-21. Hujan-hujanan-

130 21 2
                                    

SAYA JANJI AKAN VOTE--!!
BODOAMAT UDAH JANJI

•••

Mentari mendengus sebal, jam kuliahnya sudah selesai. Tapi hujan sedari tadi belum juga selesai. Mentari menyesal tadi menolak tawaran Fany untuk pulang bersama. Tapi mau bagaimana lagi?

"Hai cantik." Mentari menoleh, sudah pasti Elang yang menyapanya. Kalau Bumi sangat lah tidak mungkin. Apalagi memanggilnya cantik, tidak!

"Hai, kak."

"Gue antar pulang yuk?" Elang mengusap-usap rambut Mentari dengan lembut. Gadis itu tampak berpikir sejenak, matanya mengedar. Senyumnya mengembang lebar ketika melihat Bumi yang berlari kecil menuju mobilnya.

"Maaf, kak. Aku lebih nyaman ngerepotin kak Bumi. Daa."

Mentari berlarian menghampiri Bumi, gadis itu terlihat sangat ceria. Lagi-lagi Elang tersenyum miris, kalimat itu terdengar menyakitkan. Jelas sekali Menteri lebih memilih Bumi.

Mungkin, sudah saatnya Elang bergerak lebih maju.

•••

"Gue bilang nggak ya nggak!" tegas Bumi sembari menyugar rambutnya ke belakang. Mendengar itu membuat Mentari mengerucutkan bibirnya. Tanpa mempedulikan Bumi, Mentari langsung masuk ke dalam mobil Bumi.

"Heh sialan," umpat Bumi kesal. Ia geleng-geleng kepala lalu memilih mengalah. Ia ikut masuk ke dalam mobil, menoleh ke arah Mentari dengan kesal.

Tak lama, Bumi melajukan mobilnya. Raut Bumi terlihat kesal, lebih galak dari biasanya.

"Kakak kenapa tadi nggak bolehin aku nebeng?" tanya Mentari.

"Ngerepotin." Mentari mengerutkan keningnya, aneh dengan sikap Bumi. Padahal kemarin sangat perhatian dengannya.

"Jadi, aku ngerepotin kakak?" Bumi menghela nafas panjang, ia menoleh dengan sorot mata dingin. Gadis itu tetap menampilkan raut wajah polosnya.

"Iya. Tadi kan lo sama burung." Mentari mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Otaknya mencoba menerjemahkan maksud kata 'burung'. Tak lama, otak canggihnya paham.

"Maksudnya kak Elang?" Bumi membuang muka, kembali fokus ke jalanan. Dan acuh ke Mentari.

"Bukan urusan gue." Mentari geleng-geleng kepala melihat tingkah Bumi. Lucu, membuatnya tertawa kecil.

"Ngambek lagi," cibir Mentari, Bumi hanya diam.  Mentari tidak menghiraukan Bumi, memilih memakan permen saja.

Bumi melirik Mentari dengan kesal, merampas permen lollipop itu dan memakannya. Membuat si empu melotot marah.

"Kakak! Itu punya aku," rengek Mentari kesal. Bumi tidak menoleh, masih asik memakan permen milik Mentari sembari menyetir.

"Bukan urusan gue," acuh Bumi.

"Tapi itu bekas aku!" Bumi menoleh dengan malas-malasan.

"Gapapa, lebih enak." Bumi menyeringai, Mentari tambah kesal. Hendak mengambil permen lagi, tapi di tahan oleh Bumi.

"Makan permen terus, gue kasih lo sambel," ancam Bumi sembari merampas tas Mentari. Lagi-lagi Mentari hanya bisa menghela napas, sabar saja.

Mentari mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Rintik-rintik hujan turun, suasana hati Mentari mulai membaik. Melihat hujan yang mulai deras. Ia suka hujan!

"Kakak." Mentari menoleh lagi ke Bumi. Senyum cerianya sudah kembali.

"Apa?" sinis Bumi, membuka kaca mobilnya lalu membuang permen lollipop tersebut. Ia sangat tidak suka permen.

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang