BAB 39 : Ungkapan

272 252 47
                                    

BAB 39 : Ungkapan

Yogyakarta adalah kota yang istimewa. Bagaimana tidak? Lihatlah panorama alam yang sangat apik, banyak tempat wisata yang wajib di kunjungi apabila ke sini, dan disinilah mereka di kota yang sangat istimewa ini. Aldino, Sena, dan Alfito mereka bertiga berjalan beriringan menyusuri jalan setapak yang ada.

"Sekarang kita kemana lagi?" Aldino membuka obrolan, setelah tadi berkeliling ke Malioboro mereka sudah bingung mau kemana lagi.

"Ini sudah mau sore, bagaimana kalau kita langsung ke Pantai Parangtritis saja?" usul Sena.

"Boleh!" Alfito menyetujuinya, dan Aldino hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Tetaplah disini, aku akan ambil mobil." Aldino memberi wewejang, dia memang sudah sering ke sini, jadi tidak heran kalau Aldino hapal betul seluk beluk kota istimewa ini. Sena dan Alfito menuruti ucapan pengacara kondang itu. Saat ini mereka duduk di sebuah bangku panjang dan mengamati jalanan di sekitar.

Tin! Tin! Bunyi klakson mobil pinjaman Aldino telah sampai, Sena dan Alfito segera beranjak dari duduknya kemudian masuk ke dalam mobil berwarna merah itu.

"Sudah siap?" Aldino melirik ke kaca spion. Dua orang yang duduk di kursi penumpang yaitu Sena dan Alfito mengangguk antusias!  Aldino segera menjalankan mobil menuju ke Pantai Parangtritis.

49 menit berlalu akhirnya mereka telah sampai ke tempat tujuan. Alfito keluar terlebih dahulu dari mobil, kemudian diikuti oleh Sena, sedangkan Aldino masih harus memarkirkan kendaraan roda empat itu di tempat parkir yang tersedia.

"Kita berkeliling sekarang?" tanya Aldino ketika sudah selesai memarkirkan mobil itu. Sena berpikir bahwa dugaan dia kemarin salah besar, Sena pikir Aldino akan melarangnya melakukan sesuatu hal, namun nyatanya tidak! Dia justru menawarkan banyak hal. Seperti tadi saat di Malioboro dia menawari Sena serta Alfito berbagai hal. Jujur Sena dibuat terpana karena Aldino yang sekarang berbeda dengan Aldino yang dia kenal dulu. Entahlah mungkin ini juga karena faktor Alfito terkena amnesia, jadi Aldino bisa bersikap seperti sekarang ini.

"Tentu," jawab Alfito. Mereka akhirnya berjalan melewati pasir yang membentang di pantai ini.

"Ini begitu indah," celetuk pria berambut gondrong itu, senyum tercetak sangat jelas di sana, ada kekaguman tersendiri saat melihat Pantai Parangtritis.

"Iya ini sangat indah!" sahut Sena, dia juga sama seperti Alfito yang terpesonanya dengan keindahan pantai ini. Pantai Parangtritis memang tidak ada duanya, pantai ini benar-benar menawan, memanjakan mata untuk melihat hamparan pasir di sepanjang jalan, kemudian air laut yang biru, serta ombak yang mengiri, dan angin yang berembus kencang. Benar-benar momen yang pas sekali.

"Kalian bersenang-senang lah. Aku akan tunggu di gazebo saja," ucap Aldino. Tanpa menunggu persetujuan mereka, pengacara kondang itu lekas duduk di salah satu gazebo yang tersedia. Saat dia sudah duduk Aldino melihat ada gitar berwarna coklat di sana. Ah dia jadi rindu, karena sudah lama tidak bernyanyi sambil bermain gitar.

"Bang Aldino!" panggilan dari Alfito berhasil mengalihkan pandangannya, yang awalnya fokus pada gitar itu, tapi kini beralih kepada sang adik kandung.

"APAKAH DIRIMU MENYEWA GITAR ITU?" Teriak Alfito karena posisi mereka terbilang cukup jauh, jadi jika berbicara harus menaikan sedikit nada bicara, supaya terdengar oleh lawan bicaranya, apalagi sekarang ombak saat ini sangat kencang.

"TIDAK! AKU TIDAK MENYEWANYA, NAMUN GITAR INI MEMANG SUDAH DISINI. MEMANGNYA ADA APA?" Aldino balas berteriak. Bukannya menjawab pertanyaan dari kakaknya, justru Alfito berlari kecil untuk menuju gazebo, meninggalkan Sena yang masih asik menikmati keindahan pantai ini.

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang