BAB 13 : Konferensi Pers.

1.5K 1.4K 30
                                    

BAB 13 : Konferensi Pers.

Volume televisi yang awalnya hanya 18 volume kini dinaikkan menjadi 30 volume oleh Sena, saat dirinya melihat Breaking News yang menampilkan sang pujaan hati di balik layar televisi itu. Rasa bangga menyelimuti hati Sena kala dirinya mendengar suara tegas Aldino di televisi. Berbeda dengan Sukma yang duduk di sebelahnya, Sukma tampak geram melihat sosok Aldino yang muncul di setiap saluran televisi swasta hari ini, semua media meliput Aldino Aditama, karena hari ini dia telah berhasil menang dalam kasus balap liar yang dilakukan oleh seorang anak konglomerat.

Sukma sampai saat ini belum memberitahu soal masalah Aldino yang ternyata mempunyai kembaran kepada Sena, dirinya sudah terlanjur janji kepada pengacara kondang itu untuk tutup mulut, merahasiakan hal tersebut dari sahabatnya yang sekarang sedang tersenyum tidak jelas ke arah televisi. Sukma bertekad akan menegur Aldino supaya cepat memberitahu Sena.

"Aldino sangat berwibawa ya." celetuk Sena tanpa sadar, Sukma yang mendengar itu hanya diam tidak menanggapi. Sena sangat fokus menonton televisi itu, tanpa dia tahu raut wajah Sukma yang menatapnya dengan rasa iba. Sukma iba kepada Sena, karena Aldino telah berani menutupi sebuah fakta penting dari jurnalis satu ini. Mengalihkan pandangannya dari Sena, kini Sukma mengambil toples yang berisi kacang telur di atas meja, depan televisi.

Sukma memakan itu dalam diam, dan sesekali melihat ke arah televisi dan Sena secara bergantian.

"Aku beruntung memiliki Aldino." tanpa sadar Sena mengatakan itu, Sukma yang sedang memakan kacang telur tiba-tiba tersedak akibat ulah temannya.

"Uhhuk... Uhhuk..." Sukma ter batuk-batuk akibat tersedak, Sena reflek menoleh ke arah Sukma, lalu segera dirinya menepuk-nepuk punggung Sukma, setelah itu Sena mengambil segelas air mineral di atas meja, kemudian dia serahkan kepada Sukma untuk diminum.

"Terima kasih," ucap Sukma setelah selesai meminum air mineral itu sampai tandas. Sena menghela napas pelan.

"Kamu kenapa sih?" tanya Sena dengan heran, Sena merasa aneh dengan temannya selama satu minggu ini, ada yang berbeda dari Sukma, tapi apa?. Sukma hanya menggelengkan kepalanya sebanyak dua kali, menandakan dia tidak apa-apa, dan hal itu tidak perlu diperdebatkan.

Sena Agustin tetap tidak percaya kepada Sukma. Sena yakin ada sesuatu hal yang telah disembunyikan oleh Sukma kepada dirinya. Tapi apa hal itu? Mencoba menepis pikiran negatif yang tiba-tiba singgah di kepalanya, Sena memulai membuka topik obrolan baru kepada Sukma, dan mengabaikan acara televisi yang menayangkan konferensi pers Aldino Aditama dan kliennya.

"Kata rekan kerjamu, dalam satu minggu ini kamu sedang menangani pasien kecelakaan ya?" tanya Sena dengan tiba-tiba. Sukma terkejut, siapa yang memberitahu hal ini kepada Sena bahwa dirinya sedang merawat pasien kecelakaan dalam satu minggu ini. Sebelum Sukma mengucapkan kata untuk menjawab, tiba-tiba Sena sudah mengajukan pertanyaan lagi.

"Katanya pasien itu terkena gegar otak dan berakhir sekarang dia koma, apakah benar?" pertanyaan Sena, sukses membuat jantung Sukma berdetak kencang, bagaimana ini? Apa yang harus Sukma lakukan? Berbohong atau lebih baik jujur saja kepada Sena? Sukma benar-benar bingung sekarang!

"Sukma." panggilan dari jurnalis ini, membuat dirinya kembali ke dalam alam sadar, Sukma mengerjapkan matanya beberapa kali, dan menghembuskan napas dalam-dalam.

"Iya," jawab Sukma seadanya, dia tidak ingin berbohong kepada Sena dan dia tidak ingin melingkari janjinya kepada Aldino Aditama. Maka tidak ada pilihan lain selain mengatakan iya, kepada Sena Agustin.

•••

Aldino Aditama, SH. Akhirnya dirinya berhasil menang dalam kasus ini. Sekarang dia dan klien sedang mengadakan konferensi pers. Semua media televisi swasta berbondong-bondong meliput dirinya karena berhasil memenangkan kasus besar ini.

Sebuah senyum tidak pernah luntur dari dirinya, saat menjawab pertanyaan dari awak media. Aldino menjadi rindu kepada kekasih hatinya. Kalau saja Sena juga ikut meliput dirinya kali ini, seperti saat Sena meliput dirinya beberapa waktu lalu, saat dia menang dalam menangani kasus perceraian seorang artis papan atas, tapi sayang sekali saat ini Sena tidak meliput dirinya, belahan jiwanya itu sedang cuti bekerja hari ini. Aldino harus bersikap profesional, dia yakin pasti Sena sedang melihat dirinya di layar televisi.

"Pak Aldino Aditama, bagaimana bisa anda menemukan bukti-bukti tersebut dalam waktu yang bisa di bilang cukup singkat?" tanya salah satu awak media kepadanya. Aldino menghembuskan napas pelan.

"Saya tidak bekerja sendiri, dalam menangani kasus ini, ada beberapa pihak yang membantu saya, contohnya yaitu assisten saya, petugas cctv yang memberikan bukti itu kepada saya, pernyataan dari beberapa saksi mata, dan masih banyak lagi." lugas dan tegas, Aldino berhasil menghipnotis awak media yang meliput karena jawaban yang sangat apik telah dirinya berikan.

Pertanyaan demi pertanyaan yang dilayangkan pihak media, Aldino jawab dengan jujur dan apa adanya. Sampai konferensi pers ini selesai. Semua awak media pergi dan sekarang tinggal Aldino, Fikri, dan Pak Yogi yang berada di dalam gedung putih itu.

"Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada anda Pak Aldino Aditama, karena anda berhasil membuktikan bahwa anak saya bukan pelaku yang sebenarnya," ucap Pak Yogi dengan tulus.

"Sama-sama Pak Yogi." senyuman itu tidak luntur dari Aldino, dirinya dan Pak Yogi berjabat tangan.

"Kalau begitu saya permisi dulu." setelah melepaskan jabatan tangan itu, Pak Yogi bergegas meninggalkan gedung putih ini.

"Hati-hati Pak Yogi," ucap Aldino lantang, saat Pak Yogi berada di ambang pintu keluar. Pak Yogi berbalik dan menatap Aldino dan Fikri secara bergantian, kemudian dirinya menganggukkan kepala, dan lekas melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

"Setelah ini jadwal saya apa?" tanya Aldino, saat dirinya benar-benar melihat Pak Yogi sudah hilang dibalik pintu itu. Fikri terkejut, dan langsung membuka ponsel miliknya lalu segera menjawab pertanyaan dari atasannya.

"Jadwal selanjutnya adalah pertemuan dengan klien, di kantor." seperti biasa Fikri selalu mengunakan bahasa baku kepada Aldino, padahal mereka ini teman, dan disini juga tidak ada siapapun kecuali mereka, tapi tetap saja Ulil Fikri ini selalu bersikap profesional dalam urusan pekerjaan.

"Jam berapa?" tanya Aldino lurus ke depan. Fikri yang berada di samping kanannya, segera membuka ponselnya lagi.

"Pukul 17.00 Waktu Indonesia Barat," jawab Fikri lugas.

"Kalau ini masih jam 14.00 WIB. Berarti saya masih ada waktu sekitar 3 jam, sebelum bertemu dengan klien di kantor kan?" tanya Aldino, mencoba memastikan bahwa perkiraan dirinya tidak salah.

"Betul Pak." Fikri hanya membenarkan perkataan Aldino Aditama.

"Kalau begitu sekarang saya mau ke rumah kosannya Sena." cetus Aldino tanpa pikir panjang. Fikri yang mendengarnya mengerutkan kening bingung.

"Memangnya Pak Aldino mau apa?" tanya Fikri penasaran. Aldino bangkit dari duduknya, dirinya menyambar kunci mobil yang sedari tadi tergeletak manis di meja, sepanjang konferensi pers berlangsung.

"Saya ingin berkencan."

•••
TBC

Wow BAB 13 akhirnya publis... 😲

Saya ucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah membaca cerita ini. 🙂

Maaf apabila ada kesalahan penulisan dan perkataan dalam cerita Dilema Asmara. 🙏

Jangan lupa tinggalkan jejak seperti vote ⭐ dan komentar. 📝

Bagikan cerita ini kepada semua teman kalian. 💌

Oh ya! Ayo sekalian mampir ke cerita sebelah yaitu Bukan Salah Takdir. Genre romance-religi. 😇

Follow akun:
diahyah70

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang