18

45.6K 1.9K 42
                                    

Aku duduk diam mendengarkan bu Friska yang sedang menjelaskan. Mataku memang menatap ke arahnya, tetapi pikiranku berkelana.

Otakku tidak bisa diajak kompromi untuk tidak memikirkan soal pak Revan yang selama ini diam-diam menyimpan fotoku.

Terus saja aku berpikir keras mencari jawaban. Tetapi hasilnya nihil, walaupun mungkin aku berpikir sambil salto dan kayang juga tetep tidak menemukan jawaban.

Aku harus apa? Aku semakin merasa was-was dengan pak Revan, takut kalau dia punya niat buruk terhadapku.

Aku harus memikirkan strategi apa yang harus kulakukan untuk menghentikan kegilaan pak Revan.

Mengingat kejadian semalam, aku jadi kembali kesal. Bahkan semalam aku menampar dengan sekeras yang bisa aku lakukan atas tindakan kurang ajarnya itu, hingga tanganku terasa panas.

Langsung saja semalam aku pulang dan naik taxi tanpa peduli apa yang dia pikirkan terhadapku. Manusia laknat memang harus dikasih pelajaran.

Mendengar suara bel dan bu Friska yang beranjak dari kursinya, membuat suasana yang tadinya sunyi menjadi rusuh.

"Ra, yuk ke kantin!" ajak Arga sembari merangkul bahuku menarikku agar mengikutinya. Sementara Tania sudah berjalan duluan didepan kami. Sudah dipastikan dia akan ke kelas Dava terlebih dahulu.

Melihat pak Revan yang keluar dari kelas, aku melepaskan rangkulan Arga."Lo duluan aja! Gue masih ada urusan!" ucapku lantas melangkah mengejar pak Revan.

"Pak!" panggilku berhasil menghentikan langkah pak Revan.

Dia berbalik seraya mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya 'ada apa?'

Aku dapat melihat sebelah pipinya yang masih memerah bekas tamparanku. Sekeras apa rupanya tamparanku hingga meninggalkan bekas? Diam-diam aku tersenyum bangga melihat karyaku di wajah pak Revan.

"Saya mau bicarakan sesuatu dengan bapak!" tuturku meneliti perubahan mimik wajahnya. Dan hasilnya wajah datar itu yang dia tunjukkan, membuatku tidak tau apa yang sekarang sedang dia pikirkan.

"Katakan apa yang ingin kamu bicarakan!" ucapnya.

Aku mendadak gugup kemudian menjawab,"Tapi tidak disini pak!"

"Kalau begitu kita bicarakan di kantor guru!"

"Tidak...!"

Mana bisa begitu! Kalau bicara sekarang aku tidak akan bisa menyiapkan rencanaku. Yah sekarang aku tau apa yang harus aku lakukan.

Dia mengerutkan alis menatapku bingung.

Berdehem, aku kembali mengutarakan maksudku."Maksud saya, itu... anu.. saya akan menunggu bapak di kelas saya, dan kita berbicara setelah pulang sekolah!" cicitku. Rasanya aneh mengatakan ini pada pak Revan.

"Baik!" ucapnya singkat lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Rencanaku akan segera dimulai.

* * *

Aku sedang membenarkan letak ponsel yang ku letakkan di atas meja dekat pintu.

Sengaja aku memilih meletakkannya di situ agar mudah nantinya melarikan diri jika ketahuan pak Revan. Dan juga, itu tempat yang strategis karena dapat merekam sebagian besar dari ruangan kelas.

Beberapa kali aku menggeser posisinya agar pas. Menutupinya dengan tasku agar tidak ketahuan dan hanya kamera ponsel yang menyempil keluar.

Setelah semuanya beres, aku melangkah ke meja guru kemudian duduk di atas meja.

Mr.Teacher Pervert [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang