Pada akhirnya, Aslan menyerahkan Askaar pada Isla. Ia mempercayai Isla untuk menjaga rumah keduanya. Lagipula ia tak punya pilihan saat Araafi ingin memperbaiki kesalahannya untuk kembali ke rumah. Ia juga rindu pada Araafi.
Selain itu, Aslan sebenarnya juga takut jika Arkan mengetahui jati dirinya yang lain. Maka sebelum terlambat, Aslan memperbaikinya.
Hari-hari berjalan lancar. Tanpa ada masalah dan rintangan. Akhirnya Aslan bisa lebih rileks dalam berjalan. Tak ada rahasia yang ia sembunyikan, tak ada yang bisa mengancamnya, tak ada yang bisa membuatnya hancur.
Sebab kelemahannya kini menjadi kekuatannya.
Apapun yang terjadi pada Isla, Aslan akan melindunginya.
"Kak, jalan yuk!" seru Isla di telepon, pada suatu sore di mana Aslan tengah dalam perjalanan ke sebuah gedung bimbingan belajar.
"Ada les, nih," jawab Aslan menyesal. "Sorry, ya."
"Kemarin Sertijab OSIS, sekarang les." Isla mengeluh seraya membuang napas panjang. "Sibuk banget anda, ya. Sampai nggak ada waktu sana sekali buat ketemu gue."
"Maaf." Aslan tertawa kecil. Dirinya dan Isla sebenarnya tidak pacaran, tapi keduanya bersikap seperti berpacaran. "Dibilangin dari awal, gue itu anaknya sibuk banget."
"Iya, deh," balas Isla menyerah mendebat. "Malem ini gue nanggung kayak biasa. Kalau mau, datang aja."
"Woghey!"
***
Beruntung Isla belum pulang saat Aslan sampai di Jalan Romantis. Perempuan itu baru saja selesai manggung dan dalam perjalanan pulang. Aslan mengejutkannya dengan merangkul pundak untuk diajak jalan bersebelahan.
Isla tersenyum menemukan Aslan di sampingnya.
"Kenapa namanya Harian Pelangi?" tanya Aslan saat tiba-tiba teringat nama klub Isla. Saat istirahat les tadi, Aslan menyempatkan diri membaca majalah Isla yang terbaru dan tiba-tiba penasaran akan penamaan klubnya.
"Hm?" Isla tentu bingung karena pertanyaan tiba-tiba itu.
"Klub lo."
"Karena gue mau bagi berita yang bikin hidup orang-orang berwarna kayak pelangi," jelas Isla lancar. "Gue mau kasih kabar baik ataupun buruk dengan kata-kata yang indah kayak pelangi. Gue mau hidup mereka berwarna kayak pelangi setelah tau kabar orang lain di luar sana."
"Kadang hidup ada hujan, ada petir, tapi dibalik itu ada pelangi," lanjut Isla. "Intinya gue harap para pembaca majalah Harian Pelangi sadar kalau hidup perlu warna-warni. Gitu aja, sih."
Aslan tersenyum lebar mendengarnya. Hatinya menghangat. Ia berhenti berjalan, membuat Isla refleks terhenti juga. Lalu, keduanya saling berhadapan saat Aslan membawa bahu Isla agar mata mereka saling bertabrakan.
"Dan selamat," ungkap Aslan.
Kedua alis Isla terangkat. "Hm?"
"Lo bikin salah satu pembaca majalah pelangi itu ngerasain hidupnya jadi warna-warni."
***
Malam ini, awalnya makan malam di keluarga Aslan berjalan damai, sampai kemudian Aslan menciptakannya.
"Ayah, aku mau ngomong sesuatu."
Arkan memakan cuci mulutnya dengan santai. "Ngomong aja."
"Bang Araaf ke sini malam ini," ungkap Aslan.
Seluruh urat di leher Arkan langsung menampakkan diri. Matanya melotot dengan wajah marah. "Apa?"
"Aku yang bukain pintunya," lanjut Aslan tenang, "lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secrets of Prince
Teen Fiction⚠️bukan kisah semanis gulali, seindah pelangi, apalagi sebahagia drama di televisi ⚠️ini reality yang penuh duri, menyayat hati dan tak berhenti menyakiti satu kali -- "Apa mau lo?" "Harta, tahta, ... semua yang lo punya." --- Jangan biarkan seseora...