-11. Buat Kakak-

143 16 2
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

•••

Bumi melangkahkan kakinya dengan perlahan, badannya mulai lelah sedari tadi lari pagi. Ia membiarkan ke tiga temannya yang masih asik berlari. Ia memilih duduk di tepi taman.

Matanya mendengar, sampai ia menemukan sosok gadis yang tengah bersepeda dengan rambut tergerai panjang. Bumi berdiri, menghampiri gadis itu.

"Sendirian lo?" Mentari terkejut, ia mengerem sepedanya secara mendadak. Detik setelahnya, senyumnya mengembang lebar.

"Hai kak!" Seperti biasa, Mentari menyapa dengan ramah dan Bumi mengabaikan. Bumi malah naik ke jok belakang sepeda Mentari.

"Eh, kakak ngapain?"

"Menurut lo?" Mentari berdecak sebal.

"Bisa nggak sih kalau ditanya jangan balik nanya," cibir Mentari.

"Gue bonceng."

"Berat. Kakak aja yang boncengin."

"Nggak mau. Gue capek."

"Aku juga!"

Bumi menghela napas panjang, ia tetap tidak mau  ngalah. Ia tetap duduk dengan anteng, membuat Mentari akhirnya mengalah. Dengan sekuat tenaga Mentari mengayuh sepedanya.

"Astaga! Makan apa sih sampai seberat ini," protes Mentari. Kakinya benar-benar pegal sekali, tapi ia tetap mencoba mengayuh.

"Lo nya aja yang lemah," cibir Bumi. Mentari mendengus kesal, mengumpulkan tenaganya dan kembali mengayuh sekuat mungkin.

"Kakak udah lebih baik sekarang?"

"Maksud lo apa?"

"Itu, yang masalah sama kak Glory." Bumi hanya manggut-manggut saja. Membuat senyum Mentari tercetak lebar.

"Syukurlah. Kakak semangat move on ya!" Bumi hanya diam, bergulat dengan pikirannya sendiri. Mentari menoleh ke belakang, menatap wajah Bumi. Ia menghentikan sepedanya.

Menatap Bumi yang tampaknya kelelahan sekali. Kantung mata cowok itu tampak menghitam. Bumi sendiri heran, melihat Mentari menatapnya seperti itu.

"Kenapa lo?" Mentari menggeleng, ia tersenyum lebar lalu kembali menatap depan dan mengayuh sepedanya.

"Kak, kalau capek, nyender aja di punggung aku. Pejamin mata, kakak." Bumi terdiam mendengar ucapan Mentari, gadis itu seakan tahu jika ia kelelahan.

Bagaimana tidak? Tugas di kedokteran begitu banyak, belum lagi urusannya yang lain. Kepalanya benar-benar terasa berat.

"Nyender lo?" tanya Bumi memastikan.

"Iya. Gapapa, santai aja, kak." Bumi tidak tahu harus apa sekarang. Tapi tubuhnya seakan menurut apa kata Mentari.

Bumi menyenderkan kepalanya di punggung Mentari, tangannya sedikit memeluk pinggang Mentari. Matanya perlahan terpejam, menikmati angin pagi ini.

"Enak kan? Nyaman nggak?" tanya Mentari.

Bumi tidak bisa bohong, rasanya selalu nyaman. Mentari selalu bisa membuatnya lepas dari segala beban-beban nya. Padahal hanya seperti itu. Tapi bagi Bumi itu hal indah.

Mentari memberikan nya masukkan, mempersilahkan nya untuk melepaskan segala penatnya. Gadis itu yang saat ini mampu membuat Bumi lepas dari segala bebannya.

"Kak!"

"Biasa aja, enggak enak, nggak nyaman," jawab Bumi. Gengsinya masih tinggi. Hal itu membuat Mentari mengerucutkan bibirnya kesal.

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang