BAB 9 : Gagal Fokus

1.9K 1.7K 36
                                    

BAB 9 : Gagal Fokus

Cklekk... Pintu terbuka dari luar, masuk seorang pria dengan stelan serba hitam kedalam ruangan Alfito Aditama. Aldino dan Mbok Darmi terkejut karena seseorang masuk dengan tiba-tiba ke dalam.

"Fikri?" tanya Aldino dengan pandangan terkejut melihat orang berstelan hitam itu. Orang itu hanya diam dan menatap Alfito yang tengah berbaring lemah diatas brangkar. Ulil Fikri namanya dia adalah Sekretaris dari Aldino Aditama, Fikri telah bekerja selama 5 tahun dan Fikri juga teman massa kecil Aldino dan Alfito sejak mereka berusia 7 tahun. Fikri sudah menjadi orang kepercayaan dari Aldino Aditama. Tatapan Fikri beralih menatap Aldino dan Mbok Dari secara bergantian, sebelum menjawab pertanyaan Aldino dia menghembuskan napas dalam-dalam.

"Saya datang kemari karena Pak Yogi klien kita ingin konsultasi masalah hukum anaknya sekarang juga di kantor," jawab Fikri dengan lugas, Aldino yang mendegar jawaban dari sekretarisnya menguyar rambutnya pelan. "Saya tahu kalau Pak Aldino sedang ada masalah keluarga, tapi ini permintaan langsung dari klien," lanjut Fikri dengan penuh pengertian, Fikri memang selalu mengunakan bahasa formal dan baku saat bekerja dia sangat profesional.

"Tapi kan saya sudah bilang sama kamu, kalau hari ini saya ijin tidak bekerja karena Alfito mengalami kecelakaan dan sekarang keadaannya kritis, saya tidak bisa meninggalkan rumah sakit, saya mau disini menemani adik saya." Aldino benar-benar tidak mau membahas urusan pekerjaan untuk saat ini karena fokusnya hanya untuk sang adik.

"Seharusnya anda tahu kalau Pak Yogi adalah orang yang sangat berpengaruh di negeri ini, kalau Pak Aldino lupa Pak Yogi itu konglomerat jadi kita tidak boleh menyepelekan kasusnya," ucapan Fikri membuat kepala Aldino pusing, disatu sisi Aldino tidak mungkin mengecewakan kliennya dan disatu sisi lain dia tidak mungkin meninggalkan adiknya.

"Temui klien kamu, biar Bunda dan Mbok Darmi yang menjaga Alfito disini." tiba-tiba Ayu sang bunda, masuk kedalam ruangan dan memotong pembicaraan keduanya. "Iya Den, biar Mbok sama Nyonya yang menjaga Den Alfito, lebih baik Den Aldino segera ke kantor." Mbok Darmi ikut mendukung keputusan dari majikannya. Mau tidak mau dan suka tidak suka akhirnya Aldino dan Fikri segera pergi dari rumah sakit ke kantor.

Setelah kurang lebih lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di depan Kantor Firma Hukum, segera Fikri memarkirkan mobil sedan ke tempat parkir yang sudah tersedia. Mereka turun bersamaan dan langsung menuju lobi lalu menaiki lift untuk segera ke ruangan milik Aldino Aditama.

"Maaf menunggu lama Pak Yogi," ucap Fikri setelah dirinya dan Aldino baru saja masuk ke dalam ruangan. Sedangkan Pak Yogi hanya mengangukkan kepala pelan. Aldino segera duduk di kursi kebesarannya, dan Fikri setia berdiri di belakang tepat di sebelah kanan Aldino Aditama, SH.

"Jadi apa yang membuat seorang Pak Yogi datang pada siang hari ini?" tanya Aldino to the point setelah memakai kacamata berbentuk bundar minus miliknya. Pak Yogi berdeham pelan sebelum menjawab pertanyaan dari Aldino.

"Saya ingin tahu perkembangan kasus anak saya Gilang," jawab Pak Yogi dengan mantap, jelas tidak ada keraguan disana. Aldino membuka laci meja kerjanya, dia mengambil sebuah map berwarna kuning dan menaruhnya diatas meja. Segera Aldino membuka map itu dan mengeluarkan secarik kertas lalu dia berikan kepada Pak Yogi, dengan engan Pak Yogi menerima dan membacanya.

"Kenapa bisa dia ingin menuntut anak saya? Gilang itu masih sekolah mana mungkin dia akan dipenjara, tidak ini tidak boleh terjadi. Saya mohon Pak Aldino tolong selesaikan masalah ini secepatnya. Tolong buat Ibu itu mau memaafkan anak saya. Saya mohon tolong Pak Aldino segera selidiki kasus ini lebih jauh lagi," ucap Pak Yogi dengan memelas setelah membaca isi dari kertas tersebut. Diam tidak ada tanggapan maupun respon dari Aldino, dia seperti patung memang raganya ada disini tapi jiwanya ada ditempat lain. Dia terus memikirkan keadaan Alfito adiknya yang tengah berjuang untuk bertahan hidup di rumah sakit.

"Apa Pak Aldino sudah menyelidiki kasus anak saya hari ini?" tanya Pak Yogi. Lagi-lagi hanya diam yang dilakukan oleh pengacara kondang satu ini. Fikri yang setia berdiri di sampingnya menghembuskan napas pelan, melihat kelakuan atasannya hari ini, sungguh berbeda dari hari-hari biasanya. Mungkin memang benar Aldino belum siap bekerja untuk hari ini.

"Maaf Pak Yogi, kami belum menemukan bukti yang akurat untuk menangani kasus anak Bapak." Fikri akhirnya buka suara, dia tidak ingin membuat konglomerat itu marah dan berakhir membatalkan Aldino sebagai pengacaranya, kalau hal itu terjadi bisa gawat reputasi Aldino Aditama sebagai pengacara kondang akan hancur dengan seketika.

"Bagaimana bisa belum menemukan bukti? Persidangan akan dimulai satu minggu lagi. Pokoknya saya tidak mau tahu kasus ini saya yang harus menang." papar Pak Yogi tegas, Fikri yang mendengar hal tersebut hanya menghela napas panjang. Dia melirik kearah pengacara kondang itu, diam lagi benar-benar tidak ada respon dari Aldino. Mau tidak mau dan suka tidak suka Fikri harus membuat Pak Yogi pergi sekarang juga dari kantor ini.

"Begini saja Pak, lebih baik Pak Yogi keluar agar kami bisa menyelidiki kasus ini lebih lanjut lagi," ucap Fikri pelan sambil menunjuk ke arah pintu keluar.

"Baik. Saya akan keluar dan pergi dari kantor ini, tapi ingat besok saya akan datang kembali untuk memantau perkembangan kasus yang menimpa putra saya." setelah mengucapkan kalimat itu Pak Yogi segera bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan Aldino Aditama. Setelah Pak Yogi benar-benar sudah pergi dari kantor, Fikri duduk di kursi yang sebelumnya di dudiki oleh Pak Yogi, dia menatap Aldiano dengan penuh selidik.

"Pak Aldino." panggil Fikri pelan, masih tidak ada jawaban dari sang punya nama. Fikri berpikir kalau Aldino benar-benar terpukul atas kejadian yang menimpa kembarannya itu.

"PAK ALDINO." panggil Fikri lagi kali ini dengan intonasi yang tinggi, dan benar saja Aldino langsung terperanjat keluar dari belenggu melamunnya. Fikri yang melihat Aldino kembali sadar akhirnya tersenyum tipis. Aldino menguyar rambutnya kasar, kemudian melepaskan kacamata minus miliknya, dia bersandar di kursi kebesarannya, rasa lelah menghampirinya, tapi tuntutan juga menunggunya, Aldino di tuntut harus mengurus kasus ini secara tuntas, dia harus menang dalam kasus ini, harus!

"Pak Aldino tidak apa-apa?" tanya Fikri dengan khawatir melihat Aldino hari ini yang benar-benar tidak fokus. Aldino hanya menggelengkan kepalanya pelan, dia memijit pelipisnya dan sedikit mengontrol diri untuk fokus kepada pekerjaan sekarang, dan melupakan sedikit masalah keluarganya, dia harus profesional.

"Lebih baik kita tidak usah melakukan penyelidikan Pak, kondisi Pak Aldino tidak memungkinkan untuk melakukannya," ujar Fikri dengan tulus, dia benar-benar tidak tega karena kondisi Aldino yang memprihatinkan.

"Tidak Fikri, kita akan tetap melanjutkan penyelidikan kasus ini hari ini juga," tegas Aldino yakin.

"Tapi Pak, saya takut kalau Pak Aldino akan gagal fokus lagi, seperti saat ada Pak Yogi tadi Pak." cemas Fikri, dia tidak ingin kejadian tadi terulang kembali.

"Saya akan lebih fokus lagi, jadi ayo sekarang kita berangkat." ajak Aldino, dia segera bangkit dari duduknya dan segera memakai jas miliknya.

"Kita akan berangkat ke TKP Pak?" tanya Fikri untuk sekedar memastikan.

"Iya, kita akan ke tempat kejadian perkara," jawab Aldino mantap.

   •••
    TBC

Alhamdulillah bisa publis BAB 9... 😊

Terima kasih telah membaca cerita ini. 😁

Jangan lupa tinggalkan jejak seperti Vote ⭐ dan Komentar 📝

Dan bagikan cerita ini kepada semua teman kalian. 💌

Follow akun:
diahyah70

Dilema AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang