Epilog

427 248 71
                                    

Epilog

Linangan air mata Sena tidak berhenti, justru semakin deras ketika dia meraba nisan yang ada di depannya.

Sesak rasanya napas Sena, ketika membaca tulisan yang ada pada nisan tersebut.

ALFITO ADITAMA
BIN
ANDI ADITAMA

Sena memeluk nisan itu sambil menangis merangung-raung, dia tidak menyangka bahwa Tuhan telah mengambil Alfito terlebih dahulu. Sukma hanya bisa mengenakan Sena dari belakang, dia menepuk-nepuk kedua bahu Sena. Merasa Sena sudah agak tenang, akhirnya Sukma berhenti menepuk-nepuk bahu jurnalis itu.

Bukan hanya Sena yang merasakan kesedihan yang mendalam disini, tapi semua orang yang ada di pemakaman termasuk teman-teman Alfito yang dari New York pun datang dan mereka sangat sedih.

Mereka tidak begitu terkejut saat melihat Aldino, karena nyatanya semasa Alfito hidup, dia berkata kepada semua temannya di New York bahwa dia memang mempunyai kembaran.

"Hiks ... Kenapa kamu meninggalkan hiks ... Kami secepat hiks ... Ini?" Ayu menangis di pelukan sang suami, dia sangat terpukul atas kepergian putra bungsunya.

Operasi Alfito Aditama gagal, karena pendarahan di otaknya sudah sangat parah. Sekarang pria berambut gondrong itu telah terbaring tenang di alam sana.

Mungkin memang benar ini sudah menjadi garis takdir, mungkin memang benar Tuhan lebih sayang kepada Alfito, maka dari itu arsitek tersebut di ambil terlebih dahulu.

Sena mencoba mengikhlaskan kepergian orang yang sangat dia cintai, memang raganya sudah tidak ada, tapi jiwanya masih tetap ada di dalam hati semua orang.

Jurnalis itu mengerti kenapa Alfito bisa mengingat dirinya sebagai Aldino, itu karena trauma masa kecil, dia juga diasingkan ke negeri orang, dan kekurangan kasih sayang orang tua.

Sena tahu hati Alfito kosong, ada kehampaan di sana tapi Sena merasa bersyukur karena bisa mengisi kekosongan dan kehampaan di hati pria berambut gondrong itu. Sena berhasil masuk ke dalam hati Alfito, bahkan mereka saling mencintai satu sama lain.

Namun kembali lagi, hari ini Alfito Aditama telah pergi untuk selama-lamanya.

"Selamat tinggal pacarku yang tampan," ucap Sena lirih.

•••

Enam bulan kemudian...

Tak pernah terpikir olehku
Tak sedikit pun kubayangkan
Kau akan pergi tinggalkanku sendiri
Begitu sulit kubayangkan
Begitu sakit kurasakan
Kau akan pergi tinggalkanku sendiri
Di bawah batu nisan kini
Kau telah sandarkan
Kasih sayang kamu begitu dalam
Sungguh 'ku tak sanggup ini terjadi
Karena 'ku sangat cinta
Inilah saat terakhirku melihat kamu
Jatuh air mataku menangis pilu
Hanya mampu ucapkan
Selamat jalan, kasih
Satu jam saja 'ku telah bisa
Cintai kamu, kamu, kamu di hatiku
Namun bagiku melupakanmu
Butuh waktuku seumur hidup
Satu jam saja 'ku telah bisa
Sayangi kamu di hatiku
Namun bagiku melupakanmu
Butuh waktuku seumur hidup
Di nantiku
Inilah saat terakhirku melihat kamu
Jatuh air mataku menangis pilu
Hanya mampu ucapkan
Selamat jalan, kasih
Satu jam saja 'ku telah bisa
Cintai kamu, kamu, kamu di hatiku
Namun bagiku melupakanmu
Butuh waktuku seumur hidup
Satu jam saja 'ku telah bisa
Sayangi kamu di hatiku
Namun bagiku melupakanmu
Butuh waktuku seumur hidup

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang