°34. Nyata kah?°

105 14 0
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

•••🍁•••

Terkadang, perhatian itu tidak bisa ditunjukkan secara langsung atau terang-terangan. Terkadang diamnya seseorang, dia itu perhatian. Dia punya cara sendiri untuk menunjukkan kekhawatiran sertakan kasih sayangnya.

Sama halnya dengan Elang, mungkin ia tidak sering menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya pada Glory. Menanya sudah makan belum, mungkin terdengar seperti basa-basi. Tapi sepertinya itu perhatian.

Sebagai kakak, Elang juga cemas terhadap adik perempuannya. Sejak semalam Glory belum pulang, dan siang ini Elang baru bertemu Glory. Entah kapan Glory pulang.

Elang menatap Glory, tatapannya terlihat tidak bersahabat. Kedua tangannya terlipat di depan dada, benar-benar terlihat emosi. Hal itu membuat Glory yang sekarang di hadapannya terdiam membeku.

"Asik banget mabuk-mabukannya ya?" tanya Elang dengan nada sinis. Pertanyaan itu membuat Glory semakin menunduk dan menutup matanya. Ia mencoba menutupi, tapi Elang tetap tahu. Bagaimana tidak, bau alkohol nya sangat tercium.

"Pergi malam pulang siang? Kepentingan mabuk-mabukan. Hal yang perlu dibanggakan?" tanya Elang lagi, Glory benar-benar tidak bisa menjawabnya. Ia terlanjur takut duluan.

Elang mengangkat kepala Glory, menatap dingin adiknya. Glory mencoba menghindar, tapi Elang menahannya. Tatapan Elang benar-benar meminta jawaban Glory. Dengan berani Glory membuka mulut.

"Aku nginep rumah Pamela, bang. Pulang siang ya karena ikut beres-beres rumahnya," jawab Glory yang jelas itu bukan fakta. Elang hanya tersenyum, senyum yang sulit diartikan.

"Siapa yang ajarin mabuk-mabukan?" tanya Elang tidak mempedulikan jawab Glory tadi. Glory kembali diam, ia semakin tidak bisa jujur. Sangat tidak mungkin ia menyebut nama Bumi. Mengingat hubungan abangnya dan Bumi juga tidak baik.

Glory memejamkan matanya, sungguh tidak mau mengingat hal itu. Glory mendorong pelan tubuh Elang yang menghalangi jalannya. Dengan berani Glory berjalan pergi meninggalkan Elang.

Elang terkejut, menatap Glory dengan heran. Tanpa Elang sadari, adik perempuannya itu tengah menangis sembari pergi.

•••🍁•••

Kalian tahu, bagaimana rasanya mengkhawatirkan seseorang? Menantikan kabar darinya, setidaknya memastikan ia baik-baik saja. Sungguh, posisi seperti itu sangat tidak nyaman. Dirundung khawatir.

Sama halnya dengan Mentari, yang sejak pagi mengkhawatirkan Bumi. Tidak tahu kabarnya, keberadaan nya, seolah menghilang begitu saja. Tapi syukurlah, Bumi sudah memberinya kabar. Sangat membuatnya lega.

Dan kini, meski sudah malam, Mentari tetap pergi ke rumah Bumi. Menemui cowok itu untuk semakin memastikan ia baik-baik saja. Membawakan makanan pula.

"Hai kak," sapa Mentari sembari melambaikan tangannya. Ketiga cowok yang tengah asik dengan ponsel masing-masing langsung menoleh. Sedikit terkejut dengan kedatangan Mentari.

"Malah lo yang nyamperin, cowok lo gak niat banget pacarannya," cibir Alfon lalu meraih botol soda yang ada di meja. Mentari hanya tertawa kecil menanggapinya, ia tidak mau memusingkan masalah itu.

"Perlu dipertanyakan, keniatan dia dalam pacaran. Nyamperin ceweknya yang udah khawatirin dia aja ogah." David ikut-ikutan, intinya jika meledek Bumi makan semuanya akan kompak. Apalagi meledeknya di depan Mentari.

"Kak Bumi udah telpon aku kok," jawab Mentari membela Bumi dari teman-temannya.

"Ilih, apaan modal telpon doang. Cowok kek gitu dikhawatirin sejak pagi," lanjut Alfon tidak habis-habisnya menjelek-jelekkan Bumi. Mentari berdecak kesal, ia sedikit terbawa emosi oleh candaan teman-teman Bumi.

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang