Menuruni satu demi satu anak tangga dengan tergopoh. Aku menuju dapur dan melihat mama dan papa masih sarapan.
"Mama kok nggak bangunin Ara sih? Jadi kesiangan kan!" rengekku. Aku meraih gelas berisi susu di atas meja kemudian meneguknya hingga tandas. Tak peduli susu itu milik siapa, karna sudah tak ada waktu untuk sarapan dan membuat susu.
"Heh! Itu punya mama!" dumel mama kesal sementara aku tersenyum tanpa dosa.
"Anak gadis kok bangunnya kesiangan? Makanya jangan begadang, dan setelah sholat jangan tidur lagi! Kalau telat kamu juga yang repot!" aku hanya nyengir mendengar apa yang papa katakan. Papa kalo ngomong kadang suka bikin sakit hati.
"Mau papa anterin kesekolah?" tanya papa.
Aku menggeleng kemudian menjawab."Nggak perlu pa, Ara udah pesen ojol, bentar lagi nyampe."
"Sebaiknya Ara nunggu di depan aja. Ara pergi dulu!" aku meraih tangan papa dan menyalimnya lalu kulakukan hal yang sama pada mama, yaitu menyalim tangan mama supaya jadi anak yang berbakti kepada orang tua.
Di luar, aku malah menemukan pak Revan sedang berdiri seraya bersedekap dan mengintai pergerakanku.
Aku bersikap acuh dengan melewatinya tanpa sedikitpun menoleh. Tetapi dia malah menahan lenganku agar aku berhenti.
"Ara, kita harus bicara! Masalah kemarin saya minta ma... "
"Bukankah sudah saya katakan jangan pernah menunjukkan wajah anda di hadapan saya! Dan jangan pernah berbicara padaku!" ujarku sama sekali tidak berani menatap matanya.
Dia hanya diam, meregangkan tangannya yang menggenggam lenganku.
Aku menarik lenganku hingga ia melepaskan genggamannya. "Jangan halangi saya! Saya sudah terlambat!"
Dia kembali menarik lenganku. Aku menatap kesal ke arah pak Revan yang selalu menunjukkan ekspresi datar itu.
"Bapak apa-apaan sih?"
"Akan saya antar kamu kesekolah!" sahutnya.
"Nggak perlu! Saya sudah pesan ojek. Mending bapak pergi saja!"
"Saya akan tetap melakukannya!" jawabnya membuatku semakin kesal.
"Nggak mau! Dasar pemaksa!"
"Lepaskan brengsek!" aku menarik lenganku, tetapi dia malah mempererat genggamannya di lenganku.
Tiba-tiba motor berhenti di hadapan kami. Dan si pengendara menoleh dan bertanya padaku. "Mbak Ara kan?"
Dasar! Driver ojol kurang ajar! Aku pake seragam sekolah gini dipanggil mbak!
Walaupun begitu, aku tetap menjawab."Iya mas"
"Ini mbak pake helm-nya biar aman, nanti kalau ada kecelakaan kepala mbak nggak terluka. Siapa yang tau kalau nanti ada kemalangan yekan?" titah si Driver ojol.
"Mas, bisa lepasin tangan mbak-nya! Kalau mau pacaran nanti aja! Mbak-nya mau saya anter ke sekolah!" ingin sekali rasanya menonjok wajah tengil si Driver ojol yang sekarang sedang nyengir.
Aku menginjak kaki pak Revan dengan keras lalu dengan cepat menarik tanganku. Aku meraih helm yang disodorkan si Driver ojol, kemudian memakainya.
"Dia bukan pacar saya ya mas! Jangan salah paham!" ujarku seraya menaiki motornya.
"Ara! Turun sekarang atau kamu akan tau akibatnya!" ancaman pak Revan sama sekali tidak membuatku menurutinya. Tetap saja aku masih berada di atas motor si Driver ojol. Lebih baik aku berangkat dengan Driver ojol tengil ini daripada dengan si mesum pak Revan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr.Teacher Pervert [Completed]
Teen FictionArabella Pramudhita yang sudah kelas dua belas yang dimana tahun depan dia akan lulus dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi malah berurusan dengan guru matematika baru disekolahnya. Kehidupan nyaman Arabella harus berakhir setelah...