SELAMAT MEMBACA^^
•••💜•••
Masalah ini memang harus di sudahi, banyak yang dirugikan. Oleh karena itu, malam ini semua orang berkumpul di rumah Bumi. Lengkap, kedua orang tua Mentari, orang tua Bumi, teman-teman mereka tak lupa juga Zico. Semuanya menunjukkan raut serius, membuat suasana mencengangkan.
Pak Irwan menggenggam tangan Bu Indri, memberikan kekuatan dan meyakinkan bahwa semuanya baik-baik saja. Bu indri mendongak perlahan, menatap semua orang yang sudah menunggu nya. Terlebih itu Bumi, putranya.
"Bunda senang kalian bertemu, maaf kan, Bunda," lirih Bu Indri menatap Bumi dalam, di mana putranya tersebut menyiratkan sorot mata yang sulit diartikan. Bu Indri mendekat, mengusap-usap kepala Bumi, mencoba menahan tangis.
"Bun?" lirih Bumi menatap bunda nya, ia tidak bisa paham dan percaya dengan kenyataan ini. Bertahun-tahun ia hidup, kenapa baru sekarang ia tahu soal suadara kembarnya? Bu Indri menarik napas sejenak, mulai bercerita.
"Dia memang saudara kamu, kalian dulu tinggal bersama, di panti asuhan," ucap Bu Indri mencoba kuat memberikan sebuah fakta tersebut. Bumi mencoba menunjukkan sikap biasa saja, walaupun kenyataannya ia terkejut.
"Bunda ambil kamu, tapi tidak sama saudara kamu. Setelah itu, bunda benar-benar nggak tahu bagaimana kabar saudara kamu," ungkap Bu Indri jujur. Bumi menggepalkan keduanya tangannya, haruskah ia senang dengan fakta yang baru ia terima ini?
Bumi menatap Zico perlahan, sungguh ia benar-benar merasa seperti sedang bercermin. Haruskah Bumi senang bertemu saudara kembarnya? Apa yang harus ia lakukan? Reaksi seperti apa?
"Lo selama ini di mana?" tanya Bumi spontan, dengan mata yang masih terus menatap ke arah Zico. Cowok itu tersenyum miring, senyum yang sama seperti yang Bumi miliki.
"Jauh dari lo. Tapi, belakang ini gue selalu di dekat lo." Zico menepuk-nepuk pundak Bumi, tahu jika sorot mata Bumi tengah menahan emosi dan tangis. Zico tersenyum lebar, hangat.
"Gue juga nggak tahu punya kembaran, tapi setelah ketemu foto masa kecil berdua sama lo. Gue mulai tahu semuanya," ungkap Zico mulia bercerita. Bumi mengerutkan keningnya, ia merasa sesuatu hal yang ia ingat. Sebuah foto?
Zico merogoh saku jaketnya, mengeluarkan sebuah foto yang sudah sedikit lusuh. Tapi masih bisa tahu siapa orang di foto tersebut. Bumi meraihnya, ia seakan pernah melihatnya. Jendra mengernyitkan keningnya, menepuk Bumi.
"Bum, itu kan?" gumam Jendra mengingat sesuatu, kembali pada memori beberapa bulan yang lalu.
Flashback on
"Btw, Bum. Tadi gue dari gudang, lihat foto bayi lo."
"Terus?"
"Lihat, yang disamping lo siapa?" Bumi meraih foto polaroid yang diberikan Jendra, sudah tampak lusuh. Tidak jelas terlihat. Bumi menggeleng pelan.
"Bodoamat," acuh Bumi. Ia segera membuka bajunya dan menuju kamar mandi. Jendra hanya mampu mengelus dada.
Flashback off.
"Lo ingat kan?" tanya Jendra setelah mengingat memori itu, Bumi mengangguk kan kepalanya. Ia juga ingat, sekarang ia tahu siapa orang di foto itu.
"Hm, senang bisa ketemu lo. Tahu kehidupan lo, walau awalnya banyak keirian," ujar Zico, yang lainnya masih mendengarkan.
"Gue lama tinggal di Bandung, ke Jakarta setelah lihat foto itu. Pertama kali ketemu sama Mentari, nggak sengaja lihat dia di kampus makan permen lollipop. Lucu, gue suka."
Semuanya mengarahkan pandangannya pada Mentari, terkejut pasti. Apalagi pengakuan Zico yang tiba-tiba seperti itu. Khawatir, emosi Bumi membludak.
"Gue suka dia, cari tahu banyak soal dia. Fokus gue cari kembaran gue hilang. Tapi ternyata, lo ada dalam kehidupan Mentari. Bahkan sangat dekat," ucap Zico.
"Gue iri lo diadopsi orang seperti mereka, sedangkan gue nggak. Awalnya gue terima itu. Tapi tahu lo dekat dengan Mentari, pertemanan lo dan kehidupan lo. Jujur, pasti aja gue iri. Kita kembar, tapi takdir kita enggak."
Bumi masih diam menatap Zico, hatinya merasa tidak enak. Belasan tahun ia hidup tenang dan bahagia, tanpa tahu keadaan saudara nya di luar sana.
"Gue deketin Mentari, sebagai Bumi. Dan gue hamilin Glory, sebagai Bumi juga." Semuanya menunjukkan reaksi terkejut, mendengar bagaimana pengakuan mengejutkan dari Zico. Glory menundukkan kepalanya, menggenggam erat tangan Elang. Ia semakin takut, air matanya semakin tidak bisa dihentikan.
"Rencana awal gue, emang buat Glory hamil dan menuding Bumi pelakunya. Pasti mereka bakal menikah, setelah itu gue bisa ungkap jadi diri gue dan deketin Mentari. Tapi, gue berpikir lain," lanjut Zico yang masih di dengarkan semua orang.
"Lihat gimana benteng antara Bumi dan Glory, gimana kecewanya Bu Indri, kacaunya Glory dan Mentari. Lihat gimana kebingungan nya Bumi, benar-benar kayak orang bodoh. Gue nggak bisa lakuin itu lagi," tambah Zico.
"Nggak mungkin juga setelah itu, gue bisa dapetin Mentari. Gue bahkan nggak bisa jamin dia bahagia sama gue." Zico tersenyum tipis pada Mentari, mengalihkan pandangannya, Zico menatap Bumi, menepuk-nepuk pundak cowok itu.
"Bener, Bum. Lo saat itu emang ketiduran di meja bartender. Seharusnya saat kalian cek cctv, kalian juga cek meja bartender, bukan cuma cek kamar itu aja. Jelas lo nggak ingat lakuin itu atau nggak, lo juga mabuk berat kan?"
Zico mengalihkan pandangannya pada Glory, gadis itu terus menundukkan kepalanya dalam. Pasti sangat takut, punggungnya bergetar, menandakan tangis yang dalam tanpa isak. Perasaan nya tidak baik-baik saja, merasa bersalah menghancurkan gadis itu.
Perlahan Zico mendekat, ingin menyentuh Glory tapi dihalangi oleh Elang. Saling adu tatap dengan mata tajamnya, Elang tidak sudi adiknya di sentuh oleh lelaki seperti itu. Zico paham itu.
"Glory, sorry," lirih Zico. Glory masih diam, bahkan menatap Zico pun enggan.
Tapi sekarang, beberapa rasa penasaran Glory terjawab. Penasaran dengan cowok yang mengajak ia minum, jelas itu bukan sifat Bumi. Sekarang ia tahu siapa cowok itu. Ia juga tahu, kenapa saat itu Bumi benar-benar bingung dan seperti orang bodoh. Bumi benar-benar tidak melakukan itu.
Mentari mengamati semua orang, perasaannya semakin kacau dan berkecamuk. Melihat bagaimana terkejut nya Bumi dengan fakta kembaran nya. Melihat bagaimana kacaunya Glory. Dan dirinya? Apa yang harus ia lakukan sekarang? Bagaimana dengan hubungan nya dengan Bumi?
•••💜•••
KANGEEN BANGET SAAMAA DIAA😭
KAMU SEDANG MEMBACA
BumiMentari
Teen Fiction"Kakak peduli banget sama aku. Apa kakak suka sama aku?" "Dengerin, semua itu lo nggak bisa menyimpulkan rasa suka." "Ihh! Gengsian!" kesal Mentari sembari menepis tangan Bumi. "Gue belum siap untuk jatuh cinta dan menjalin hubungan lagi." "Hm...