°40. Bumi Hancur.°

146 18 2
                                    

SELAMAT MEMBACA^^

•••🍁•••

Mentari masih menunggu pertandingan final akan diputar. Tapi konsentrasi nya sudah buyar, ia tidak fokus saat latihan bersama Alfon. Ya, beberapa hari ini Alfon sebagai pengganti Bumi. Tentu Fany yang merekomendasikan nya.

Alfon menghela napas, memperhatikan Mentari yang kehilangan fokusnya. Mengambil botol minum dingin, menempelkan pada pipi Mentari. Gadis itu sedikit tersentak lalu menoleh.

"Istirahat, kumpulin fokus lo," ucap Alfon menyerahkan air minum itu. Tersenyum sejenak lalu meninggalkan Mentari sendirian, agar bisa menenangkan pikirannya.

Mentari berdecak, ada atau tidaknya Bumi di sini tetap saja mengganggu pikiran dan perasaannya. Mentari memikirkan ke mana perginya Bumi sekarang? Apa yang cowok itu lakukan?

Mentari takut, Bumi kembali mendatangi club. Seperti dulu saat ke club karena cemburu. Mentari takut Bumi tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Fokusnya benar-benar buyar.

"Hai, calon juara." Suara itu membuat Mentari menoleh, mendongakkan kepalanya melihat Elang. Elang terlihat masih sama, dengan senyum dan sapaannya. Seakan tidak ada yang berubah setelah apa yang terjadi.

Elang ikut duduk di samping Mentari, masih saja mempertahankan senyumnya. Kali ini Mentari tidak membalas sapaan ataupun senyumnya. Terlihat jelas Mentari tidak seperti dulu. Elang memahaminya.

"Gimana persiapannya? Aman kan?" tanya Elang yang peduli akan pertandingan Mentari. Tahu seberapa kerja kerasnya Mentari untuk menjadi juara. Mentari hanya mengangguk sekenanya saja.

Mentari kembali menatap depan, ada sesuatu yang ia pikirkan lagi. Pikirannya selalu terganggu, ah ia tidak bisa fokus untuk pertandingan ini. Menghela napas, menoleh pada Elang yang masih menatapnya.

"Apa kabar kak Glory?" tanya Mentari mengutarakan pertanyaan yang mengganggunya. Mentari sadar, di sini bukan hanya ia saja yang hancur. Glory jauh lebih hancur.

"Mirip dengan kondisi lo," jawab Elang santai masih dengan senyumnya. Elang ingin semuanya tetap baik-baik saja, tidak mau menganggu pikiran Mentari.

"Lebih hancur kak Glory ya," lirih Mentari sembari menundukkan kepalanya. Merasakan kondisi Glory saat ini, gadis yang susah payah mengikhlaskan Bumi, tapi malah seperti ini.

Elang menepuk-nepuk pundak Mentari, memberikan kekuatan dan seolah-olah mengatakan ' everything be fine'. Mentari kembali menatap Elang, sendu.

"Kak, apa mereka akan menikah?" tanya Mentari dengan suara bergetar, ia sendiri takut menanyakan hal seperti itu. Yang sama saja juga menyakiti nya.

Elang terdiam sesaat, memikirkan pertanyaan itu. Tiba-tiba ia tertawa pelan, memukul lengan Mentari pelan. Seakan menganggap itu lelucon. Matanya menatap depan, masih dengan kekehan kecilnya.

"Nggak lucu sih kalau, Bumi nikah sama Glory. Terus endingnya lo sama gue gitu?" Elang menoleh sembari menaikan satu alisnya, tertawa mendengar kalimat nya. Sebenarnya dibalik itu ia juga menanya hal yang sama, haruskah?

Mentari hanya diam, tidak ikut tertawa seperti Elang. Dirinya yang ceria benar-benar sudah menghilang. Sulit sekali sekarang untuk Mentari, sekadar senyum ceria.

"Ada penghalang besar," lirih Elang tetap mempertahankan senyumnya. Senyum yang sebenarnya menggambarkan luka. Mentari terdiam, mengingat fakta itu.

Mungkin jika tidak ada tembok penghalang, sejak dulu Bumi dan Glory sudah berpacaran. Dan tembok itu akan sulit diruntuhkan.

•••🍁•••

Mengisi perut adalah hal sederhana yang wajib. Terlepas bagaimana situasi dan perasaan kita saat itu. Bagi Bumi, sehat itu penting. Lebih tepatnya untuk Glory, sebab itulah ia mengajak Glory untuk makan bersama di restoran.

BumiMentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang