BAB 37 : Permintaan

301 282 55
                                    

BAB 37 : Permintaan

Aldino kembali menutup tirai jendela ketika dia sudah memastikan, bahwa mobil Fikri sudah tidak ada di depan gerbang. Pria berusia 30 tahun itu berjalan kemudian duduk di tempat semula.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Andi dia sudah menunggu sejak tadi saat Alfito belum keluar dari kamar, akan tetapi Aldino selalu mengulur waktu untuk berbicara. Dia bilang akan mengatakan hal ini jika Alfito sudah berangkat ke rumah sakit, dan inilah saatnya.

"Ini tentang Alfito," ucap Aldino pelan, matanya melihat sang bunda yang duduk di depan. Kini giliran Andi yang menghela napas dalam-dalam, dia pikir ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan, nyatanya ini tentang Alfito? Jika ini tentang putra bungsunya kenapa harus menunggu sampai orangnya itu pergi, baru putra sulungnya ini membicarakannya? Bukannya lebih baik jika dibicarakan tadi saat sang punya nama ada di tempat? Andi tidak habis pikir dengan Aldino. Bahkan tadi dirinya sampai bermuka datar kepada Sena, hanya gara-gara geram karena menunggu apa yang ingin pengacara kondang itu bicarakan, sampai mengumpulkan semua orang di rumah, termasuk assisten rumah tangganya yang kini duduk di sebelah kanan Aldino Aditama.

Merasa semua orang diam, akhirnya Aldino melanjutkan perkataannya.

"Aku tahu penyebab Alfito menjadi seperti ini..." lanjutnya dan benar dugaan Aldino semua orang menatap ke arahnya dengan pandangan bertanya-tanya.

"Apa maksudmu?" sela Andi saat Aldino ingin membuka mulutnya. Aldino mengeram kesal karena sang ayah telah memotong ucapannya.

"Semua ini gara-gara DIA!" tunjuk Aldino kepada Ayu Aditama, amarah telah menguasai diri pengacara kondang itu, dia sudah tidak tahan lagi dengan semua ini.  Hari ini dia akan bongkar semua kejahatan bundanya.

Semua orang terperanjat, apalagi Ayu dia bahkan menunjuk dirinya sendiri, dan mengerutkan kening bingung dengan apa yang baru saja Aldino ucapkan.

"Kenapa? Ada apa dengan Ayu? Bukannya Alfito seperti ini karena ulah mu?" Andi menatap tajam sang putra sulung. Terdengar tawa sumbang milik Aldino di ruangan itu, tawa itu menggema begitu keras! Dia seakan tidak takut dengan tatapan tajam yang dilayangkan oleh ayahnya.

Mungkin benar dia tidak seharusnya marah kepada Bunda Ayu, tapi dia sudah tidak tahan lagi memendam ini semua! Dia harus menceritakan ini kepada semua orang terkhususnya kepada Ayah Andi Aditama. Sejujurnya Aldino cukup muak dengan sikap yang bundanya itu tunjukan kepada Alfito akhir-akhir ini. Tidak! Aldino tidak cemburu karena adiknya itu terkena amnesia kemudian bundanya memprioritaskan Alfito, lalu mengabaikan dirinya! Aldino tidak masalah akan hal itu, akan tetapi yang menjadi masalah kali ini adalah kebenaran! Aldino harus mengungkapkan keberadaan, dan mendapatkan keadilan untuk adiknya.

"Dulu saat kami masih kanak-kanak, kalian berdua sebagai orang tua membeda-bedakan kasih sayang kalian terhadap kami," ujar Aldino kini dia lebih tenang dari sebelumnya, nada bicaranya pun terdengar seperti orang yang menerawang kejadian di masa lalu.

Bungkam baik Andi maupun Ayu hanya terdiam dan lebih memilih untuk mendengarkan, begitu pula dengan Mbok Darmi.

"Aku memang lebih di sayang oleh bunda, dari pada ayah akan tetapi ... Apakah ayah tahu jika bunda... " Baik! Sekarang Ayu mengerti kenapa putra sulungnya menyalahkan hal ini kepada dirinya.

"... Telah melakukan kekerasan fisik terhadap Alfito!" Benar bukan apa yang ditakutkan Ayu. Aldino telah mengetahui hal itu, dan sekarang yang bisa dia lakukan hanya pasrah!

"Alfito mengalami trauma karena dirimu bunda," sembur Aldino.

"Apa yang dikatakan oleh Aldino itu benar?" Kini Andi menatap istrinya dengan pandangan menusuk! Ayu yang merasa tersudutkan hanya bisa diam dan akhirnya menganggukkan kepala pelan.

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang