BAB 22 : Prioritas

1K 955 68
                                    

BAB 22 : Prioritas

Tok... Tok... Tok... Bunyi ketukan pintu itu, membuat Aldino menghentikan  aktivitasnya yang sedang memasang dasi di depan cermin besar.

"Masuk," ucap sang pemilik kamar itu dengan lantang. Cklekkk... Pintu terbuka terlihat Mbok Darmi masuk ke dalam kamar milik Aldino.

"Ada apa Mbok?" tanya Aldino tanpa melihat ke arah asisten rumah tangganya itu, dia hanya menatap pantulan dirinya yang ada di cermin.

"Sarapan sudah siap Den di meja makan, Den Aldino sudah di tunggu oleh Tuan Andi dan Nyonya Ayu," jawab Mbok Darmi lugas.

"Baik Mbok, sebentar lagi saya turun ke bawah," ujar Aldino yang kembali melanjutkan aktivitas memasang dasi yang tadi sempat tertunda.

"Kalau begitu Mbok permisi dulu Den." Mbok Darmi akhirnya keluar dari kamar Aldino, tidak lupa menutup kembali pintu kamar putra sulung sang majikan.

Setelah selesai memasang dasi, Aldino menyambar sebuah jas yang ada di gantungan baju dekat cermin, dia memasang jas berwarna hitam itu lalu, tersenyum ketika melihat tampilan dirinya di cermin, satu kata yang mendefinisikan Aldino saat ini yaitu Perfect.

Tidak membuang waktu lama, Aldino juga mengambil tas kerjanya yang berada di atas ranjang, kemudian Aldino langsung keluar dari kamar, menuju ke meja makan tempat dimana ayah dan bundanya ada di sana saat ini.

Dia turun dari satu persatu anak tangga yang ada, langkah pelan namun pasti dia lakukan tanpa gentar, dan bimbang Aldino tetap melanjutkan langkahnya memulai hari yang baru, dengan sarapan pagi bersama kedua orang tuannya.

"Pagi ayah, dan bunda," sapa Aldino ramah, dia segera duduk di kursi yang biasa dia gunakan saat di meja makan.

"Bagaimana kamu sudah membujuk Sena untuk menemui Alfito?" tanya sang bunda yaitu Ayu Aditama. Sontak gerakan Aldino yang ingin mengambil nasi terhenti dan menatap ke arah orang yang sedang bertanya kepada dirinya.

"Sudah," jawab Aldino pelan, dia akhirnya mengambil nasi yang tadi sempat tertunda, kemudian Aldino mengambil lauk pauk yang tersaji, saat dia ingin menyuap satu sendok makanan itu ke dalam mulutnya, kembali suara Ayu Aditama terdengar dan itu membuat Aldino gagal untuk makan.

"Lalu hasilnya?" Ayu Aditama memandang putra sulungnya dengan penuh selidik. Aldino menghela napas kasar.

"Gagal." setelah itu Aldino menyuapkan satu sendok makanan ke dalam mulutnya. Kini terdengar helaan napas panjang dari Ayu Aditama.

"Kenapa bisa gagal?" kali ini Aldino geram, dan heran dalam waktu bersamaan, dia geram karena bundanya itu bertanya di saat yang tidak tepat, yaitu saat dia sedang menyantap sarapan paginya, lalu Aldino heran sejak kapan bundanya ini peduli dengan Alfito?

"Kenapa diam? Ayo jawab!" titah Ayu melihat putranya yang bungkam, dan menatap dirinya dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Sedangkan Andi Aditama yang sendiri tadi diam dan berusaha tidak apa-apa akhirnya angkat bicara.

"Kamu ini kenapa sih?" tanya Andi kepada istrinya. Andi menjadi tidak selera sarapan pagi, karena istrinya yang sedari tadi membombardir Aldino dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

"Kenapa apanya?" Ayu malah balik bertanya kepada suaminya, Andi memijit pelipisnya pelan, dan membenarkan letak kacamata minus miliknya.

"Kenapa kamu membombardir pertanyaan kepada Aldino saat kita berada di meja makan? Kamu tahukan meja makan itu tempat kita untuk makan, bukan mengobrol," jawab Andi mencoba memberi pengertian kepada istrinya.

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang