°36. Merenggut Senyum.°

129 16 9
                                    

SELEMAT MEMBACA^^

•••🍁•••

"kita pernah tidur bareng. Iyakan?"

Butuh keberanian untuk Glory mengucapkan nya, matanya masih menatap mata Bumi. Raut wajah Bumi jelas sekali kagetnya. Glory memilih speak-up, ia tidak boleh diam saja akan masalah seperti ini.

Bumi semakin mengeratkan genggaman nya pada Glory, memajukan langkahnya. Tatapan Bumi yang semula panik dan penasaran berubah menjadi tatapan murka.

"Bilang lagi, itu omong kosong." pinta Bumi menakan kan, ia sungguh terkejut dengan ucapan Glory. Hal yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya.

Glory menggeleng keras, menandakan apa yang ia ucapkan sungguh-sungguh. Glory maju satu langkah, semakin menatap dalam mata Bumi.

"Malam itu siapa yang ngajakin mabuk? Siapa yang terus kasih minum? Sampai hilang kesadaran dan tanpa sadar malam itu terjadi."

Bumi mundur selangkah, tangannya langsung melemas. Tatapannya terlihat kosong, otaknya terus mencoba memutar memori itu. Tapi sungguh, Bumi tidak dapat mengingatnya.

Bumi sangat merasa tidak pernah melakukan momen-momen itu. Sekilas bayangan saat ia mabuk terlintas, tapi Bumi tidak mengingat mabuk bersama Glory.

"Sekarang mungkin aku nggak hamil. Tapi aku nggak mau diam aja, saat aku dilecehin." Glory mengalihkan tatapannya dari Bumi, mengusap air matanya dengan kasar. Memejamkan matanya, mlau dengan dirinya sendiri.

Glory semakin menangis, saat bayang-bayang malam itu sedikit terlintas. Tidak semua memori malam itu Glory ingat, tapi momen pagi itu Glory sangat mengingatnya.

"Gue nggak lakuin itu. Bukan gue." Bumi mengelak, ia terus mencoba mengingat, tapi benar-benar tidak ingat apapun akan malam itu. Glory kembali menatapnya dengan emosi, Bumi tidak mengakuinya.

"Malam itu kita berdua sama-sama nggak sadar. Pagi nya, sekitar jam 9 aku bangun. Kamu di samping aku, Bumi. Kamu masih tidur diposisi itu."

Glory menunjuk-nunjuk dada Bumi, emosinya semakin memuncak dengan air matanya yang terus menetes.

"Itu menjijikkan, tanpa sehelai benang di tubuh kita. Malu, Bumi." Glory menunduk malu, sungguh ia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Tubuh Glory mulai melemas, kepalanya terasa berat.

Bumi mencoba mengingat lagi saat ia bangun. Bumi menggeleng keras, mendongakkan kepala Glory agar menatapnya.

"Gue emang tidur di club itu, tapi bukan di kamar. Dan bukan sama lo." Bumi masih mengelak, Glory menatapnya dengan penuh emosi. Bumi yang masih tidak mengakuinya.

"Gue bangun udah menjelang sore. Gue bangun pun ada di meja bartender. Gue tidur di sana." Bumi menjelaskan, seingat yang ada di kepalanya.

"Saat itu kamu mabuk, bisa aja dari kamar kamu pakai baju terus kelur. Dan ada di meja bar itu, dan disitu kamu baru sadar."

Bumi menggeleng kan kepalanya lirih, ia sungguh-sungguh mengelak hal itu. Bahkan sekilas ingatan akan malam itu pun tidak ada. Mengacak rambutnya frustasi.

"Ayo, kita cek cctv di club itu." Ajak Glory, ingin memberi bukti kuat. Bahwa cowok yang ia lihat saat bangun itu memang Bumi. Bumi mengangguk sekenanya, ingin memastikan juga. Apapun nanti resikonya.

Saat keduanya berbalik, menuju pintu rooftop untuk keluar dari atas rooftop. Tapi langkah mereka langsung terhenti, mereka begitu terkejut melihat beberapa orang di depan pintu rooftop.

Mentari dengan tatapan polosnya, Elang dengan wajah sudah kalut emosi, teman-teman Bumi serta Glory yang terkejut. Keberadaan mereka semakin membuat Glory terkejut.

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang