pergi dari sini!" ucap Pak Revan penuh penekanan.

"Kamu ngusir aku?" pekiknya.

Wajah Pak Revan datar. Ia menuntunku mengikuti langkahnya dengan tangannya yang masih menahan pinggangku. "Kamu lapar? Kita bisa berhenti di suatu tempat jika kamu ingin makan."

Aku menggeleng, mataku melirik wanita yang masih berdiri kaku memerhatikan kami. "Nggak, langsung pulang aja!" jawabku.

Saat berpapasan dengan si Sekretaris, Pak Revan menghentikan langkahnya.

"Bawa wanita itu keluar dari ruangan saya!" perintahnya, wajah Pak Revan terlihat masam. Ia kesal.

"Ba-baik Pak!" jawab si Sekretaris patuh.

Pak Revan kembali melanjutkan langkahnya dengan masih menarik pinggangku.

"Revan! Kamu nggak bisa giniin aku!" teriak wanita itu sama sekali tak di dengarkan Pak Revan.

Selama perjalanan menuju basemant Pak Revan hanya diam, dan aku tak berani memulai pembicaraan.

* * *

Aku terus-terusan melirik ke arah Pak Revan yang fokus menyetir. Aku ingin bertanya tentang wanita yang bernama Miranda itu, tapi takut kalau ia enggan menjelaskan dan marah.

Mr.Teacher Pervert [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang