04

100K 3.2K 122
                                    

Setelah kejadian dimana Pak Revan mengetahui bahwa akulah orang yang telah memergoki dia dan Bu Friska di gudang sekolah. Aku berusaha untuk mengindari pak Revan dan menjaga agar komunikasi di antara kami minim kalau perlu tidak usah berbicara sedikitpun, biarkanlah kami seperti dua orang yang tidak saling mengenal. Diri ini enggan untuk berbicara bahkan untuk menatap wajahnya saja enggan. Apalagi disaat dia membuatku salah paham kala dia hendak menciumku yang ternyata cuma untuk mempermainkanku sungguh itu membuatku malu luar biasa.

"Ara.....! Bisa bantu saya membawakan buku ini ke kantor?" orang yang selalu saja aku hindari tiba-tiba saja memanggilku disaat aku hendak berjalan keluar kelas karena beberapa detik yang lalu bel sudah berbunyi memberitahukan bahwa sudah waktunya untuk pulang.

"Kenapa harus saya pak? Kenapa gak si Pandi aja, dia kan ketua kelas?" Pak Revan mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan ku.

"Pandi sudah saya suruh mengantarkan buku absen ke wali kelas kalian" jawabnya.

"Tapi pak, saya kan cewek! Masa saya yang harus bawa buku sebanyak itu, kenapa gak si Rudy aja dia ka.... "

"Ara....! Susah banget minta tolong sama kamu" dia memotong ucapanku sebelum aku menyelesaikannya. Apa tadi dia bilang? Susah minta tolong sama aku? Bukannya susah. Hanya saja aku tidak mau terlalu lama bersamanya!

"Bawa ini ke kantor! Kalau berat saya akan bantu kamu membawanya!" perintahnya tak terbantahkan.

Walaupun dalam hati ingin lari, kabur dari pak Revan. Tetapi tetap saja aku mengangkat dan membawa buku itu menuju kantor guru.

"Bukunya taruh dimana pak?" tanyaku sesudah sampai di kantor. Aku mengedarkan pandangan dan kulihat beberapa guru masih berlalu lalang di area kantor guru. Entah apa urusan mereka.

"Letakkan saja di atas meja saya," Pak Revan mengangkat dagunya menunjuk ke arah salah satu meja.

Tanpa pikir panjang aku langsung meletakkan buku yang sedari tadi kubawa ke atas meja yang ditunjukkan pak Revan. Kemudian aku berbalik menghadap pak Revan izin ingin pulang. "Kalau begitu saya permisi Pak" ucapku hendak melangkah.

"Siapa bilang kamu sudah boleh pulang?" aku mengurungkan niatku saat mendengar pak Revan berucap.

"jadi, apa lagi yang harus saya lakukan pak?" tanyaku bingung.

"Kamu bisa membuat kopi?" bukan menjawab pertanyaanku pak Revan malah mengutarakan pertanyaan .

"Bisa pak!" jawabku. Tentu saja aku bisa membuat kopi, karena aku sudah terbiasa membuat kopi dirumah untuk papa walaupun itu sebenarnya tugas Mama untuk menyuguhkan kopi untuk suaminya. Jadi anak yang berbakti kan tidak salah!

"Kalau begitu buatkan saya kopi!" ucapnya memerintah. Meresahkan sekali guru yang satu ini.

Tanpa mau repot-repot berdebat dengan si sinting math teacher satu ini, aku melangkahkan kakiku menuju pantry yang berada di ujung kantor guru. Kemudian mengambil bubuk kopi beserta gula untuk segera membuat kopi.

"Ini Pak kopinya," aku meletakkan kopi dengan hati-hati di atas meja tepat disamping pak Revan yang sedang menulis sesuatu. "Jadi saya sudah boleh pulang kan pak?"

"Masih ada lagi!" ucapnya tanpa mengalihkan tatapan dari kertas dihadapannya.

Aku mengernyit bingung menunggu apa yang akan dikatakan pak Revan.

"Meja saya ini berdebu, dan itu mengganggu penglihatan saya. Jadi..... " pak Revan memutar tubuhnya menatapku
"... Bisa tolong bersihkan meja saya?"

What?! yang bener aja! Meja kinclong gitu dibilang berdebu! Dan apa dia bilang? Mengganggu penglihatannya? Emang pak Revan bisa melihat butiran debu dengan ukuran super kecil maha dahsyat itu? Kalau bisa, mata pak Revan memang luar biasa hebat!

Yang Mulia Pak Revan yang Maha-diktator ini memang seenaknya saja, membuat orang-orang yang berurusan dengannya harus memiliki banyak-banyak stok kesabaran! Kalau semisal membunuh itu halal, orang yang pertama akan aku bunuh sudah pasti pak Revan!

Ok jiwa psycopat-ku mulai kambuh.

"Kanapa harus saya Pak? Emang tukang bersih-bersih di sekolah ini dimana Pak? Kalau saya yang ngerjain makan gaji buta dong mereka Pak!" dumelku kesal.

Duh pengen cepet pulang terus rebahan.

"Sekarang cuma kamu dan saya yang berada disini" aku mengedarkan pandangan ke satiap sudut ruangan, dan benar semua orang sudah pulang menyisakan aku dan Pak Revan di ruangan yang mencekam ini. "Jadi, mau tidak mau cuma kamu satu-satunya yang dapat saya minta bantuan" lanjutnya.

"Emang bapak gak bisa lap sendiri?" masa bodoh tentang sopan santun. Pasalnya satiap berbicara degan pak Revan mengakibatkan migrain mendadak.

"Saya sibuk! Kamu ngak liat saya lagi nulis?!" aku mengelus dada mencoba untuk tetap tegar. Untung aja pak Revan seorang guru disekolah ini, yang harus saya hormati. Kalau tidak sudah dari awal aku pengen nampol kepalanya. Kalau perlu sampe geger otak sekalian.

"Kalau saya sudah selesai. Saya boleh pulang kan pak?"

"Tentu saja."

Dengan gerakan secepat kilat. Aku langsung kembali menuju pantry untuk mencari kain lap. Aku harus cepat-cepat menyelesaikan misi dari pak Revan. Agar bisa secepatnya pulang, bebas dari Pak Revan! SEMANGATTT!!

* * *

Akhirnya....! aku sekarang sudah bebas dari kekejaman dan penganiayaan dari sang ibl... Ups, maksudku Pak Revan. Dan saatnya menunggu angkot untuk pulang.

Kali ini aku menunggu angkot karena tadi mama nelpon kalau supir mama ajak ke salon. Berakhirlah aku berdiri planga-plongo kayak orang bodoh. Mau pesen taxi mahal, harus hemat pokoknya.

Aku duduk di halte sendirian. Entah kenapa halte ini sepi, biasanya selalu ramai.

Lama duduk sendirian sambil menunggu angkot datang, tiba-tiba sebuah mobil marchenes-benz warna silver berhenti tepat di depanku.

Sang pemilik mobil menurunkan kaca mobilnya sehingga aku dapat melihat wajah menyebalkan nan angkuh itu. Siapa lagi kalau bukan Pak Revan.

Pasti kalian bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang guru memiliki mobil mahal seperti itu, walaupun sekolah tempatku menempuh pendidikan adalah sekolah elit, mustahil saja seorang guru biasa memiliki mobil seperti itu. Apa mungkin Pak Revan memiliki pekerjaan sampingan? Apa Pak Revan simpanan tante-tante kaya raya? Akupun tidak tau, tidak penting juga buatku mengurusi kehidupannya.

"Sepertinya disini susah ada angkot yang lewat. Bagaimana kalau saya antarkan kamu pulang?" lamunanku buyar saat mendengar suara pak Revan yang menawarkan untuk mengantarku.

"Tidak usah pak, sebantar lagi pasti angkot-nya akan datang" ujarku menolak tawarannya.

"Biar saya antarkan kamu pulang! Sebagai bentuk terima kasih sudah membantu saya tadi!" ucap pak Revan keukeuh tetap ingin mengantarku pulang. Apaan sih ni orang?

"Tak perlu pak, saya ik.... "

"Ara! Saya tidak suka penolakan" ucapnya penuh penekanan. Ada apa dengan dia? sudah dibilang kalau saya tidak mau tetapi tetep saja ngotot.

"Tapi pak, sa.... "

"Atau perlu saya menggendong kamu masuk kedalam mobil saya?" sekali lagi dia memotong ucapanku sebelum aku menyelesaikannya. aku mengelus dada sabar. Selain nyebelin Pak Revan ternyata juga pemaksa.

Dengan langkah ogah-ogahan aku berjalan menuju mobil Pak Revan dan membuka pintu penumpang. Sebelum sempat aku mendaratkan bokongku, Pak Revan kembali bersuara.

"Ngapain kamu duduk di belakang? Emang saya supir kamu? Duduk di depan!" titahnya.

Aku mencibikkan bibir kesal, kemudian menutup pintu mobil dan beralih ke kursi tepat di samping pak Revan. Beberapa detik kemudian pak Revan menginjak pedal gas melaju melewati jalanan.

* * *

Mohon untuk vote dan follow ya! Soalnya itu berarti banget buat aku... Mohon dukungannya guys😊😊😊

Tbc

Mr.Teacher Pervert [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang