°28. Permen Manis.°

96 16 2
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

•••🍁•••

Bumi tengah duduk seorang diri di depan teras rumah Mentari.  Menanti gadis itu yang tengah sibuk di belakang. Bumi menatap sekitar, menemukan sebungkus rokok di atas meja.

Bumi mengernyitkan keningnya, rasanya bosan jadinya ingin mencoba rokok tersebut. Bumi meraih sebatang rokok dan korek api. Bumi sudah bersiap untuk merokok, tapi seseorang langsung membuang rokoknya.

"Kok dibuang?" tanya Bumi dengan polosnya. Mentari mengerucutkan bibirnya, mengambil bungkus rokok itu lalu membuangnya juga.

"Rokok siapa? Ayah lo?" tanya Bumi yang dibalas gelengan dari Mentari.

"Ayah nggak ngerokok. Itu punya tamu yang ketinggalan. Kakak juga jangan ngerokok," omel Mentari. Menatap Bumi sejenak, lalu kembali masuk ke dalam rumah.

Bumi hanya bisa pasrah, menunggu Mentari lagi. Tak lama gadis itu keluar. Membuka bungkus permen lollipop nya, lalu menyodorkan ke dalam mulut Bumi.

"Nge permen aja dibandingkan ngerokok," ucap Mentari ikut duduk di samping cowok itu. Bumi tertawa kecil, ia diharuskan memakan permen seperti kebiasaan gadis itu. Bumi menurut saja.

Bumi sadar, larangan Mentari memang ada baiknya untuk dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bumi sadar, larangan Mentari memang ada baiknya untuk dirinya. Bumi masih menikmati permennya sembari menatap Mentari, gadis itu balik menatapnya.

"Kakak, sekarang aku tahu sesuatu." Bumi menaikkan alisnya, tanda ingin tahu lebih lanjut. Mentari tersenyum lebar dengan bangganya.

"Dulu aku pikir, biar hamil itu harus nikah dan tidur satu kamar aja gitu. Sekarang aku tahu prosesnya," ucap Mentari dengan bangganya.

Bumi melototkan matanya, ia sampai tidak tahu harus merespon bagaimana. Pembahasan macam apa ini? Sungguh Bumi menjadi canggung sendiri.

"Lemot banget otak aku baru tahu detailnya," gerutu Mentari pada dirinya sendiri. Bumi berdehem, mencoba menghilangkan kecanggungan yang tiba-tiba ini.

"Lo selalu tidur di pelajari Ipa pasti," balas Bumi.

"Aku rajin, kak," ucap Mentari membela dirinya. Bumi tersenyum ramah, tangannya mengusap-usap kepala Mentari. Dengan senyum hangatnya, membuat tatapan keduanya terpaku.

"Kalau polosnya, sama gue aja. Prakteknya juga, cukup sama gue aja." Mentari mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, lalu menepis tangan Bumi. Mentari memalingkan wajahnya.

"Kita kan masih kuliah, kak. Kenapa kalau pacaran pembahasnya harus selalu nikah?" tanya Mentari kesal.

"Ya karena tujuan gue pacaran ke nikah. Nggak main-main sih," jawab Bumi dengan gampangnya. Mentari melirik cowok yang asik memakan permennya lagi. Lalu menghela napas.

"Benar ya, kita sampai nikah?" tanya Mentari yang membuat Bumi menoleh. Bumi menatap mata gadis itu yang dipenuhi kekhawatiran. Bumi menggenggam tangan gadisnya.

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang