09. Kepada Air

71 6 0
                                    

Selamat membaca

***

The
Secrets
Of
Prince

***

"Udah, La, udah."

Entah harus berapa kali Raya mengatakan kata-kata itu pada Isla agar tangis teman dekatnya itu mereda. Raya menepuk-nepuk punggung Isla pelan.

"Cowok tuh masih banyak, La. Bukan Kak Aslan doang yang ada di dunia ini. Ada Kak Kaisar, Kak Arkais, mereka juga pada ganteng-ganteng," bujung Raya agar tangis Isla mereda. Beruntung toilet yang mereka gunakan tidak dimasuki siapapun, jadi Raya tidak perlu malu atas tangisnya Isla. "Ayolah, La. Nangisin Kak Aslan nggak bakal bikin lo jadi tipenya Kak Aslan."

Tangis Isla menjadi-jadi. Kata-kata Aslan kembali menggema di benaknya, menamparnya keras-keras untuk sadar diri.

Please, tipe aku cuma kamu. Percaya, deh. Dia sama sekali bukan kesukaan aku

Tanpa sengaja, Isla mendengar pengakuan Aslan ketika ditanya Jasmine di kantin tadi. Isla memang tidak percaya diri Aslan akan melihatnya sebagai perempuan, tapi bagaimana Aslan menegaskannya secepat ini membuat hati Isla remuk berkeping-keping.

Bagi aku, kamu itu pelangi, By. Dia cuma batu

Air mata Isla berjatuhan ke ubin toilet. Ia menangis di depan cermin toilet, membuatnya menyadari betapa timpangnya kecantikan yang ia miliki dengan yang Jasmine miliki.

"La, bukannya lo emang cuma kagum sama Kak Aslan? Bukannya lo emang terima kalau Kak Jasmine itu cocok buat Kak Aslan?" tanya Raya dengan suara lelah. "Udahlah. Cowok itu banyak, La. Please, kalau misalnya Kak Aslan emang pelangi di mata lo, bukannya dia pantes dapetin pelangi lagi kayak Kak Jasmine?"

Mendengar pertanyaan yang jawabannya benar itu membuat Isla semakin menangis deras.

Padahal baru saja enam jam yang lalu, ia ingin menjadi kehidupan ini dengan sepenuh hati. Ternyata, kehidupan Isla masih sama menyedihkannya sekarang.

Isla membuang napas keras-keras, lalu menyalakan wastafel. Tangisnya terdengar makin kencang, padahal terhalangi oleh suara air.

Gendang telinga Raya mau pecah rasanya. "Isla, ish! Berisik!" serunya kesal. 

"Air, kalau misalnya lo punya rasa keadilan, mending lo sapu semua kehidupan di bumi ini dengan kekuatan lo. Please, hidup gue amat sangat nggak adil sekarang. Gue butuh bantuan lo," keluh Isla pada kran air. "Please, keluar yang banyak! Please, jadiin permukaan bumi ini sama rata sama lo, Air! Hiyaaaaaa!"

Raya berdecak, lalu menahan tangan Isla yang berusaha menutupi saluran menghangat. "Isla, ih, lo udah gila, ya? Nanti sekolah ini banjir kalau lo pepetin lubangnya! Is—"

Suara Raya terpotong saat mendengar suara pintu toilet dibuka. Raya langsung mematikan kran air dan menarik tangan Isla untuk keluar dengan sekuat tenaga saat melihat Jasmine.

Isla ikut melihat Jasmine dan badannya lemas seketika, hanya pasrah oleh tarikan Raya. Jasmine sangat cantik seperti bidadari dan rasanya Isla ingin memakai masker agar wajahnya tak terlihat oleh Jasmine.

Mereka berpapasan, tapi Jasmine mengerutkan keningnya saat melihat Isla. Seperti kenal, padahal faktanya ini pertama kali mereka bertemu.

"Tunggu." Jasmine berbalik untuk menghentikan langkah Isla dan Raya. "Kamu orang yang dikasih Aslan bunga, kan?"

Jantung Isla langsung berpacu kencang. Ia berbalik, menatap Jasmine dan mengangguk terpatah-patah. Isla takut.

Raya yang di sampingnya bisa merasakan genggaman erat Isla di tangannya. Raya menipiskan bibirnya, berharap Jasmine tidak bar-bar pada Isla.

Sejauh detik berjalan, Jasmine memerhatikan penampilan Isla dari atas sampai bawah, membuat Isla sangat tak nyaman dan merasa direndahkan.

"Ternyata emang bener kata Aslan," kata Jasmine dengan senyuman lega.

Kening Isla mengerut heran. "Kenapa, Kak?"

"Harusnya aku nggak khawatir berlebihan saat liat foto kamu. Ternyata aslinya lebih buruk." Jasmine tertawa kecil, tapi terdengar sangat licik di telinga Isla. "Kamu bukan orang yang pantas aku khawatirkan."

Mata Isla mulai memerah. Menahan air yang akan membentuk kaca yang membuat pandangannya kabur. Namun, ia tak bisa melakukannya.

Sebentar lagi, mungkin air matanya aja mencumbu ubin toilet.

"Maksud Kakak apa, ya?" Kini, Raya yang bersuara. Ia pikir Jasmine akan sangat elegan dan baik hati sebab wajahnya memang bak Dewi, tapi ternyata aslinya terdapat nenek sihir yang bersembunyi dengan rapi.

"Kalian pasti tau Aslan sama aku adalah sepasang kekasih," tegas Jasmine, kini wajahnya mengeras dan serius. "Harusnya kamu tau batasan. Biar kutebak, barusan kamu nangis karena merasa kalah, kan?"

Isla mengepalkan tangannya. Ketidakmampuannya untuk membalas lagi-lagi menyiksanya. Fakta bahwa pertanyaan Jasmine menang mengandung jawaban benar, membuat dadanya sesak.

"Kamu emang harus sadar. Aku dan kamu nggak pernah bisa jadi saingan," lanjut Jasmine tajam. "Askan butuh pelangi dan baginya, kamu hanyalah batu. Batu loncatan. Kamu tau itu?"

Isla benar-benar tak tahan untuk berada di sini lagi. Harga dirinya sudah tak bisa diselamatkan. Tak ada gunanya membalas karena ia tak akan menang. Karena itu, Isla berbalik dan melangkah cepat meninggalkan Jasmine dan Raya.

"Isla!" seru Raya panik, mengejar Isla.

Isla tak mengindahkan panggilan Raya. Tak ada yang lain dalam pikiran Isla selain pergi ke rooftop dan berteriak kencang di sana.

Sekarang, elemen apa yang harus Isla suruh untuk menyapu seluruh kehidupan di bumi ini?

Entah sekenario apa yang disuguhkan pada hidup Isla saat kakinya menginjak lantai rooftop dan titik-titik hujan mulai menyapa. Air-air itu jatuh, kian turun dengan cepat dan membentuk hujan deras disertai kilatan dan gemuruh yang membuat tubuh bergedik ngeri ingin segera sembunyi.

Berbeda dengan Isla yang justru semakin berteriak kencang, bersahut-sahutan dengan gemuruh, kehilangan kewarasannya.

Raya menatap kegilaan yang Isla lakukan dengan pandangan khawatir. Melihat Isla bisa segila itu, Raya meragukan perasaan Isla pada Aslan hanya sebatas kagum.

Meski takut, akhirnya Raya menerobos hujan deras dan mendekati keberadaan Isla

"ISLA, HEY! BAHAYA!" teriak Raya menyadarkan Isla. Ia mencengkram bahu Isla kuat-kuat untuk dirangkul dan dibawa turun dari rooftop.

Tubuh Isla sudah lemas, jadi tak perlu tenaga besar untuk Raya membawanya kembali ke tempat yang teduh dan aman. Raya dan Isla berjalan melewati koridor dengan baju basah kuyup.

Lalu, Isla benar-benar kehilangan kesadarannya.

Raya membuang napas lega. Setidaknya, itu lebih baik daripada Isla yang sadar dan berbuat kegilaan lagi.

***

Terimakasih telah membaca

12122020

The Secrets of PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang