38. Tak Mau Terlibat Lagi

39 3 0
                                    

Setelah selesai keluar dari ruangan rapat, ponsel Aslan bergetar di sakunya. Kaisar dan Arkais telah pulang lebih dulu.

"Markas kita dibobol, Lan," lapor Ganjar pada telepon yang tersambung dengan Aslan. "Picasso kacau banget sekarang. Emang gitu itu anak. Gue liat ada bekas pembakaran di depan pintunya."

"Apa?" Dada Aslan langsung membuat. Apa ini appetizer kedua yang dimaksud Tyan? Menyerang markasnya?

"Gue baru masuk dan ... ada cewek di sini, Lan."

"Sialan!" Aslan langsung mempercepat langkahnya menuju parkiran sekolah. "Gue bakal ke sana sekarang!"

Aslan menutup sambungan telepon. Pandangannya lurus ke dapan dan segera melajukan mobilnya membelah jalanan menuju Picasso. Rapat mengenai pensi membuat waktunya sangat menipis untuk mengurus Tyan dan masalah yang dibuatnya.

Di sepanjang perjalanan, Aslan berdoa bahwa perempuan yang dimaksud Ganjar bukanlah Isla.

Perempuan itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Tyan.

Namun, sepertinya Aslan sangat dibenci Tuhan hingga permohonannya tak dikabulkan. Isla terbaring di atas sofa dengan keadaan yang tak menyenangkan.

"Isla!" seru Aslan. Sedih dan marah bercampur menjadi satu hingga membuat dadanya amat sesak.

Ganjar mengerutkan keningnya melihat reaksi Aslan. "Lo kenal, Lan?"

"Tyan, Bangsat!" seru Aslan dengan tangan mengepal kuat.

Lalu, ia beralih melihat Isla dengan air mata menggenang. Luka-luka di kakinya benar-benar menyayat hati Aslan. "Jar, kita obatin dulu anak ini. Baru kita urusin si Tyan Anj**** itu."

***

Aslan sudah membawa Isla ke rumah sakit terdekat untuk ditangani. Paramedis telah menangani luka-luka terbuka di kaki Isla dengan baik. Aslan hanya perlu menunggunya bangun saja. Aslan menipiskan senyumannya, merapikan rambutnya Isla dengan tangan bergetar.

Jelas, Aslan merasa sangat bersalah. Sebelumnya, Ganjar berkata bahwa dirinya menemukan Isla terikat dalam kursi kayu.

Bisa-bisanya Tyan masuk ke markasnya Entah darimana Tyan tahu lokasi Picasso, tapi Aslan curiga pada Aldi. Selain anggota Askaar, hanya laki-laki itu yang mengetahui markas itu.

Padahal pintunya sudah dikunci.

Ketika Aslan tengah menunduk untuk merenungkan kesalahan, Ganjar datang.

"Lan, gue temuin surat ini di bawah sofa." Ganjar menyerahkan sebuah kertas putih yang langsung Aslan buka dengan napas memburu.

Tulisan jelek Tyan langsung menyapa matanya. 

Hai, Aslan Sayang

Gimana appetizernya? Apa berhasil bikin lo lapar?

Tenang aja, dalam waktu dekat gue bakal kirim main course biar lo puas

Aslan meremas kertas itu dengan penuh emosi. Ia segera memanggil Tyan lewat ponselnya. Laki-laki menyebalkan itu langsung mengangkat panggilannya.

"Kita harus ketemu." Mata Aslan menyorotkan kemarahan yang tertahan.

"Kenapa? Kangen?" Tyan tertawa santai di seberang sana. Jelas sengaja untuk memainkan perasaan Aslan. "Sorry, gue lagi ada les privat Minggu ini. Sibuk. Nggak bisa diajak ketemuan."

"Bangsat!" seru Aslan murka.

"Jangan kata-katanya, Aslan Sayang," tegur Tyan sok bijak. "Bukannya lagi di rumah sakit? Malu diliat orang-orang."

The Secrets of PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang