°30. Modus Saos.°

94 13 1
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

•••🍁•••

Cuaca sore ini terlihat bersahabat untuk melakukan aktivitas apa pun. Contohnya seperti Mentari, yang ingin latihan badminton lagi. Setelah sekian lama tidak latihan.

Ia sudah menunggu Bumi sekitar 40 menit lebih. Tapi cowok itu tidak kunjung datang. Katanya sebentar lagi, tapi nyatanya sangat lama. Apalagi ia hanya sendirian di lapangan badminton.

"Ih suka nggak on time!" gerutu Mentari kesal sembari memainkan raketnya. Ia semakin bosan, menunggu Bumi selama ini.

Jalan ke sana, latihan sendiri, bermain ponsel, mencoba menghubungi Bumi yang sekarang nomornya tidak aktif. Mentari sungguh bosan menunggu cowok itu.

"Satu jam lebih lima puluh menit. Kakak niat nggak sih?" omel Mentari sendiri, ia sudah lelah menunggu. Bangkit dari duduknya, cukup untuk Mentari menunggu.

Belum juga Mentari melangkahkan kakinya, cowok itu datang dengan santainya. Berjalan santai seperti tanpa beban. Menghampiri Mentari dengan wajah datarnya, seperti biasa.

"Kenapa?" tanya Bumi, menatap Mentari heran. Biasanya cewek itu ceria atau menyapanya. Namun kali ini menunjukkan wajah kesalnya. Apa salahnya?

Mentari semakin dibuat kesal. Rasa kesalnya benar-benar memuncak. Matanya sampai memerah, sudah siap untuk menangis. Bumi menjadi panik.

"Eh, lo kenapa?" tanya Bumi panik, memegang lengan Mentari. Mentari memukul kepala Bumi dengan raketnya. Air matanya luruh, saking kesalnya ia sampai menangis.

"Kakak niat nggak sih? Sengaja ya buat aku nunggu lama? Kakak ngerasa biasa aja gitu? Dipikir nunggu 2 jam itu nggak capek?" omel Mentari sembari menangis, ia sungguh cengeng. Ia bisa menangis saat benar-benar emosi dan kesal.

"Kalau nggak bisa latihan bilang. Telat bilang. Jam nya diundur bilang. Apa-apa itu kabarin!"

Bumi hanya mampu diam, memperhatikan gadisnya yang masih menangis sembari marah-marah. Membiarkan Mentari meluapkan rasa kesalnya dulu.

"Meski cuma nunggu, itu juga capek. Banyak waktu kebuang untuk hal yang sia-sia. Kakak nggak bisa hargai waktu ya?!" Mentari mengusap air matanya, mengalihkan pandangannya dari Bumi.

Bumi malah terkekeh kecil, gemas melihat gadisnya marah sembari nangis-nangis. Bumi mendekat, hendak memeluk Mentari tapi gadis itu malah menjauh.

"Apa-apa jangan suka seenaknya sendiri. Kalau udah janjian jam sekian, ya datang jam sekian. Lagian kakak ngapain aja sih? Hah? Alasan apa? Macet? Lupa? Ketiduran? Atau ap--"

Mentari langsung diam, bibirnya terkunci rapat. Saat mendapatkan kecupan di pipinya. Bumi masih mencium pipinya, cukup lama. Lalu Bumi melepas kecupannya, memandang Mentari dari jarak dekat.

Tersenyum lebar, sungguh jarak keduanya sangat dekat. Bahkan hidung Mentari bisa menyentuh hidung Bumi. Ini membahayakan jantung Mentari. Apalagi senyumnya.

"Hmm, iya maaf." Bumi langsung memeluk gadisnya. Mengusap-usap kepala dan punggung gadis itu. Menenangkan nya, dengan memberikan kehangatan.

"Iya tahu gue salah. Gue pikir nunda beberapa menit gapapa, nyatanya malah kebablasan sampai 2 jam."

Mentari mendengus kesal, alasannya membuat ia semakin emosi. Bumi mendongakkan wajah Mentari, mengusap air matanya sembari tertawa kecil. Gemas dengan gadisnya.

"Cantiknya Bumi, maafin nggak?" tanya Bumi tak lupa dengan senyumnya. Pelet terkuatnya. Mentari tidak tahu harus bagaimana, Bumi sungguh pandai membuat hatinya berkecamuk.

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang