58. Rencana Gila

48 4 0
                                    

Malam sebelumnya....

"Hai," sala Araafi saat melihat Isla tengah dalam perjalanan pulang dari sekolahnya setelah malam menjemput. Araafi menunggu kedatangan Isla di depan gerbang sekolahnya.

"Eh, Kak Araafi?"

"Mau makan es krim? Aku traktir, deh," ajak Araafi.

"Malem-malem ini enaknya minum susu jahe sama onde-onde, Kak," balas Isla memaksakan senyumannya. Meski ia tengah bermasalah dengan Aslan, akan tak adil jika Araafi menjadi pelampiasannya. "Kalau mau traktir, ikut aku ke warung Pak Somad."

"Oke." Araafi menyetujui tanpa berpikir lama dan sejurus kemudian, keduanya telah duduk berhadapan di depan sebuah gerobak dagangan Pak Somad.

"Ada yang mau aku omongin, La." Araafi membuka percakapan.

"Apa tuh?"

Araafi menjelaskan bahwa ia ingin Aslan keluar dari dunia gelap sebelum terlambat, sebelum terlalu menyelam jauh dan tak bisa kembali lagi. Dan untuk mewujudkannya, Araafi buruh Isla sebagai pengganti Aslan.

Ada beberapa keuntungan untuk Isla jika menggantikan tempat Aslan. Perempuan itu akan dapat kekuatan, perlindungan dan menyelamatkan Aslan dari bencana buruk seperti yang terjadi pada Araafi setelah Arkan tahu keterlibatannya dengan Ardeuz.

Isla sedang marah dan kecewa pada Aslan saat itu, tapi ia mengangguk tanpa ragu setelah Araafi bertanya tentang kesediaannya.

"Aku siap buat jadi perisai Kak Aslan."

***

Isla menjauhkannya wajahnya kembali setelah beberapa lama menyatu. Matanya berbuah satu, tapi tangannya tak lepas dari rahang Aslan.

Saat Aslan masih terkejut dengan apa yang dilakukan Isla, Isla tersenyum tenang. Setelah bergaul dengan Araafi, ia menjadi lebih kuat dan mengerti cara mengambil alih jiwa seseorang.

"Putus semua yang bikin lo lemah, Kak," mohon Isla dengan senyuman tipis.

"Jangan biarin orang lain tau rahasia lo, terus bikin lo hancur karenanya, ... lagi." Tangan Isla turun pada leher Aslan, lalu pada kedua bahunya. "Cukup satu kali lo menyiksa diri, Kak. Lepasin Askaar. Lepasin kelemahan lo."

Aslan mematung, merasa terhipnotis.

"Sekarang, biarin gue yang tanggung itu," lanjut Isla seraya meremas bahu Aslan. Kemudian menepuk-nepuknya pelan. "Tanggung rahasia dan kelemahan lo, Pangeran."

"Gue bisa jadi ketua Askaar, gantiin lo," cetus Isla pelan, seperti berbisik.

Aslan masih larut dalam mata Isla. Isla memberi waktu untuk Aslan berpikir dengan percaya diri. Laki-laki itu pasti setuju dengan kata-katanya, apalagi setelah Isla mengeluarkan seluruh suara hatinya dengan tulus.

"Gila aja." Aslan langsung tertawa dan wajah serius Isla seketika buyar. "Lo jago ngibul, deh."

"Lagi ultah, ya?" tanya Aslan lanjut menganggapnya semuanya hanya bercandaan.

"Nggak." Isla menukas agak marah. "Mereka jelas cuma bully gue karena gue anak orang miskin."

Aslan langsung menggeleng dan menatap Isla lekat. "Di mata orang-orang, mungkin lo miskin, tapi nggak di mata gue."

"Jangan alihin pembicaraan, Kak." Isla mencengkram bahu Aslan dan menatapnya dengan penuh tuntutan. "Lo mau keras kepala aja? Lo mau bunuh diri aja?"

"Askaar itu separuh jiwa gue, La," balas Aslan santai dan menarik tangan Isla untuk ia genggam keduanya dengan laembut. "Gue nggak bisa hidup tanpa dia. Dan lo jadi ketua Askaar? Bisa runtuh dunia."

"Baru-baru ini Kak Araafi kasih tau cara bela diri, susun strategi, pindai pengkhianat, curangi musuh. Gue udah menguasai semuanya dan kayaknya seru jadi otak baru dari Askaar," ungkap Isla semangat. "Tyan bakal jadi wakil ketuanya kata Kak Araafi."

"Gila aja." Aslan menajamkan tatapannya. Namun, Isla tak takut lagi dengan itu. "Askaar masih belum putusin apa-apa. Seenaknya aja lo sama Bang Araaf rencain semua itu."

"Itu namanya kudeta, La," lanjut Aslan tegas. "Lo nantangin Askaar namanya.

"Jangan keras kepala, Kak." Isla masih belum menyerah. "Ini jalan terbaik. Terus, Askaar bakal ganti nama seolah bubar di mata orang lain. Jadi, semuanya aman."

"Ganti nama?" tanya Aslan bingung. "Jadi apa?"

"Islands."

Aslan menaruh tangan Isla dan bangkit berdiri. Menatap Isla yang masih duduk dengan putih asa itu dengan tatapan kecewa. "Kayaknya lo harus servis otak, deh, La."

***

The Secrets of PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang