PENCET BINATANG NYA YA, PASTIKAN DATA KALIAN AKTIF OKE^^
•••
Bumi menghentikan mobilnya di depan rumah Mentari, menatap Mentari yang masih tampak kesakitan. Bumi melepaskan seatbelt nya dan membuka pintu mobil.
Bumi berjalan memutari mobil, membukakan pintu untuk Mentari. Bumi membantu Mentari melepaskan seatbelt nya.
"Sini." Bumi hendak menggendong Mentari, tapi gadis itu menepisnya. Gadis itu menggeleng pelan.
"Aku mandiri, bisa sendiri." Mentari nyengir lebar, berusaha untuk terlihat bisa. Bumi sebenarnya ingin membiarkan saja, tapi rasanya tidak tega. Bumi menjewer pelan telinga Mentari.
"Aw! Kakak sakit! Jangan dijewer," rengek Mentari sembari mengelus-elus telinganya.
"Makanya, nggak usah ikut-ikutan gengsi. Cukup gue aja. Lo jangan."
Bumi dengan hati-hati membopong Mentari, menutup pintu mobil dengan kakinya, lalu berjalan menuju teras rumah Mentari.
Bumi mendudukkan Mentari di kursi teras. Dengan sangat hati-hati, sampai wajah mereka begitu dekat. Bumi bisa merasakan hembusan napas Mentari, wangi rambut gadis itu pun tercium.
Bumi seakan terbius dengan wajah polos Mentari. Matanya, membuat Bumi terdiam. Tapi detik setelahnya, suara pintu terbuka membuat Bumi sadar. Cepat-cepat Bumi menjauhkan tubuhnya dari Mentari.
"Wah udah pulang, gimana larinya?" tanya Bu Maya ramah.
"Iya tante." Bumi sedikit tegang, tapi ia mencoba menutupinya. "Maaf ya tante, saya nggak bisa jaga anak tante dengan baik. Maaf kakinya terkilir."
Bu Maya sedikit terkejut, ia melihat kaki Mentari yang membengkak. "Ini gapapa?"
"Gapapa, bu. Cuma kepleset aja, Mentari yang nggak hati-hati. Udah mendingan kok," jawab Mentari sembari tersenyum lebar. Tidak mau membuat ibunya panik.
"Maaf ya tante, udah buat anak tante sakit." Bu Maya menatap Bumi, menepuk-nepuk pundak cowok itu.
"Nggak apa, bukan salah nak Bumi kok." Bumi mengangguk-angguk dengan senyum canggungnya. Bu Maya mengamati Bumi lekat-lekat, lalu tersenyum lebar.
"Kamu bertanggung jawab sekali, pasti kamu sangat bisa menjaga fisik dan hati perempuan yang akan jadi milik kamu."
Bumi tersenyum canggung, ia mencuri-curi pandang pada Mentari. Gadis itu hanya menatap dengan raut seperti biasa, polos.
"Kalau tante titip anak tante ke kamu boleh?" Bumi tersentak, ia hanya menampilkan sederet giginya dengan canggung.
"Mentari anak tante satu-satunya, tante mau dia bersama cowok yang tepat. Kalau kamu mau, jaga dia baik-baik ya."
Bumi menoleh lagi ke Mentari, gadis cantik itu masih seperti tadi. Tak melupakan senyum cantiknya. Bumi sadar, Mentari lahir dan besar dengan penuh cinta dan kasih sayang.
"Ayahnya Mentari sangat menyanyi dia. Menjaga Mentari dengan baik. Penuh cinta dan kasih sayang, enggak pernah kasar. Ayahnya selalu membuat Mentari bahagia."
Bumi kembali menatap Bu Maya yang masih tersenyum lebar. Tangan Bu Maya terjulur, mengelus-elus pipi Bumi. Layaknya seorang ibu terhadap anak.
"Kebahagiaan Mentari adalah tujuan ayahnya. Mungkin, kamu mampu menggantikan posisi ayahnya Mentari kelak."
Bumi terdiam, mencerna baik-baik perkataan Bu Maya. Tepukan lembut ia rasakan di bahunya.
"Jadikan kebahagiaan Mentari adalah tujuanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BumiMentari
Teen Fiction"Kakak peduli banget sama aku. Apa kakak suka sama aku?" "Dengerin, semua itu lo nggak bisa menyimpulkan rasa suka." "Ihh! Gengsian!" kesal Mentari sembari menepis tangan Bumi. "Gue belum siap untuk jatuh cinta dan menjalin hubungan lagi." "Hm...