-8. Sepatu Baru-

153 20 10
                                    

SELAMAT MEMBACA. JANGAN LUPA PENCET BINTANG NYA PASTI KAN DATA KALIAN NYALA.

•••

Bumi mengambil tas raketnya, ia segera turun dari mobil. Badannya terasa lelah sekali, hari-harinya selalu monoton. Sama sekali tidak ada yang asik. Entah dari segi keluarga, kuliah dan percintaan.

Bumi sudah masuk ke dalam lapangan badminton. Menatap 4 orang di sana yang tengah tertawa ria. Kehadiran Bumi langsung menyorot perhatian mereka.

"Hai kak!"

"Hm." Bumi menghela napas, gadis ceria itu tentunya yang pertama kali menyapa nya. Bumi menaruh raketnya di pinggir lapangan.

"Kakak ih, telat tiga puluh sembilan menit!"

Bumi menoleh ke belakang, menatap Mentari yang menghampirinya sembari berkacak pinggang. Gadis itu mencoba menampilkan raut wajah marah, tapi tetap saja menggemaskan.

"Cuma tiga puluh menit," ucap Bumi enteng.

"Ih kakak! Itu lama! Kakak tuh harus menghargai waktu. Kasihan orang nunggu lama," corocos Mentari semakin kesal. Bumi menggeleng lirih, ia berjalan meninggalkan Mentari. Tapi gadis itu mengikutinya.

"Kakak!" panggil Mentari, mood cerianya sudah kembali.

"Apa?" ketus Bumi.

"Tadi aku dapat kiriman lagi loh. Kemarin kan permen dari kakak. Ini sepatu," ucap Mentari senang.

"Wih! Ada kemajuan nih, kasih permen," goda Alfon sembari memakan rotinya.

"Lalu sepatu. Semakin maju!" seru David. Tapi Mentari menggeleng.

"Enggak, kak. Sepatu badminton itu nggak tahu dari siapa. Nggak ada nama atau inisialnya," ucap Mentari jujur. Alfon, Daniel dan David mengernyit heran.

"Dia cuma nitip note." Mentari mengeluarkan note tersebut. Ia serahkan kepada Alfon yang sudah mengulurkan tangannya.

Pakai aja, biar semangat latihan badmintonnya.
Cepet jago badminton, jangan nyusahin.
                                         -MsBlt

Alfon memandangi ke dua temannya, mereka saling pandang. Lalu ketiganya kompak menatap Bumi, cowok itu memberikan tatapan sinis. Detik setelahnya, tawa ke 3 cowok tim sukses Bumi Mentari itu pecah.

"Kak? Kenapa?" tanya Mentari heran, lebih tepatnya tidak peka.

"Hm, lo suka sama sepatunya?" tanya Daniel, meredakan tawanya.

"Suka! Bagus! Ini aku pakai, jadi tambah semangat!" girang Mentari, tanpa sadar satu sudut bibir Bumi tertarik.

"Kalau sama orangnya?" pancing David.

"Gatau. Pokoknya dia baik, sehat terus buat orang baik itu, panjang umur dan semoga kebahagiaan menyertainya."

"Kayak ngucapin ultah aja," cibir Alfon. "Eh tapi, kalau lo ketemu orang itu. Lo mau apa? Selain bilang makasih?"

Mentari tampak berpikir sejenak, lalu mengembangkan senyumnya. "Aku kasih permen lollipop yang banyak!"

"Gue nggak doyan permen," sahut Bumi. Semuanya langsung menyorot Bumi, Mentari menatapnya heran.

"Lah? Emang kakak orang itu?" Bumi langsung kicep, ia segera memalingkan wajahnya. Lagi, tawa ke 3 cowok itu pecah.

"Makanya bang, jangan gengsi. Kasih semangat ya langsung aja, kasih hadiah ya langsung aja. Gengsi kok dipenjara. Lepasin tuh gengsi!" cerocos Alfon sembari menepuk pundak Bumi.

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang