-10. Ponsel Baru-

157 22 10
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

•••

Sore ini seperti biasa, Bumi mengajari Mentari badminton. Tak ada yang berubah, Bumi tetap galak dan selalu memarahi Mentari saat melakukan kesalahan. Dan Mentari yang begitu semangat.

"Capek belom sih? Gue capek," ujar Bumi sembari mengelap keringatnya dengan punggung tangannya. Mentari menggelengkan kepalanya, seolah tidak merasakan lelah.

"Kakak jangan lemah! Jangan males! Ayo semangat!"

"Makanya, lo tuh cepet jago. Lempar shuttle cock aja nggak bener. Gini yang mau jadi juara?" Mentari mengerucutkan bibirnya, Bumi sebagai pelatih bukannya mendukungnya malah terus menyudutkan nya.

"Ya kan masih belajar," ucap Mentari pelan. Ia memilih menepi dan meminum air mineral. Ia minum sampai habis.

"Gitu yang namanya nggak capek?" sindir Bumi, mendapatkan tatapan tajam dari Mentari.

Bumi menutup botolnya, lalu mengambil sesuatu dari tasnya. Sebuah ponsel mahal ia sodorkan pada Mentari. Gadis itu mengernyit.

"Buat aku?"

"Iya." Mentari ternganga, ia menatap Bumi tidak percaya. Ponsel ini begitu bagus dan mahal pastinya.

"Kenapa, kak?"

"Hp lo jelek." Mentari mengerucutkan bibirnya kesal, tapi ia tetap menerima ponsel itu. Detik setelahnya ia tersenyum lebar.

"Makasih banyak, kak!"

"Sama-sama. Itu kuota full, biar lo bisa hubungi gue kalau ada apa-apa. Gue bakalan isiin kuota lo terus."

Meski Elang berkata perjanjian itu batal, Bumi masih tetap was-was. Bumi tahu bagaimana liciknya Elang. Mempercayai lelaki itu benar-benar tobat rasanya sulit.

"Makasih banyak kak. Tapi, kakak jangan terlalu baik." Bumi mengernyitkan keningnya.

"Kenapa?"

"Perempuan itu sensitif, diperhatiin dikit aja bisa baper." Bumi menatap Mentari dalam, ia tidak membalas ucapan Mentari.

"Padahal si cowok perhatian karena sebatas teman. Kan endingnya nyesek." Bumi melongo mendengarnya, benarkah yang berbicara itu Mentari si polos?

"Kak!" Bumi mengerjapkan matanya, tiba-tiba gadis itu berteriak. Padahal jelas-jelas ia di samping gadis itu.

"Apa?"

"Tumben kasih langsung, biasanya juga kirim paket. Udah nggak gengsian?" Bumi mendesah kesal, lalu menggelengkan kepalanya dan membereskan barang-barangnya.

"Males," jawab Bumi.

"Kakak ada niatan mau pulang?" Bumi berdiri, menggendong tas nya lalu menatap Mentari. Jengah.

"Menurut lo?"

"Iya udah. Hati-hati ya, kak. Kalau ketemu hati orang yang patah dijalan, angkut aja." Bumi menggeleng lirih, ia segera menjalankan kaki nya dari sana.

Meski ia tidak mengantar Mentari pulang, ia tetap memastikan gadis itu aman. Dengan cara, meminta Jendra untuk mengawal gadis itu sampai rumah. Jendra adalah assisten pribadinya, seumuran dengannya.

Lain dengan Mentari yang belum beranjak dari sana. Gadis itu masih memandangi ponselnya, lalu ia membukanya. Ada sebuah chat masuk, Mentari merasa aneh dan membukanya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang