BAB 28 : Jahat

658 606 36
                                    

BAB 28 : Jahat

Jakarta, 25 Januari 1999.

Hari ini adalah hari yang menyedihkan bagiku, teman baikku yaitu Ulil Fikri di tindas di sekolah! Aku tidak terima, aku membalas perbuatan mereka kepada temanku! Aku memang mendapat pujian dari orang-orang sebaya denganku, tapi aku mendapat amarah dari ayah dan bunda! Bukan hanya itu Bang Aldino terang-terangan menjelekkan diriku didepan ayah dan bunda. Jujur aku sedih, ingin sekali aku menangis tapi aku tahan! Aku adalah anak laki-laki, dan sebagai anak laki-laki aku harus kuat, tidak boleh menangis! Tidak boleh cengeng! Bukankah hal yang aku lakukan tadi sudah benar? Tapi kenapa dimata mereka, hal yang aku lakukan tadi salah? Aku bingung! Tapi semua berkahir sebentar, setelah ayah memarahiku di siang hari, di malam harinya, dia menasehati diriku untuk tidak mengulangi hal itu lagi, berbeda dengan bunda yang sama sekali tidak memperdulikan diriku, dan selalu memanjakan Bang Aldino, sungguh aku iri melihat kedekatan bunda dengan Bang Aldino!

Alfito Aditama.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit tempat dimana Alfito Aditama dirawat, Sena membaca isi dari buku catatan milik arsitek tersebut. Kini dia telah membaca sampai tahun 1999. Sena sangat serius membaca kata perkata dari buku tersebut. Sena mencoba memahami dan menyelaminya, seakan dia juga ikut hanyut terbawa suasananya.

"Sena, kita sudah sampai!" seru Ayu berhasil membuat terperanjat, dan kembali ke alam sadar, setelah sekian lama fokus membaca buku, dan membayangkan bahwa dirinya ada di situasi tersebut.

"Ayo turun!" perintah Andi yang telah keluar terlebih dahulu, Sena menganggukkan kepalanya sekilas, dia memasukan buku berwarna hijau tosca itu ke dalam tas, kemudian keluar dari mobil milik Andi Aditama.

Langkah pelan namun pasti, Sena sudah bertekad untuk menemui adik sekaligus kembaran dari Aldino Aditama itu. Dia sudah siap!

"Semangat ya Non!" Mbok Darmi memberikan semangat, seperti Sena akan mengikuti olimpiade saja, Sena hanya tersenyum sekilas, dan tetap berjalan mengikuti Andi dan Ayu yang berada di depan.

Langkah mereka terhenti, di salah satu pintu yang tertutup. Sena berpikir ini pasti ruangan Alfito Aditama.

"Ini ruangannya." Ayu memberitahu Sena, dan Sena menghembuskan napas dalam-dalam, mencoba mempersiapkan diri.

"Selamat siang," sapa seorang perempuan.

Saat Sena ingin memegang handle pintu tiba-tiba ada suara orang yang dia kenal, Sena mengurungkan niatnya, lalu menoleh kebelakang dan betapa terkejutnya dia saat melihat orang yang dia kenal, berdiri tegak dengan membawa nampan berisi makan siang, dan obat-obatan.

"Sukma!" pekik Sena, dia membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang dia lihat, bukan hanya Sena yang terkejut melainkan semua orang juga sama terkejutnya, termasuk Sukma.

"Sena!" celetuk Sukma tanpa sadar, bahkan nampan yang dia pegangan bergetar, menandakan bahwa dia sedang gugup.

"Kamu perawatnya Alfito?" tanya Sena, dia harap jawaban Sukma adalah tidak! Karena jika jawaban Sukma adalah iya, maka selama ini Sukma telah menyembunyikan sebuah fakta besar dari dirinya!

Sukma bungkam, dia terlalu takut untuk menjawab. Sukma takut jika Sena membenci dirinya, yang tidak bisa berkata jujur dari awal, dan terjebak dalam permainan Aldino Aditama.

"Iya! Sukma adalah perawat Alfito." itu bukan suara milik Sukma, melainkan suara milik Ayu Aditama. Sena yang mendengar jawaban itu seketika tersenyum ironi, dan menatap Sukma dengan pandangan menusuk.

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang