BAB 30 : Sandiwara

694 574 33
                                    

BAB 30 : Sandiwara

"Selamat pagi!" sapa Sena dengan tersenyum manis. Orang yang merasa di sapa, menoleh ke arah sumber suara. Dia membalas senyuman Sena saat matanya menatap orang yang ditunggu akhirnya datang.

"Tadi aku cari ke ruanganmu, tapi kamunya gak ada! Terus Om Andi bilang kamu ke taman belakang, eh ternyata benar kamu ada disini!" sekarang Sena sudah duduk di bangku taman, bersama laki-laki yang tadi dia sapa.

"Aku senang kamu datang pagi ini, aku kira kamu kesini siang nanti seperti kemarin," ujar pria berambut gondrong yang duduk di samping Sena.

"Ini aku bawain sarapan dari rumah, kamu makan ya Alfito!" Sena membuka kotak bekal yang ada di pangkuannya. Ya orang berambut gondrong yang tadi disapa Sena adalah Alfito Aditama. Laki-laki mengangguk antusias saat Sena membuka kotak bekal itu.

"Aku tadi yang masak sendiri lho, ini spesial untuk kamu," ujar Sena setelah selesai menyiapkan makanannya.

"Apa ini?" tanya Alfito menunjukan makanan yang ada di dalam kotak itu. Sena tersenyum sekilas.

"Makanan ini namanya opor ayam, ini adalah makanan kesukaan kamu," jawab Sena dia menyuapkan makanan itu ke mulut Alfito. Awalnya Alfito ragu untuk memakan makanan itu, tapi karena ini adalah buatan Sena sendiri, jadi Alfito rela memakannya.

"Bagaimana rasanya?" Sena bertanya saat Alfito selesai mengunyah dan menelan masakan yang dia berikan.

"Enak! Aku seperti pernah memakan masakan ini, tapi aku lupa kapan." jawaban yang diberikan Alfito membuat Sena tersenyum maklum. Tadi malam sebelum dia dan Sukma tidur di kamar masing-masing. Sena sempat meluangkan waktunya untuk membaca buku catatan milik Alfito Aditama, di sana dia menemukan bahwa Alfito sangat menyukai opor ayam, dan sebuah ide terlintas di kepalanya. Berhubung hari ini dia libur alias tidak melakukan liputan, jadi pagi tadi Sena berkutat di dapur untuk membuat opor ayam kesukaan Alfito.

"Kamu sudah menyukai ini sejak kecil." Sena mencoba memancing pikiran Alfito.

"Benarkah?" Alfito terlihat terkejut, dia sampai membuka mulutnya lebar-lebar. Sena menganggukkan kepalanya pertanda bahwa dia berkata benar.

"Entahlah aku tidak ingat, yang aku ingat hanya satu.... " Alfito menguntungkan ucapannya, membuat Sena penasaran.

"Apa yang kamu ingat?" tanya Sena dengan penuh selidik. Tanpa di duga Alfito justru tersenyum, membuat tanda tanya besar memenuhi pikiran Sena.

"Yang aku ingat hanya kamu adalah kekasihku!" Alfto dengan gemasnya mencubit kedua pipi milik Sena. Jujur Sena kesal, dia pikir tadi Alfito benar-benar mengingat sesuatu tapi ternyata dugaannya salah besar, dan sekarang pipinya yang menjadi korban kejahilan Alfito Aditama.

"Oh ya, kenapa kamu datang pagi-pagi apa kamu tidak liputan?" Sena tahu orang yang duduk di sebelahnya ini sedang mencoba menganti topik pembicaraan, baiklah Sena akan meladeninya.

"Aku libur liputan, tapi nanti siang aku ada rapat dengan atasan. Jadi pagi ini aku sempatkan untuk menemui pacarku yang ganteng ini!" sukses sudah sandiwara yang dimainkan oleh Sena pagi ini. Bagaimana tidak? Lihatlah sekarang Alfito tengah tersenyum lebar kepadanya, sampai lesung pipi pria ini terlihat dan itu manis sekali.

"Aku tersanjung karena kamu mengatakan bahwa aku ganteng! Ya sih banyak orang apalagi perawat yang bilang kalau ini ganteng maksimal!" percaya diri sekali anak ini! Sena diam mencoba mengabaikan perkataan yang Alfito layangkan.

"Kok kamu bisa sih, cuma ingat aku aja?" Sena kembali memancing Alfito, terlihat Alfito sedang gusar. Ternyata dia mengambil sesuatu dibalik punggungnya. Mata Sena membulat sempurna saat Alfito menunjukkan benda itu.

"Aku ingat, karena album ini!" Alfito menyerahkan benda persegi berwarna hitam itu kepada Sena, sedangkan Sena menerimanya dengan hati-hati, Kemarin Sena berpikir bahwa orang-orang pasti berbohong soal Alfito yang hanya mengingat dirinya sebagai kekasih, hanya lewat sebuah foto. Sena pikir itu mustahil! Tapi sekarang? Sena percaya!

Dibukanya album itu secara perlahan-lahan, dan terlihat foto dirinya dengan Aldino ada di sana.

"Aku hanya ingat, kenangan kita yang ada di foto itu," kata Alfito sambil sesekali menunjukkan beberapa moment apik yang ada di dalam album itu.

Ingin sekali Sena berteriak kencang sekarang, dan mengatakan bahwa pria yang ada di dalam foto ini bukanlah dirinya. Melainkan Aldino Aditama sang mantan kekasih! Tapi Sena urungkan, tidak mungkin dia berbuat nekat, dia akan terlihat bodoh nantinya. Dia harus tetap memainkan sandiwara ini. Ya sandiwara menjadi kekasih Alfito Aditama!

•••

Aldino melihat semuanya, ya semua yang Sena dan Alfito obrolkan di bangku taman itu, karena sekarang dia ada di sebelah tembok pembatas antara gedung rumah sakit, dengan taman belakang rumah sakit.

Jujur saja Aldino senang bisa melihat Alfito tersenyum kembali saat ini, setelah adiknya itu sadar dari koma dia tidak pernah tersenyum, dan hanya marah-marah saja. Emosinya tidak pernah stabil!

Tapi sekarang lihatlah, Alfito tersenyum dengan senangnya. Hal itu membuat dirinya juga ikut senang.

Sena memang pintar bersandiwara, lihatlah kelihatannya memainkan peran sebagai kekasih saudara kembarnya. Apik dan natural, seharusnya dia bisa menjadi artis untuk memainkan drama televisi, bukannya menjadi seorang jurnalis.

Sebenarnya hati Aldino juga sakit, karena melihat Sena tersenyum kepada pria lain, tapi dia juga harus sadar bahwa pria itu adalah adiknya! Lagi pula Sena sekarang bukanlah kekasihnya, melainkan mantan kekasihnya! Ingat Aldino, Sena itu hanya mantan kekasih! Jadi Aldino berpikir Sena berhak tersenyum kepada setiap pria, termasuk kembarannya sendiri.

Menghela napas itu yang Aldino bisa lakukan sejak beberapa menit yang lalu. Hari ini dia tidak ada jadwal untuk penyelidikan, maupun persidangan. Jadi dia bisa ke rumah sakit untuk memantau kondisi Alfito, dan tampaknya kondisi adiknya itu semakin kesini semakin membaik karena ada Sena.

Walaupun tidak ada penyelidikan dan persidangan, siang nanti Aldino harus menemui klien di kantor tempat dia bekerja sebagai pengacara.

Aldino tidak ke rumah sakit sendiri, tapi seperti biasa Fikri selalu menemani. Saat ini sekretarisnya itu ada di depan ruangan milik Alfito. Aldino sengaja menugaskan Fikri supaya berjaga di sana, dan membebaskan dirinya untuk memantau keberadaan Sena dan Alfito yang ada di taman belakang rumah sakit ini.

Sepertinya sudah cukup untuk Aldino memantau keadaan Sena dan Alfito, dia harus segera kembali ke ruang inap sang adik.

Aldino bergegas kembali, dia harus menunggu Sena dan Alfito kembali di depan ruang tunggu kamar milik Alfito.

Sesampainya di sana, dia bertemu dengan ayah, bunda, dan Mbok Darmi. Lalu kemana Fikri? Mengerti akan kebingungan anaknya, akhirnya Ayu membuka suara.

"Fikri ke toilet sebentar, lebih baik kamu tunggu saja disini!"

•••
TBC

Yes BAB 30 akhirnya publis. 😍

Gimana nih? Makin seru gak? 🤔

Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan dan perkataan saya dalam menulis cerita ini. 🙏

Jangan lupa tinggalkan jejak seperti Vote 🌟 dan Komentar 📝 kalian.

Terima kasih kepada kalian semua yang sudah membaca cerita ini. 😁

Bagikan cerita ini kepada semua teman kalian. 💌

Follow akun:
diahyah70

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang