Sudah enam hari Isla tidak bertemu dengan Aslan.
Jujur, Isla merindukannya. Namun, ia tak bisa membiarkan jiwa liarnya untuk bergerak. Ia tak bisa menarik kata-katanya untuk menyuruh Aslan untuk menjauh.
Salahnya sendiri karena salah paham dan tak mau mendengarkan kata-kata Aslan malam itu. Kini, Isla tersiksa atas kebodohannya sendiri.
Namun, Isla tak hanya tersiksa. Ia juga bahagia. Kania mendapatkan surat drop out dari sekolah karena telah mengonsumsi narkoba untuk bisa tampil percaya diri di depan orang-orang dan punya tenaga lebih meski malam telah menjemput.
Memang agak sulit saat melihat Kania lesu dan sangat terpukul karena hancur. Namun, Isla merasa telah melakukan hal yang baik untuk Kania.
Sejak berita itu tersebar, Kania menjadi sebuah kotoran yang dihindari orang-orang. Kania pun secara insiatif menjauhkan diri dari orang-orang sampai dirinya benar-benar keluar dari sekolah.
Isla tak pernah bertukar kata lagi dengannya setelah pertemuan mereka di ruangan jurnalistik. Di sana Kania datang untuk mengambil piala kejuaraannya, sementara Isla ada untuk mengembangkan barang-barangnya.
Saat itu, Kania telah benar-benar berbaikan dengan Isla. Bahkan tersenyum dan mengucapkan kata-kata perpisahan. Terasa aneh bagi Isla, tapi pada akhirnya ia merasa senang.
Kini, Isla dan Harian Pelangi kembali bangkit. Mereka mulai memproduksi majalah dengan kinerja bagus dan mendapatkan sambutan lebih baik dari sebelumnya.
Apalagi Isla mencantumkan cerita tentang The Art lagi yang belum pernah diketahui orang-orang. Bahwa melukis adalah jiwa para anggota The Art yang punya sejarah penting tersendiri dalam kehidupannya.
Ketika bel istirahat kedua berbunyi, Isla iseng pergi ke atap. Kebetulan cuaca sedang mendung dan angin menerpa lebih kuat dari normalnya. Isla selalu mencintai tiupan angin kencang menerpa wajah dan menerbangkan rambutnya.
Namun, ia tak menyangka akan datangnya seseorang. Perlahan, laki-laki itu mendekat, tapi Isla tak mau melihatnya. Sampai kemudian Aslan berada di sebelahnya.
Isla langsung bergerak, berbalik dan melangkah pergi. Isla tak senang atas pertemuannya dengan Aslan sebab ia teringat luka-luka itu. Namun, langkahnya tertahan saat Aslan mengeluarkan suaranya.
"Selamat ya, klub Harian Pelangi udah kembali lagi." Aslan berbalik untuk melihat punggung Isla. "Barusan gue baca majalah lo. Isinya makin bagus aja. Bikin iri."
Isla diam.
"Isla," kata Aslan memelas.
Tak ada tanggapan dari Isla.
"Lo mau pergi?" tanya Aslan perih. "Boleh gue ngomong sebentar sama lo?"
Isla mengepalkan tangannya, tapi tak membalikkan badannya. "Dua menit."
"Okay," tukas Aslan senang. "Boleh lo liat gue?"
"Kenapa?" Isla bertanya datar setelah berbalik untuk menghadap Aslan.
"Gue tenang kalau liat mata lo." Aslan tersenyum teduh. "Makasih. Maaf."
Lama sekali waktu berjalan setelah Adakan berkata. Hanya angin dan suara kepak burung yang terdengar. Namun, kesunyian itu terasa nyaman dan damai.
Satu alis Isla terangkat. "Selesai, Kak?"
"Hm?"
"Biar giliran gue sekarang," cetus Isla penuh nafsu. Ia berjalan cepat dan memeluk Aslan sangat erat. "I miss you so much. I miss you, Crazy."
***
Aslan turun dari motornya saat melihat seseorang tengah berjongkok sambil merokok. Aslan berjalan mendekatinya, lalu Tyan sadar dan segera berdiri untuk menghadap Aslan dengan seringai lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secrets of Prince
Teen Fiction⚠️bukan kisah semanis gulali, seindah pelangi, apalagi sebahagia drama di televisi ⚠️ini reality yang penuh duri, menyayat hati dan tak berhenti menyakiti satu kali -- "Apa mau lo?" "Harta, tahta, ... semua yang lo punya." --- Jangan biarkan seseora...