BAB 8 : Menyesal

2.1K 1.9K 42
                                    

BAB 8 : Menyesal

"Sena kamu kenapa sih kok dari tadi manyun terus?" tanya Ridwan kepada Sena yang sedang duduk dijok bangku kedua dalam mobil sedan berwarna putih milik kantor tempatnya bekerja sebagai Jurnalis.

"Aku menyesal Rid," jawab Sena lirih tampak sekali dia tidak bersemangat hari ini. Entah ada masalah apa yang menimpanya.

"Kamu menyesal karena gak ambil tawaran Pak Sapto untuk liputan ke Semarang?" tebak Ridwan, dan benar saja Sena langsung menganguk tanpa ragu. Ridwan mendegus kasar.

"Aku dari kemarin sudah bilang berulang kali sama kamu Sena. Coba kamu pikir-pikir dulu setelah kita breaking news kita mau liputan kemana? Pilihannya ada dua tempat yaitu wisata di Bogor dan wisata di Semarang. Kita se-tim itu menunggu keputusan dari kamu karena sesuai perjanjian dan giliran ini adalah giliran kamu untuk menentukan tempat liputan." papar sang juru kamera panjang lebar. Ya memang Sena dan tim memiliki perjanjian tersendiri, karena kantor tempat Sena bekerja selalu mengadakan liputan wisata setiap minggunya, maka dari itu Sena dan tim selalu bergiliran untuk memilih tempat wisata mana yang cocok untuk mereka liput. Dan sekarang adalah giliran Sena untuk memilih, kemarin setelah liputan di Pengadilan Agama, Sena bilang kepada Produser  yaitu Pak Sapto kalau dia dan tim memilih tempat wisata Bogor sebagai bahan liputan untuk minggu ini, tapi entah kenapa saat perjalanan menuju lokasi liputan sekarang Sena menjadi gelisah dan berakhir menyesal?

"Iya Rid, kemarin aku sudah memikirkan ini dengan sangat matang dan aku memang ingin liputan ke Bogor tapi entah kenapa sekarang aku jadi rindu Semarang," ucap Sena pelan, Sena memang asli dari Semarang, dia kuliah di Jakarta dan bekerja disini juga sebagai seorang Jurnalis. Sedangkan orang yang diajak bicara hanya memutar bola mata malas.

"Yasudah nasi telah menjadi bubur Sena. Kita gak bisa merubahnya lagi, jadi mungkin lain waktu kita bisa ke Semarang tapi tentunya gak sekarang, karena saat ini kita ke Bogor. Aku gak menyalahkan kamu kok, hanya saja lain kali kamu harus lebih mantap apabila mengambil suatu keputusan." Ridwan mencoba untuk menasehati temannya itu. Sena hanya bisa diam dan tidak menangapi Ridwan, pandagannya kesamping kearah kaca jendela dia melihat pemandangan yang ada di luar. Hening tidak ada pembicaraan lagi sampai Pak Supir memberitahu bahwa sudah waktunya menunaikan ibadah salat.

"Maaf Mbak dan Mas ini sudah waktunya menunaikan ibadah salat, kita mampir ke Masjid dulu ya." ucapan Pak sopir tersebut membuat Sena terperajat dari lamuannya. Ridwan dan tim lain hanya menganguk setuju, tapi berbeda dengan Sena dia sibuk dengan tas slempang berwarna coklat tua miliknya. Ridwan yang duduk disampingnya hanya mengeleng-ngelengkan kepala saat melihat tingkah salah satu anggota timnya. Sekitar tiga menit Sena berkutat dengan tasnya akhirnya sebuah benda pipih berwarna putih dia keluarkan dari dalam tas, dan Sena kembali menutup resleting tas miliknya. Saat Sena ingin membuka aplikasi whatsapp tiba-tiba sebuah suara bariton menghentikan niatnya.

"Ingin mengingatkan pacarmu untuk tidak lupa salat dan makan siang, dan kamu ingin dia tidak terlalu memusingkan pekerjaannya walaupun kamu tahu bahwa pacarmu itu adalah orang yang gila kerja?" tanya Ridwan sarkastik, Ya bukan hanya Sukma yang tahu perihal hubungan Sena dan Aldino, tapi si tengik Ridwan yang berprofesi sebagai Juru Kamera ini juga tahu tentang hubungan asmara antara Sena dan Pengacara kondang itu. Sena hanya mengeram marah mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Ridwan, Sena mengabaikan Ridwan dan mulai berselancar di aplikasi whatsapp tersebut.

•••

Ting... Bunyi itu menandakan ada pesan masuk via aplikasi whatsapp, Aldino mendengus kasar dan dengan malas mengeluarkan ponsel yang ada di dalam jas miliknya. Sebuah pesan chat masuk via whatsapp itu ternyata dari pujaan hatinya siapa lagi kalau bukan dari Sena Agustin, dengan cepat Aldino segera membaca isi pesan chat tersebut.

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang