-18. Bisa Dibicarakan-

143 22 5
                                    

SELAMAT MEMBACA<3

•••

Di dalam mobil Bumi, hanya ada Bumi dan Mentari beserta keheningan. Menoleh ke Mentari, Bumi merasa heran dengan Mentari yang diam saja. Tidak seceria biasanya.

Bumi merasa ada yang gadis itu pikirkan. Mata Bumi mengedar ke sekeliling, senyumnya mengembang tipis. Ia menepikan mobilnya, lalu menoleh ke Mentari.

"Ada lollipop. Mau?" Mentari menoleh ke Bumi, lalu menatap pinggiran pasar malam. Senyumnya langsung mengembang lebar, mood cerianya sudah kembali.

"Mau!!" Tanpa sadar, Bumi tersenyum lega melihat Mentari kembali ceria. Ia dan Mentari langsung turun dari mobil. Memborong banyak permen lollipop tersebut.

Mentari sangat senang, ia membuka permennya. Memakannya sembari menyender di depan mobil bersama Bumi. Bumi melipat kedua tangannya di depan dada, mengamati Mentari.

"Jangan banyak makan permen," ucap Bumi memperingati. Mentari tampak tidak menghiraukan, ia terus asik memakan permennya.

Mata Mentari mengedar, melihat seorang penjual es krim. Mentari menoleh ke Bumi, mengembangkan senyumnya.

"Kak, beli es krim yuk?" ajak Mentari. Bumi diam sejenak, lalu menggeleng pelan. Membuat Mentari mengerucutkan bibirnya kesal.

"Tadi kan udah makan es krim. Jangan banyak-banyak," ucap Bumi sembari mengacak-acak rambut Mentari yang kelihatannya sedang ngambek.

Mentari menepis pelan tangan Bumi, ia semakin mengerucutkan bibirnya. Mentari maju satu langkah, menatap Bumi lebih dekat.

"Yakin itu alasannya? Bukan karena kakak enggak suka es krim kan?" Bumi terdiam, merasa heran karena Mentari tahu. Jika Bumi sangat membenci es krim. Gadis itu menghela napas panjang.

Mentari kembali menghadap depan dan menyender tubuhnya di mobil.

"Kalau kakak enggak suka, bilang. Aku kan jadi enggak enak," ucap Mentari, mengutarakan apa yang sedari tadi ia pikirkan. Bumi menggeleng pelan.

"Gapapa, es krim lo enak kok." Sebisa mungkin Bumi tidak ingin mengecewakan Mentari. Bumi sendiri masih heran dengan perasannya. Hatinya selalu menyuruh nya melakukan hal-hal aneh, seperti ini.

"Kakak kenapa sih segitunya ke aku?" Mentari kembali menghadap Bumi. Bumi sendiri dibuat semakin heran.

"Gitu gimana?"

"Kakak kasih aku sepatu, hp, earphone, headset, dan banyak. Kakak juga rela makan es krim cuma karena aku. Dan, kakak rela jadi tukang becak cuma buat aku."

Bumi berpikir sejenak, setelahnya ia menghela nafas panjang. Sudah pasti Mentari tahu itu dari teman-temannya. Bumi menyugar rambutnya ke belakang, lalu menatap Mentari.

"Semua itu artinya apa?" Bumi diam kembali, sampai detik ini Bumi belum bisa memastikan perasaannya. Bumi tidak berani menjawab.

Tapi, rasa nyaman bisa Bumi rasakan saat di dekat Mentari. Bumi selalu merasa, ia punya tanggung jawab untuk menjaga Mentari. Layaknya menggantikan posisi ayah Mentari.

Tapi, rasa cinta? Bumi tidak berani mengatakan hal itu. Bayang-bayang Glory belum 100% lepas dari nya.

"Kakak peduli banget sama aku. Apa kakak suka sama aku?" Bumi seakan diberikan tembakan, ia terkejut mendengarnya. Ia mencoba tenang, menepuk pundak Mentari.

"Dengerin, semua itu lo nggak bisa menyimpulkan rasa suka."

"Ihh! Gengsian!" kesal Mentari sembari menepis tangan Bumi. Ia kembali mengerucutkan bibirnya. Bumi menarik sebelah sudut bibirnya, tersenyum miring.

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang