BAB 11 : Khawatir

1.7K 1.5K 30
                                    

BAB 11 : Khawatir

Aldino mengendarai mobil dengan kecepatan standar, dia menembus dinginnya angin malam hanya ingin mengetahui keadaan adiknya saja di rumah sakit, bukan hanya itu Aldino juga menyerahkan tanggung jawab kepada Fikri sekretarisnya untuk mengcopy rekaman cctv dan menyimpannya ke dalam flashdisk untuk menjadi bukti saat persidangan minggu depan.

Aldino berlari terpogoh-pogoh setelah selesai memarkirkan mobil miliknya di tempat parkir. Khawatir itu yang dirasakan oleh Aldino saat ini, dia sangat khawatir akan kondisi kembarannya tersebut. Tidak peduli seberapa banyak keringat yang bercucuran deras di pelipisnya, napas yang terengah-engah Aldino tetap setia berlari di sepanjang koridor rumah sakit tempat Alfito Aditama dirawat. Langkah Aldino berhenti ketika melihat hanya Mbok Darmi yang berdiri sambil mondar-mandir di depan pintu ruangan adiknya dirawat, di mana orang tuanya sekarang? Kenapa hanya Mbok Darmi yang ada disana? Aldino menerka-nerka dengan pikirannya sendiri, tapi dia sadar bahwa kedatangan dirinya kesini yang utama adalah memastikan kondisi adiknya.

Dengan langkah pelan tapi pasti Aldino berjalan ke arah Mbok Darmi.

"Bagaimana kondisi Alfito?" tanya Aldino langsung. Mbok Darmi terkejut melihat putra sulung majikannya sekarang berada tepat di depannya hanya berjarak empat langkah kaki saja. Mengesampingkan keterkejutannya Mbok Darmi akhirnya menjawab.

"Den Alfito masih di periksa Pak Dokter," jawab Mbok Darmi apa adanya. Aldino menghela napas kasar sambil sesekali memijat pelipisnya pelan. Seakan teringat akan sesuatu hal yang penting akhirnya Aldino menanyakan hal ini kepada asisten rumah tangganya.

"Di mana Ayah dan Bunda?" tanya Aldino. Terlihat jelas wajah muram milik Mbok Darmi saat Aldino menanyakan keberadaan kedua orang tuanya.

"Tuan Andi masih sibuk di kampus beliau harus menyelesaikan urusannya dulu, dan untuk Nyonya Ayu dia pergi ke klinik karena ada kucing yang keracunan dia harus segera menolong kucing tersebut," jawab Mbok Darmi pelan sambil menundukan kepalanya takut melihat raut wajah anak sulung sang majikan ini kecewa. Dan dugaan wanita paruh baya ini benar, Aldino menghembuskan napas dalam-dalam untuk menghapus rasa kekecewaan dirinya terhadap kedua orang tuanya itu, dia tahu betul seberapa sibuk mereka dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Cklekkk... Tanpa mereka sadari pintu ruangan Alfito terbuka dari dalam. Seorang pria dengan jas berwarna putih keluar dari ruangan itu di ikuti oleh seorang perawat berada di belakangnya.

"Keluarga pasien?" tanya Dokter tersebut lantang. Aldino dan Mbok Darmi mereka terkejut lalu menatap ke arah Dokter dan perawat tersebut secara bergantian. Tapi tunggu Aldino semakin terkejut saat manik matanya bertemu dengan mata milik Sukma. Tidak ini tidak mungkin bagaimana dia lupa kalau rumah sakit ini adalah tempat Sukma bekerja sebagai seorang perawat dan memang kata Sena selama seminggu ini sip Sukma itu malam. Bisa gawat kalau Sukma bercerita yang tidak-tidak kepada pacarnya.

"Bagaimana keadaan Den Alfito. Dokter?" pertanyaan yang keluar dari mulut Mbok Darmi berhasil mengembalikan Aldino ke alam sadar setelah sekian lama melamun masalah Sukma.

"Alhamdulillah dia sudah melewati masa kritisnya, tapi akibat benturan keras pada bagian kepala saat kecelakaan itu mengakibatkan gegar otak dan pasien sekarang mengalami koma." bagai di hantam gundam besar hati Aldino sakit saat mendengar penjelasan dari Dokter yang menangani adiknya. Mbok Darmi menggelengkan kepalanya pelan seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dijelaskan oleh Dokter.

"Tapi Dok, tadi jari telunjuk milik Den Alfito bergerak?" tanya Mbok Darmi. Dokter itu tersenyum tipis sebelum menjawab pertanyaan dari Mbok Darmi.

"Hal itu biasa terjadi saat seorang sedang koma," jawab Dokter tersebut dengan lugas. Aldino linglung rasanya dia ingin menghilang sekarang juga saat mengetahui adiknya terkena gegar otak.

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang