°42. Banyak Fakta.°

107 21 10
                                    

SELAMAT MEMBACA ORANG BAIK^^

•••

"Ayo akhiri kisah kita kak," ucap Mentari mencoba tegar, tersenyum lebar pada Bumi untuk terakhir kalinya mungkin. Gelengan keras dari Bumi tidak Mentari hiraukan.

Mentari masih tersenyum, menampilkan raut ceria meski tidak seperti biasanya. Berjalan mundur, perlahan berbalik badan. Baru beberapa langkah, kaki Mentari terhenti. Menatap seseorang di depannya.

Mata dan mulut Mentari terbuka lebar. Sangat terkejut melihat seseorang di depannya. Sungguh, rasanya ini mimpi. Apa Menari sedang berhalusinasi? Siapa di depannya ini?

Perlahan, Mentari menoleh ke belakang. Semakin terkejut melihat Bumi masih berdiri di sana. Badannya bergetar, ia tidak bisa berpikir jernih sekarang. Bagaimana bisa ada 2 Bumi? Apa ini? Apa yang telah terjadi?

"Lo?" Bumi melangkah perlahan, matanya juga menatap sosok cowok di depan Mentari. Cowok dengan postur tubuh dan wajah yang sangat mirip dengan Bumi. Bumi sama terkejutnya, bahkan rasanya ia seperti sedang bercermin.

"Zico, bukan Bumi." Cowok itu bersuara, suaranya pun begitu sama dengan suara Bumi. Seakan Bumi memang ada 2, atau ini kembaran Bumi? Mentari tidak paham, ada 2 Bumi di depannya semakin membuat ia bingung.

Zico menatap Mentari, terlihat jelas raut bingung dari gadis itu. Beralih menatap Bumi, dari atas sampai bawah. Tersenyum miring, melihat dirinya ada di depannya seperti ini.

"Kita kembar, hanya beda nasib," lanjut Zico masih membuat Mentari dan Bumi bingung. Bumi tidak menyangka, bahkan tidak pernah berpikir ia memiliki kembaran. Sejak kecil ia hanya sendiri, tanpa saudara. Kenapa tiba-tiba Zico muncul?

"Cowok yang nolongin lo di halte bus, itu gue," ucap Zico pada Mentari. Mentari berpikir sejenak, mengingat cowok di halte bus dulu. Yang pernah menolong saat ia terpeleset.

"Iya!" Mentari berlari kecil, bodohnya ia sampai terpeleset. Meringis kesakitan, ia semakin kesal dengan Bumi.

Tiba-tiba seseorang mendekati nya, membantunya untuk berdiri. Mentari tidak mengenal lelaki yang juga ada di halte itu. Ia hanya menerima bantuannya saja.

"Makasih kak," ucap Mentari pada lelaki yang membantunya itu. Melirik Bumi, cowok itu masih berada di dekat mobilnya. Hanya menatapnya.

"Hati-hati, jangan lari-larian gini," ucap cowok itu. Cowok yang wajahnya tertutup masker. Mentari tidak bisa melihat jelas wajahnya.

"Iya, kak. Lain kali aku hati-hati kok." Cowok itu tersenyum di balik maskernya. Mengusap-usap kepala Mentari dengan gemas.

"Kalau punya cowok, jangan yang galak-galak. Lo terlalu gemesin buat dia yang galak," ucap cowok itu lagi.

Mentari ingat kejadian itu, sekarang ia tahu cowok itu siapa. "Yang ketemu lo saat beli es lilin sebelum ke kampus. Itu gue, bukan Bumi."

"Kakak," lirihnya. Cowok itu menoleh, terlihat sangat terkejut. Mentari mengamati lekat-lekat cowok itu, lalu tersenyum ramah.

"Kakak beli es krim? Bukannya kakak nggak doyan ya?" tanya Mentari pada cowok yang ia yakini itu Bumi. Cowok itu berdehem, terlihat canggung.

"Lo ngapain di sini?" tanya nya balik.

"Beli es lilin," jawab Mentari yang diangguki cowok itu. Mentari mengamati cowok di depannya lekat-lekat, ia sedikit aneh.

"Pagi-pagi gini, kakak pakai kaos hitam, celana hitam, hoodie hitam. Terus topi hitam, sepatu hitam. Itu lagi, kaca mata sama masker hitam. Aneh."

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang